Belajar agar BLSM tidak jadi "Balsem"
Kamis, 1 Agustus 2013 10:56 WIB
Persentase penyerapan BLSM menjadi salah tolok ukur evaluasi keberhasilan karena dapat melihat banyaknya warga yang sudah menerima BLSM dan anggaran yang sudah dibayarkan.
Tolok ukur lainnya adalah ada tidaknya keluhan secara resmi yang diterima para petugas kantor pos maupun pemerintah daerah setempat.
Berdasarkan dua ukuran tersebut, Kantor Pos Semarang dan pemerintah kota setempat mengaku pembagian BLSM tahap pertama di Kota Semarang relatif sukses dan berlangsung lancar.
Namun, di balik cerita sukses, sedikit banyak masih ditemui beberapa kekurangan dan kelemahan dalam pembagian BLSM.
Untuk pembagian tahap berikutnya, capaian yang sudah ada tentunya harus dipertahankan dan ditingkatkan, kekurangan yang ada harus dibereskan.
Lancarnya Pembagian
Belajar dari tahap pertama merupakan kunci sukses pembagian BLSM tahap kedua, agar BLSM tidak jadi "balsem".
"Pembagian BLSM lancar, tidak ada keluhan yang kami terima," ujar Asisten Administrasi Perekonomian, Pembangunan dan Kesra Pemkot Semarang Ayu Entys.
Ayu menjelaskan bahwa Pemkot Semarang terus mengawal pembagian BLSM bersama dengan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) yang ditunjuk dari pemerintah pusat untuk memberi pendampingan dalam pembagian BLSM di daerah (di setiap kecamatan terdapat satu TNP2K).
Begitu ada permasalahan, kata Ayu Entys, maka pihaknya di tingkat bawah seperti camat dapat langsung berkoordinasi dengan TNP2K sehingga bisa dicarikan solusinya.
"Sampai saat ini tidak ada masalah dan jika terjadi masalah, sudah dapat diselesaikan. Ya mudah-mudahan ke depan juga tidak ada masalah," kata Ayu Entys.
Terkait dengan masih ada data warga miskin yang belum mendapatkan BLSM lebih karena yang bersangkutan pindah alamat dan sudah meninggal dunia.
Lancarnya pembagian BLSM tahap pertama juga diakui Kepala Kantor Pos Semarang Tedi Permana.
Ia mengatakan indikator kelancaran pembagian tersebut dilihat dari persentase penyerapan dan pembagian yang berlangsung tertib.
"Pembagian BLSM tahap pertama tidak ada masalah. Ini bagian dari cerminan keterpaduan dari semua unsur (Kantor Pos dengan petugas keamanan, petugas di tingkat kecamatan, hingga kelurahan, dan lainnya, red.)," katanya.
Kantor Pos Semarang bertugas membagikan BLSM di Kota Semarang yang memiliki 16 kecamatan dan di Kabupaten Demak dengan 14 kecamatan.
Sementara jika dilihat dari rumah tangga sasaran (RTS) penerima BLSM, di Kota Semarang terdapat 42.477 RTS dengan anggaran sekitar Rp12,7 miliar (sudah terserap 95,17 persen).
Di Kabupaten Demak terdapat 98.899 RTS dengan anggaran Rp29,6 miliar (sudah terserap 98,39 persen).
Dari dua daerah tersebut, tercatat di Kota Semarang masih ada 2.050 RTS dan di Kabupaten Demak sebanyak 1.588 RTS yang belum mengambil BLSM tahap pertama.
"Bagi yang belum mengambil BLSM, masih memiliki kesempatan hingga bulan September. Beberapa hari ini memang masih ada satu atau dua orang yang datang mengambil BLSM," kata Tedi Permana.
Dari jumlah warga miskin yang masuk RTS dan belum mengambil BLSM, diperkirakan sebagian ada yang meninggal dunia dan alamat tidak sesuai.
Pembagian BLSM di Kota Semarang dan Kabupaten Demak, kata Tedi Permana, diakui karena penerapan pola percepatan yakni pembagian BLSM dilakukan di kantor kelurahan atau kantor kecamatan dengan maksud mendekatkan dan memberi kemudahan akses bagi warga.
Belajar Tahap Pertama
Belajar dari pembagian BLSM tahap pertama menjadi salah satu kunci kesuksesan untuk tahap berikutnya, bagi PT Kantor Pos Semarang ada sejumlah hal yang perlu diperhatikan yakni warga diharapkan mengikuti jadwal pembagian.
Tedi Permana menjelaskan bahwa warga dapat menanyakan ke kelurahan terkait jadwal pembagian BLSM, sehingga tidak perlu berduyun-duyun agar tidak menimbulkan antrean panjang.
"Sudah ada daftar, misalnya satu desa dibayarkan kapan. Jika warga proaktif menanyakan jadwal dan patuh terhadap jadwal maka bisa akan lebih tertib, cepat, dan nyaman dalam pembagian," kata Tedi Permana.
Terkait dengan kemungkinan adanya rumah tangga sasaran yang tidak mengambil BLSM atau anggaran yang tidak terserap, sudah ada komitmen untuk dibahas bersama melalui musyawarah atau rembug desa sehingga muncul data baru yang akan diusulkan kembali ke pemerintah pusat.
Dosen Fakultas Ekonomi Unika Soegijapranata Semarang Westri Kekalih melihat pembagian BLSM tahap pertama masih diwarnai dengan antrean panjang karena kurangnya koordinasi antara pihak kelurahan dan Kantor Pos.
Di Banyumanik, Westri mengaku pernah mendengar pengumuman dari masjid yang menyebutkan bahwa pada hari dan tanggal sekian BLSM sudah dapat diambil di kantor pos.
Sayangnya, informasi hanya sebatas hari dan tanggal sehingga warga berbondong-bondong mendatangi kantor pos dan meminta didahulukan akibatnya potensi konflik menjadi tinggi, antrean panjang, dan susah dikontrol.
Menurut Westri, jika PT Kantor Pos bersama dengan kelurahan daerah setempat mengatur jadwal pembagian diikuti dengan daftar urut, hari, dan pengelompokan waktu pengambilan, tentu pembagiannya akan lebih tertib.
Selain mekanisme pembagian, Westri juga melihat "update" data penerima BLSM juga perlu dilakukan agar dana kompensasi naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) tersebut dapat tepat sasaran.
"Pendataan penerima BLSM tidak jelas. Apabila menggunakan data pembagian bantuan langsung tunai (BLT) yang dahulu tentu datanya sudah berubah karena mutasi penduduk sangat cepat karena adanya kelahiran, usia dewasa, dan meninggal dunia," katanya.
Oleh karena itu, "update" data perlu dilakukan dan yang tahu secara rinci masyarakat yang berhak mendapatkan BLSM adalah pihak rukun tetangga (RT), tanpa ditumpangi oleh kepentingan tertentu.
Jika pembagian BLSM yang tepat sasaran disertai pembagian yang tertib, maka hasilnya juga akan lebih baik.
Pewarta : Nur Istibsaroh
Editor:
M Hari Atmoko
COPYRIGHT © ANTARA 2024