Yappika: Pelibatan Lemsaneg Antisipasi Serangan Hacker
Rabu, 2 Oktober 2013 09:20 WIB
"Inisiatif KPU dengan melibatkan Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) dalam penyelenggaraan pemilu sepertinya didasari niat untuk memastikan bahwa proses rekapitulasi hasil pemilu secara elektronik yang mengandalkan jaringan internet akan berjalan aman dan bebas dari ancaman peretasan. Tentunya tujuan ini adalah baik," kata Manajer Advokasi, Riset, dan Jaringan Yappika Hendrik Rosdinar ketika dihubungi dari Semarang, Rabu.
Pada prinsipnya, kata dia, penyelenggaraan pemilu harus dapat berjalan secara jujur dan adil. Dalam hal ini, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus dapat memastikan hal itu terjadi.
Namun perlu diketahui, kata Hendrik, bahwa Lembaga Sandi Negara atau National Security Agency/NSA-nya Indonesia adalah bagian dari perangkat intelijen nasional.
"Seperti kita ketahui bahwa lembaga intelijen mempunyai sistem dan cara kerja yang tertutup. Bahkan, beberapa fakta masa lalu menunjukkan bahwa lembaga semacam ini tidak tersentuh oleh sistem hukum kita," ucapnya.
Lembaga intelijen seperti itu, menurut dia, hanya tunduk pada "majikan"-nya saja. Dalam hal ini Lembaga Sandi Negara hanya bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Mendasarkan pada hal tersebut, dia berpendapat bahwa pelibatan Lemsaneg dalam penyelenggaraan pemilu akan sangat berisiko, yakni institusi tersebut dalam menjalankan tugasnya nanti (pengamanan data pemilu) akan sulit bertindak netral, khususnya terhadap kepentingan politik kekuasaan Presiden.
Hal itu dikarenakan, kata Hendrik, lembaga tersebut hanya tunduk dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Presiden sebagai pejabat politik tentunya menginginkan gurita kekuasaannya tetap langgeng melalui upaya pemenangan pemilu, terlebih Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono saat ini adalah sebagai Ketua Umum DPP Partai Demokrat.
Risiko lainnya, lanjut dia, sebagai lembaga intelijen, Lemsaneg mempunyai sistem dan cara kerja yang tertutup. Hal ini dikhawatirkan akan membuat KPU kesulitan dalam menjalankan kontrol dan audit terhadap kinerja Lemsaneg. Padahal, KPU dituntut untuk bekerja secara transparan dan akuntabel.
Di lain pihak, masyarakat pada akhirnya akan kesulitan melakukan pengawasan, khususnya memastikan bahwa data hasil pemilu terbebas dari upaya-upaya rekayasa untuk tujuan pemenangan partai tertentu.
"Jika kita melihat kredibilitas KPU selama ini, yakni banyak putusan-putusannya yang digugat oleh parpol (partai politik) ataupun publik, menunjukkan bahwa KPU bukanlah lembaga yang cukup kuat dan 'legitimed' untuk mengontrol kinerja Lembaga Sandi Negara nantinya," katanya.
Pewarta : Kliwon
Editor:
D.Dj. Kliwantoro
COPYRIGHT © ANTARA 2025