Logo Header Antaranews Jateng

Polisi Tanyai Wali Kota Solo Soal Surat Mendagri

Sabtu, 16 November 2013 18:56 WIB
Image Print
"Saya diminta menerangkan kronologi bisa mendapatkan surat Mendagri, tertanggal 10 September 2013 itu," kata Rudyatmo usai diperiksa tim penyidik di Polresta Surakarta, di Solo, Sabtu.

Menurut Rudyatmo, ada sekitar 30 pertanyaan yang disampaikan oleh tim penyidik, terkait laporannya pencemaran nama baik oleh terlapor petinggi Dewan Adat Keraton Kasunanan, Eddy Wirabumi dan Gusti Moeng itu.

Surat dari Mendagri untuk pegangan mediasi konflik di keraton tersebut, kata dia, langsung diserahkan ke tim penyidik, guna dibuktikan keasliannya.

Menurut Suharsono selaku kuasa hukum wali kota, bahwa kliennya sebagai saksi pelapor saat pemeriksaan oleh penyidik menerangkan kronologi hingga pak wali kota kehilangan wibawa dan martabat sebagai pejabat publik, menyusul adanya rilis dari Goesti Moeng dan pernyataan Eddy Wirabhumi.

Hal tersebut diawali ada surat dari wali kota untuk Mendagri, tentang konflik keraton. Surat perintah dari Mendagri itu, untuk melakukan mediasi penyelesaian konflik keraton.

Selain itu, semua dokumen asli yang diberikan ada tujuh surat bukti antara lain pengangkatan wali kota karena legal standing, surat dari wali kota kepada Kemendagri, surat faxile jawaban dari Mendagri, hingga ada rilis tuduhan surat palsu yang dikliping dari laporan media cetak.

Kepala Polresta Surakarta AKBP Iriansyah melalui Kasat Reskrim Kompol Rudi Hartono, mengatakan, sejumlah pertanyaan dari penyidik yang disampaikan kepada Pak wali kota terkait laporannya pencemaranan nama baik.

Menurut Kasat Reskrim, tim penyidik belum bisa mengatakan surat Mendagri tersebut asli atau tidak.

"Kami segera melakukan penyidikan dengan cara melakukan klarifikasi ke Kemendagri di Jakarta," kata Kasat Reskrim.

Sementara Wali Kota Surakarta telah melaporkan petinggi Dewan Adat Keraton Kasunanan, Eddy Wirabumi dan Koes Moertiyah (Gusti Moeng), dengan tuduhan melanggar pasal 207 dan 208 Kitap Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penghinaan terhadap pejabat publik, dengan ancaman maksimal kurungan penjara satu tahun enam bulan.

Selain itu, wali kota juga melaporkan petinggi dewan adat tersebut melanggar pasal 310 dan 311 KUHP, tentang Pencemaran Nama Baik, dengan beberapa barang bukti berupa kliping dari beberapa media massa.

Pewarta :
Editor: Immanuel Citra Senjaya
COPYRIGHT © ANTARA 2024