PLTU Terus Berpacu Lakukan Pembebasan Tanah
Senin, 30 Desember 2013 06:11 WIB
Peletakan batu pertama pembangunan PLTU Batang semula dijadwalkan pada bulan Oktober 2013, tetapi karena adanya permasalahan eksternal, terpaksa harus ditunda.
PLTU Batang yang akan didirikan di tiga desa, yaitu Karanggeneng, Ujungnegoro, dan Ponowareng, Kecamatan Kandeman dan Tulis ini, sedikitnya membutuhkan lahan sekitar 290 hektare.
Akan tetapi, akibat adanya penolakan sebagian kecil warga desa, peletakan batu pertama pertanda dimulainya pembangunan PLTU terpaksa ditunda.
Seiring dengan berjalannya waktu dan pendekatan humanis yang dilakukan oleh PT BPI dengan memberikan bantuan "Corporate Social Responsibility" yang berkesinambungan, warga pun kini menyadari pentingnya pembangunan PLTU di daerah setempat.
Warga yang semula melakukan penolakan lahannya dijadikan lokasi pembangunan PLTU kini pun berubah pikiran menjual kepada BPI.
Bahkan, warga pun sudah mencabut surat kuasanya pada Lembaga Bantuan Hukum Semarang terkait dengan penyelesaian soal pembangunan pembangkit lsitrik tenaga uap berkapasitas 2 x 1.000 megawatt ini.
Sekretaris Daerah Kabupaten Batang Nasikhin mengatakan bahwa pencabutan surat kuasa dari warga terdampak ini akan membawa kemajuan dalam menyelesaian persoalan PLTU terbesar di Asia Tenggara ini.
"Pencabutan surat kuasa merupakan hal yang positif karena mereka nantinya bisa diajak berdialog untuk mencapai titik temu terkait dengan persoalan pembangunan PLTU," katanya.
Ia menilai warga terdampak proyek senilai Rp35 triliun ini sudah mempunyai iktikad baik untuk menyelesaikan perbedaan pendapat proyek PLTU yang selama ini belum mencapai titik temu.
"Oleh karena itu, kami secepatnya membentuk kelompok masyarakat untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan PLTU, seperti soal analisis mengenai dampak lingkungan, kompensasi, dan penyediaan lahan pengganti pada petani penggarap," katanya.
Saat ini, proses pembebasan tanah milik warga mulai dilakukan oleh PT BPI. Kendati demikian, pembebasan lahan tanah ini masih menyisakan persoalan kecil saja.
"Warga, terutama di Desa Karenggeng dan Ujungnegoro, sudah melunak menjual tanahnya. Hanya saja kemungkinan harga tanah minta dinaikkan," katanya.
Warga terdampak PLTU Salim mengatakan bahwa pencabutan surat kuasa dari LBH Semarang ini karena warga menilai banyak pihak yang memanfaatkan untuk kepentingan pribadi.
"Surat kuasa yang telah kami berikan pada LBH Semarang telah kami cabut pada tanggal 17 Oktober 2013. Pencabutan surat kuasa ini tidak ada intervensi pihak manapun, selain dari kesadaran warga sendiri," katanya.
Ia menyampaikan ucapan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu menyuarakan hak-hak dan tuntutan warga terdampak PLTU.
"Yang jelas, perjuangan kami menuntut hak-hak adalah dari hati nurani dan tidak ada yang mengondisikan," katanya.
Presiden Direktur PT BPI Kenichi Seshimo mengatakan bahwa pemerintah Jepang berkomitmen mendukung pembangunan di Indonesia, terutama dalam pembangunan PLTU berkekuatan 2 x 1.000 megawatt.
"Kami sangat mendukung pembangunan yang dilakukan Indonesia dan PLTU ini, nantinya digunakan memenuhi pasokan listrik di Pulau Jawa dan Bali," katanya.
Pimpinan PT BPI Batang Ary Wibowo mengatakan bahwa BPI siap melanjutkan pembangunan PLTU sebagai upaya mengantisipasi ancaman krisis listrik di Pulau Jawa dan Bali.
"Pembangunan PLTU ini juga sekaligus bertujuan membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, kami berharap pada semua pihak memberikan dukungan berdirinya PLTU Batang," katanya di sela kegiatan pemberian hewan kurban pada warga terkena dampak PLTU.
Proyek ketenagalistrikan yang akan dibangun di Bukit Mlalar Pantai Ujungnegoro ini sebagai upaya menghindari kekhawatiran masyarakat dan informasi yang simpang siur terkait dengan keberlanjutan proyek PLTU Batang.
"PT BPI tidak menginginkan masyarakat resah dengan adanya isu yang tidak jelas terkait dengan pembangunan PLTU Batang," katanya.
Pewarta : Kutnadi
Editor:
Hari Atmoko
COPYRIGHT © ANTARA 2025