Logo Header Antaranews Jateng

PDIP Khawatir Pemilu Serentak Timbulkan Kegaduhan Politik

Sabtu, 18 Januari 2014 15:40 WIB
Image Print
Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo, S.H. (Ilustrasi: ANTARA Jateng/Kliwon)


"Jika pelaksanaan pemilu anggota legislatif dan pilpres serentak, dipastikan akan menciptakan kegaduhan politik di Indonesia mengingat waktu sudah mendesak dan kesiapan penyelenggara pemilu juga," kata Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo, S.H. kepada Antara Jateng, Sabtu.

Pernyataan Tjahjo yang juga anggota Komisi I DPR RI itu terkait dengan Yusril Ihza Mahendra mengajukan permohonan uji materi (judicial review) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (UU Pilpres) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Terkait dengan pro dan kontra gugatan Yusril tersebut, alumnus Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip) Semarang itu menegaskan bahwa pada intinya PDI Perjuangan mencermati sekali gugatan tersebut di MK.

Tjahjo yang juga calon tetap anggota DPR RI periode 2014--2019 dari Daerah Pemilihan Jawa Tengah I menegaskan bahwa konstitusi itu bersifat "one for all" (berlaku untuk semua). Jadi, sangat berbahaya apabila suatu UU dibuat menguntungkan pihak tertentu, termasuk PDI Perjuangan sekalipun.

"Karena itulah jika itu diperlakukan, dipastikan akan menciptakan kegaduhan politik, apalagi tahapan-tahapan pemilu untuk pemilu anggota legislatif saja belum tuntas, misalnya, terkait dengan daftar pemilih tetap (DPT), kotak suara, atau dana buat Polri dan TNI sebagai pengamanan pemilu," paparnya.

Sekarang ini, kata Tjahjo, pemilu anggota legislatif dan pilpres diatur dalam undang-undang yang berbeda dengan tahapan-tahapan yang berbeda pula. Dua undang-undang itu, yakni UU No. 8/2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD dan UU. No. 42/2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

Ia lantas mencontohkan tahapan penghitungan dan rekapitulsasi suara antara pemilu anggota legislatif dan pilpres berbeda. Dalam pemilu anggota legislatif, ada rekapitulasi suara pada tingkat desa (Panitia Pemungutan Suara/PPS), sedangkan dalam pilpres tidak ada.

Pada pilpres, lanjut Tjahjo, rekapitulasi ada di tempat pemungutan suara (TPS) dan terus ke Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). Dalam hal ini PPS hanya menyerahkan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara dari TPS ke PPK tanpa rekapitulasi pada tingkat desa.

Dengan demikian, kata Tjahjo, kalau mau pelaksanaan pemilu anggota legislatif dan pilpres secara serentak, harus diatur dalam satu undang-undang dengan rangkaian tahapan pemilu anggota legislatif dan pilpres menjadi satu kesatuan.

"Perubahan ini harus melalui undang-undang. Sekali kita masuk pada perubahan undang-undang pada tahap sekarang maka di sinilah kegaduhan politik mulai terjadi," kata Sekjen DPP PDI Perjuangan itu.

"Sebab," kata Tjahjo, "jika MK mengabulkan gugatan Yusril, akan ada perubahan undang-undang, tensi politik nasional akan langsung naik pada titik didih. Lihat saja ketika ada usul revisi UU Pilpres, tidak berhasil dan kondisi tersebut pasti akan ada pihak-pihak yang bermain memanfaatkan dan bisa jadi pemilu tertunda atau gagal."

Pewarta :
Editor: Kliwon
COPYRIGHT © ANTARA 2025