"Kita sudah bergerak secara yuridis formal maupun secara fisik termasuk pengerahan masyarakat dan pengusahanya. Tetapi secara nyata, sudah mulai merevisi dan menyiapkan peraturan yang berkaitan dengan pariwisata termasuk peraturan daerah (perda) kepariwisataan yang akan dibuat pada Februari 2016," kata Kepala Bidang Pariwisata Dinporabudpar Banyumas Deskart Setyo Jatmiko di Purwokerto, Jumat.

Dia mengatakan, pada 2017, akan dibuat rencana induk pengembangan pariwisata daerah (rippda) untuk menggantikan Rippda Banyumas yang saat ini masih berjalan.

Secara fisik, kata dia, pihaknya melaksanakan pembangunan sesuai dengan rippda yang masih berjalan ini untuk mengembangkan objek-objek wisata di Banyumas dengan konsep membangun pusat pertumbuhan pariwisata seperti di Baturraden, Wangon, dan Banyumas (Bangomas) yang telah dimulai.

"Seperti di Baturraden, tahun ini kami bekerja sama dengan Kebun Raya Baturraden membuat jalan koneksi (jalan pintas yang menghubungkan Kebun Raya Baturraden dengan Lokawisata Baturraden), mengembangkan penginapan remaja, melakukan pendekatan dengan desa-desa wisata, membentuk Forum Desa Wisata Kabupaten Banyumas, serta membangun dermaga di Sungai Serayu dan objek wisata di belakang kantor Kecamatan Banyumas," katanya.

Khusus untuk pembangunan dermaga di Sungai Serayu dan objek wisata di belakang kantor Kecamatan Banyumas, kata dia, telah disiapkan alokasi anggaran sebesar Rp2 miliar dan akan segera dilelang.

Menurut dia, pihaknya juga terus berupaya membuat keramaian-keramaian sejumlah wilayah seperti Festival Kera di Wangon dan Festival Serayu guna menarik minat investor untuk berinvestasi di sekitar objek wisata itu.

Sementara di Ibu Kota Kabupaten Banyumas, Purwokerto yang pembangunan objek wisatanya sudah jenuh, kata dia, pihaknya akan berupaya menggelar kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan lama tinggal wisatawan.

"Pada bulan April akan digelar Festival Tugu, sedangkan Banyumas Extravaganza yang biasanya digelar pada bulan April berbarengan dengan rangkaian kegiatan Hari Jadi Banyumas digeser ke bulan Juli. Ini karena Hari Jadi Banyumas mulai tahun ini diperingati setiap tanggal 22 Februari, kami khawatir intensitas hujannya masih tinggi sehingga Banyumas Extravaganza digelar pada bulan Juli," katanya.

Dalam hal ini, DPRD Banyumas telah merevisi Hari Jadi Banyumas yang sebelumnya diperingati setiap tanggal 6 April menjadi 22 Februari, setelah dilakukan penelusuran terhadap sejumlah naskah kuno.

Lebih lanjut, Jatmiko mengatakan bahwa Banyumas akan merugi jika wisatawan tidak menginap atau lama tinggalnya sangat singkat karena memiliki banyak objek wisata dengan infrastruktur yang memadai.

Selain itu, kata dia, sarana akomodasi juga tidak laku jika wisatawan tidak menginap.

Akan tetapi jika lama tinggal wisatawan cukup panjang, lanjut dia, tingkat belanjanya tinggi sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.

Disinggung mengenai jumlah kunjungan wisatawan ke Banyumas, dia memperkirakan hal itu bisa mencapai lima juta orang per tahun jika pengusaha hotel dan restoran bersedia melaporkan jumlah pengunjungnya kepada Dinporabudpar Banyumas.

Dia mengakui bahwa sejak beberapa tahun terakhir, pihaknya sulit mendapatkan data jumlah pengunjung hotel dan restoran karena tidak lagi diberi kewenangan memungut pajak hotel.

"Dulu, saat masih diberi kewenangan memungut pajak hotel, kami bisa sekaligus meminta data statistik pengunjungnya. Namun sekarang kewenangan itu ada di DPPKAD (Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah)," katanya.

Oleh karena itu, kata dia, pihaknya akan berkoordinasi dengan DPPKAD Banyumas agar bisa memperoleh data statistik pengunjung hotel dan restoran.

"Apalagi sekarang ada tren wisata konferensi atau seminar. Kami akan coba untuk mendapatkannya agar bisa mengetahui jumlah wisatawan yang menginap di hotel setiap tahunnya," katanya.

Menurut dia, saat ini pihaknya hanya mengelola data statistik kunjungan wisatawan di seluruh objek wisata yang dikelola Dinporabudpar Banyumas yang rata-rata berkisar 1,5 juta hingga dua juta orang per tahun.