Undip sudah panggil guru besar terkait HTI
Kamis, 31 Mei 2018 21:06 WIB
Rektor Universitas Diponegoro Semarang Prof Yos Johan Utama (Foto: Zuhdiar Laeis)
Semarang, 31/5 (Antaranews Jateng) - Universitas Diponegoro Semarang menyebutkan sudah melakukan pemanggilan terhadap sejumlah pengajarnya yang diduga mendukung Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), antara lain seorang guru besar fakultas hukum.
"Ini prosesnya sudah mulai. Jadi, ada dua `track`. Pertama, kami `track` dari sisi pelanggaran etikanya. Ini jangan dianggap enteng," kata Rektor Undip Prof Yos Johan Utama di Semarang, Kamis malam.
Sebagaimana diwartakan, Undip menggelar sidang etik DKKE terhadap pengajarnya atas unggahan-unggahannya di media sosial yang viral dan ditafsirkan sebagai bentuk dukungan terhadap HTI.
Salah satunya, Profesor Suteki, Guru Besar Fakultas Hukum Undip yang beberapa kali mengunggah sejumlah tulisan di medsos yang kemudian viral karena ditafsirkan sebagai dukungan terhadap HTI.
Untuk dugaan pelanggaran etik, Yos menjelaskan yang bersangkutan sudah dipanggil oleh Dewan Kehormatan Kode Etik (DKKE) Undip untuk menjalani pemeriksaan atas persoalan tersebut.
"Sudah dipanggil untuk pemeriksaan di DKKE. Tadi dia sudah diperiksa. Tetapi, kami tetap mengedepankan asas `presumption of innocent` (praduga tidak bersalah)," kata Guru Besar Fakultas Hukum Undip itu.
Di sisi lain, kata dia, Undip juga melakukan pemeriksaan atas dugaan pelanggaran disiplin pegawai negeri sipil (PNS) dengan mendasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 53/2010 tentang Disiplin PNS.
"Sudah dipanggil. Namun, panggilannya harus dilakukan tujuh hari sebelum pemeriksaan. Nanti, pada 6 Juni 2018 yang bersangkutan akan menjalani pemeriksaan terkait disiplin PNS," katanya.
Tentunya, kata dia, tim yang menangani pemeriksaan disiplin PNS itu akan mendengarkan juga pendapat banyak orang dan narasumber, di samping melakukan pemeriksaan terhadap yang bersangkutan.
Sementara itu, Profesor Suteki sudah mengklarifikasi pernyataannya di medsos ketika ditemui Antara, Rabu (23/5), seraya menegaskan sama sekali tidak mendukung, apalagi anggota HTI.
"Saya menulis itu karena `background` saya dari kacamata hukum, kemudian juga sebagai seorang muslim. Saya orang hukum, saya juga muslim, dan mengerti serta memahami kondisi negara ini," katanya.
Tulisan yang diunggahnya di medsos tersebut, kata dia, sama sekali tidak bermaksud mendukung HTI, apalagi sampai anti-Pancasila, sebab "track record" dirinya jelas selama berkiprah di Undip.
Termasuk cuitannya menyikapi rentetan aksi terorisme belakangan, Suteki mengatakan tulisan yang diunggahnya itu merupakan sebuah pertanyaan yang menjadi hak semua orang untuk bertanya.
"Orang kan boleh bertanya apa saja. Saya bertanya itu, ada tanda tanyanya. Jangan dikira saya membuat statemen. Kecuali, saya membuat statemen, itu pasti bukan (teroris) atau diragukan," jelasnya.
Dalam tulisannya itu, Suteki hanya bertanya apakah setiap penyerangan kelompok itu bisa disebut sebagai teroris, sebab soal definisi masih menjadi perdebatan dalam merumuskan RUU Antiterorisme.
"Ini prosesnya sudah mulai. Jadi, ada dua `track`. Pertama, kami `track` dari sisi pelanggaran etikanya. Ini jangan dianggap enteng," kata Rektor Undip Prof Yos Johan Utama di Semarang, Kamis malam.
Sebagaimana diwartakan, Undip menggelar sidang etik DKKE terhadap pengajarnya atas unggahan-unggahannya di media sosial yang viral dan ditafsirkan sebagai bentuk dukungan terhadap HTI.
Salah satunya, Profesor Suteki, Guru Besar Fakultas Hukum Undip yang beberapa kali mengunggah sejumlah tulisan di medsos yang kemudian viral karena ditafsirkan sebagai dukungan terhadap HTI.
Untuk dugaan pelanggaran etik, Yos menjelaskan yang bersangkutan sudah dipanggil oleh Dewan Kehormatan Kode Etik (DKKE) Undip untuk menjalani pemeriksaan atas persoalan tersebut.
"Sudah dipanggil untuk pemeriksaan di DKKE. Tadi dia sudah diperiksa. Tetapi, kami tetap mengedepankan asas `presumption of innocent` (praduga tidak bersalah)," kata Guru Besar Fakultas Hukum Undip itu.
Di sisi lain, kata dia, Undip juga melakukan pemeriksaan atas dugaan pelanggaran disiplin pegawai negeri sipil (PNS) dengan mendasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 53/2010 tentang Disiplin PNS.
"Sudah dipanggil. Namun, panggilannya harus dilakukan tujuh hari sebelum pemeriksaan. Nanti, pada 6 Juni 2018 yang bersangkutan akan menjalani pemeriksaan terkait disiplin PNS," katanya.
Tentunya, kata dia, tim yang menangani pemeriksaan disiplin PNS itu akan mendengarkan juga pendapat banyak orang dan narasumber, di samping melakukan pemeriksaan terhadap yang bersangkutan.
Sementara itu, Profesor Suteki sudah mengklarifikasi pernyataannya di medsos ketika ditemui Antara, Rabu (23/5), seraya menegaskan sama sekali tidak mendukung, apalagi anggota HTI.
"Saya menulis itu karena `background` saya dari kacamata hukum, kemudian juga sebagai seorang muslim. Saya orang hukum, saya juga muslim, dan mengerti serta memahami kondisi negara ini," katanya.
Tulisan yang diunggahnya di medsos tersebut, kata dia, sama sekali tidak bermaksud mendukung HTI, apalagi sampai anti-Pancasila, sebab "track record" dirinya jelas selama berkiprah di Undip.
Termasuk cuitannya menyikapi rentetan aksi terorisme belakangan, Suteki mengatakan tulisan yang diunggahnya itu merupakan sebuah pertanyaan yang menjadi hak semua orang untuk bertanya.
"Orang kan boleh bertanya apa saja. Saya bertanya itu, ada tanda tanyanya. Jangan dikira saya membuat statemen. Kecuali, saya membuat statemen, itu pasti bukan (teroris) atau diragukan," jelasnya.
Dalam tulisannya itu, Suteki hanya bertanya apakah setiap penyerangan kelompok itu bisa disebut sebagai teroris, sebab soal definisi masih menjadi perdebatan dalam merumuskan RUU Antiterorisme.
Pewarta : Zuhdiar Laeis
Editor : Heru Suyitno
Copyright © ANTARA 2024