Ekonom: Kepesertaan dalam BPJS itu bukan beban biaya
Kamis, 28 Juni 2018 12:01 WIB
Ekonom Prof. F.X. Sugiyanto ketika memberi materi dalam sarasehan BPJS Ketenagakerjaan di Semarang, Kamis (27/6) (Foto : AZM)
Semarang (Antaranews Jateng) - Ekonom Universitas Diponegoro Semarang Prof. F.X. Sugiyanto menyatakan kepesertaan pekerja dalam jaminan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan merupakan insentif bagi perusahaan, bukan beban biaya.
"Selama ini ada persoalan 'mind set' (pola pikir) dalam memandang kepesertaan karyawan dalam BPJS Ketenagakerjaan. Banyak perusahaan menganggap itu biaya, bukan insentif," katanya dalam Sarasehan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di KotaSemarang, Kamis.
Ia menjelaskan menyertakan buruh dalam program BPJS Ketenagakerjaan akan meningkatkan produktivitas mereka sehingga bakal mendongkrak pula kinerja dan keuntungan perusahaan tersebut.
"Namun, selama ini masih banyak yang menganggap mengikuti BPJS sebagai beban biaya, bukan insentif," katanya dalam sarasehan yang dibuka oleh Direktur Pelayanan BPJS Ketenagakerjaan M. Khrisna Syarif.
Mengutip data Kantor BPJS Ketenagakerjaan Jateng dan D.I. Yogyakarta, ia menyebutkan yang sudah mengikuti jaminan tenaga kerja itu sebanyak 4,8 juta pekerja (35 persen), sedangkan yang belum 8,8 juta orang (65 persen).
Dengan jumlah pekerja yang belum terlindungi BPJS Ketenagakerjaan sebanyak itu, menurut Sugiyanto, hal tersebut menjadi tugas badan tersebut untuk mengubah pola pikir pemilik perusahaan untuk tidak menjadikan iuran sebagai beban biaya, melainkan insentif sekaligus investasi masa depan perusahaan.
Komposisi pekerja di Indonesia hingga saat ini memang masih didominasi oleh pekerjaan informal. Data Februari 2018 menunjukkan jumlah pekerja sebanyak 127,07 juta orang dengan rasio 53,09 juta orang (41,78 persen) bekerja di sektor formal dan 73,98 juta orang (58,22 persen) bekerja di sektor informal.
Direktur Pelayanan Khrisna Syarif sebelumnya menyatakan BPJS Ketenagakerjaan bertekad memperluas kepesertaan jaminan tersebut, termasuk kepada pegawai pemerintah non-PNS yang selama ini dikelola oleh pemda setempat.
Ia mengapresiasi kepada Pemkab Badung, Bali, Rembang dan Demak yang sudah memberikan jaminan sosial kepada pegawai pemerintah non-PNS termasuk kepada perangkat desa. Namun, menurut dia, alangkah sinergisnya bila jaminan sosial yang dibiayai oleh APBD tersebut juga bisa dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Segmen pekerja lain yang perlu mendapatkan jaminan yang dibiayai oleh APBD, menurut dia, antara lain petani, nelayan, pegawai nonformal, dan lainnya. "Pemda melalui BPJS Ketenagakerjaan bisa meng-'cover' jaminan kematian atau kecelakaan kerja melalui APBD," katanya.
"Selama ini ada persoalan 'mind set' (pola pikir) dalam memandang kepesertaan karyawan dalam BPJS Ketenagakerjaan. Banyak perusahaan menganggap itu biaya, bukan insentif," katanya dalam Sarasehan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di KotaSemarang, Kamis.
Ia menjelaskan menyertakan buruh dalam program BPJS Ketenagakerjaan akan meningkatkan produktivitas mereka sehingga bakal mendongkrak pula kinerja dan keuntungan perusahaan tersebut.
"Namun, selama ini masih banyak yang menganggap mengikuti BPJS sebagai beban biaya, bukan insentif," katanya dalam sarasehan yang dibuka oleh Direktur Pelayanan BPJS Ketenagakerjaan M. Khrisna Syarif.
Mengutip data Kantor BPJS Ketenagakerjaan Jateng dan D.I. Yogyakarta, ia menyebutkan yang sudah mengikuti jaminan tenaga kerja itu sebanyak 4,8 juta pekerja (35 persen), sedangkan yang belum 8,8 juta orang (65 persen).
Dengan jumlah pekerja yang belum terlindungi BPJS Ketenagakerjaan sebanyak itu, menurut Sugiyanto, hal tersebut menjadi tugas badan tersebut untuk mengubah pola pikir pemilik perusahaan untuk tidak menjadikan iuran sebagai beban biaya, melainkan insentif sekaligus investasi masa depan perusahaan.
Komposisi pekerja di Indonesia hingga saat ini memang masih didominasi oleh pekerjaan informal. Data Februari 2018 menunjukkan jumlah pekerja sebanyak 127,07 juta orang dengan rasio 53,09 juta orang (41,78 persen) bekerja di sektor formal dan 73,98 juta orang (58,22 persen) bekerja di sektor informal.
Direktur Pelayanan Khrisna Syarif sebelumnya menyatakan BPJS Ketenagakerjaan bertekad memperluas kepesertaan jaminan tersebut, termasuk kepada pegawai pemerintah non-PNS yang selama ini dikelola oleh pemda setempat.
Ia mengapresiasi kepada Pemkab Badung, Bali, Rembang dan Demak yang sudah memberikan jaminan sosial kepada pegawai pemerintah non-PNS termasuk kepada perangkat desa. Namun, menurut dia, alangkah sinergisnya bila jaminan sosial yang dibiayai oleh APBD tersebut juga bisa dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Segmen pekerja lain yang perlu mendapatkan jaminan yang dibiayai oleh APBD, menurut dia, antara lain petani, nelayan, pegawai nonformal, dan lainnya. "Pemda melalui BPJS Ketenagakerjaan bisa meng-'cover' jaminan kematian atau kecelakaan kerja melalui APBD," katanya.
Pewarta : Achmad Zaenal M
Editor : Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2025
Terkait
Pemerintah melalui BPJS Ketenagakerjaan berikan diskon 50 persen untuk iuran
10 January 2025 15:45 WIB
BPJS Ketenagakerjaan apresiasi Menteri Kebudayaan lindungi pelaku kebudayaan
07 January 2025 14:47 WIB
Delapan kelurahan terima penghargaan Sadar BPJS Ketenagakerjaan Kota Semarang 2024
27 December 2024 15:19 WIB
Terpopuler - Makro
Lihat Juga
Aerotrans dan Geotab kolaborasi tingkatkan keamanan, efisiensi, dan keberlanjutan sektor logistik
07 January 2025 14:54 WIB