Purwokerto (ANTARA) - Hujan baru saja berhenti pada pukul empat sore, ketika seorang perempuan meremas roti bulat di depannya dengan sekuat tenaga hingga mengerut. Namun bagaikan mainan squishy yang digemari anak-anak, roti tersebut kembali mengembang ke bentuk semula hanya dalam hitungan menit.

Roti tersebut memang bukan sembarang roti karena merupakan salah satu varian roti manis produksi Toko Roti Go yang diperkirakan telah berdiri sejak tahun 1898, lebih dari satu abad.

Dan perempuan tadi bernama Rosani Wiogo, dia dan suaminya Pararto Widjaya merupakan penerus usaha roti yang terletak di Jalan Jendral Soedirman Nomor 724, Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.

Rosani menjelaskan roti manis yang dia remas tadi telah berusia sekitar empat hari, namun kondisinya masih bagus dan belum ada tanda-tanda berjamur, kendati teksturnya sudah mulai mengering. Roti tersebut dibuat menggunakan bahan-bahan alami tanpa pengawet dan pengembang sehingga tetap terjaga kualitasnya.

Dan rahasia dari semua itu adalah resep leluhur yang turun temurun berupa biang roti. Jauh sebelum diuleni, pembuatan Roti Go dimulai dari biang roti yang diberi "makan" untuk nantinya mengembang dan tercipta adonan yang siap diproses.

Pemberian makan tadi merupakan suatu istilah yang disebut untuk proses penambahan tepung terigu dan air ditambah sedikit gula pada biang roti. Biang yang sudah diberi makan tersebut akan diletakkan dalam wadah khusus dan dibiarkan hingga mengembang, lalu terciptalah adonan baru.

Sebagian besarnya langsung diproses menjadi berbagai varian roti dan sebagian kecilnya disimpan lagi, untuk diberi makan lagi keesokan harinya. Begitu terus rantai pembuatannya hingga saat ini, sehingga biang roti resep keluarga itu terus "hadir" di masa sekarang dan dinikmati dalam bentuk roti lezat yang disukai banyak kalangan.

Salah satu alasan Roti Go masih berdiri hingga saat ini meskipun telah banyak gerai roti baru yang bermunculan adalah karena memiliki ciri khas yang terus dipertahankan keasliannya. Selain tentunya, ciri khas lain yang dapat membuat ketagihan, mulai dari teksturnya yang lembut, kekenyalannya yang pas hingga rasanya yang menggugah selera.

Roti tersebut bercita rasa klasik dengan keharuman yang menggiurkan. Ibarat menelan sepotong roti yang sekaligus membangkitkan sepotong kenangan dari masa kecil.

Rosani Wiogo, penerus usaha Roti Go. (ANTARA/Wuryanti Puspitasari)


Gelombang Kenangan
Toko Roti Go didirikan oleh nenek dari Rosani Wiogo yang bernama The Pake Nio. Tidak banyak yang dia tahu tentang leluhurnya itu, hanya potongan-potongan cerita yang menyatu menjadi gelombang-gelombang kenangan yang tertinggal di mesin-mesin roti dan tungku tua yang masih tersimpan rapi di dapur Roti Go.

"Sejak ayah saya lahir mesin-mesin roti ini sudah ada, ayah saya lahir tahun 1911 dan ayah saya merupakan anak bungsu dari nenek," katanya.

Kendati toko tersebut kini sudah memiliki beberapa mesin-mesin baru, sisa-sisa dari masa lalu tetap disimpan dengan baik, sebagai pengingat bahwa ada warisan leluhur yang perlu tetap dijaga keasliannya.

Sepanjang masa kecilnya, dia selalu mendengar cerita yang diulang-ulang mengenai sang nenek, sosok perempuan tangguh yang berhasil menciptakan resep roti lezat dengan cara belajar sendiri.

"Nenek meninggal tahun 1945 di usia 77 tahun, itu berdasarkan surat kematiannya. Nenek mendirikan toko roti ini dengan cara belajar sendiri dan berhasil menciptakan roti yang padat dan mengenyangkan dengan rasa yang lezat," katanya.

Dia mengakui bahwa resep sang nenek membuat Roti Go cukup terkenal di kota Purwokerto, bahkan sejumlah pejabat daerah dan orang terkenal sudah pernah mampir ke tokonya.

"Artis Pangky Suwito pernah berbelanja di sini, pegawai saya bahkan sempat memotret beliau sewaktu mampir ke toko," katanya seraya tersenyum.

enyuman tersebut seakan menyiratkan kebahagiaan karena resep leluhurnya pada saat ini masih hadir dalam bentuk roti tradisional yang dilengkapi dengan berbagai isian variatif mulai dari durian, kelapa, kacang hijau, cokelat, keju, srikaya, hingga daging cincang dan masih banyak lagi.

Roti durian menjadi salah satu yang paling favorit banyak banyak orang. Collin (32) warga Pabuaran, Purwokerto mengatakan dirinya sering kehabisan roti durian karena stok yang terbatas.

"Seringnya kehabisan roti durian, jadi harus datang tepat saat roti tersebut baru selesai dipanggang, itu sekitar jam 1 hingga jam 2 siang, kalau lebih dari itu biasanya kehabisan," katanya.

   

Benar saja, pewarta Antara mencoba mencicipi roti durian tersebut. Perpaduan antara roti yang lembut dan kenyal serta buah durian asli dengan taburan sedikit gula pasir di atasnya langsung lumer di mulut, apalagi jika dikonsumsi dalam kondisi hangat, baru selesai dipanggang.

Roti durian dan roti lainnya itu terpajang cantik dalam etalase-etalase kaca berlampu kuning yang berjejer rapi di dalam area bangunan yang juga tidak kalah bersejarah.

Dari luar, aroma roti yang baru selesai dipanggang menyeruak dan menyatu dengan aroma tanah basah selepas hujan.

Seakan menegaskan bahwa Roti Go ingin terus menawarkan roti penuh kenangan yang dapat dinikmati berbagai kalangan.