Dua tersangka itu, yakni anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Rizal Djalil (RIZ) dan Komisaris Utama PT Minarta Dutahutama Leonardo Jusminarta Prasetyo (LJP).
Baca juga: Retribusi pasar di Temanggung jadi temuan BPK
"Dalam perkembangan proses penyidikan dan mengamati fakta persidangan, KPK menemukan bukti permulaan yang cukup tentang dugaan keterlibatan pihak lain baik pemberi selain pihak PT WKE (Wijaya Kusuma Emindo) dan PT TSP (Tashida Sejahtera Perkasa) ataupun penerima lain dalam tindak pidana korupsi suap terkait dengan pelaksanaan proyek pada Kementerian PUPR," ucap Wakil Ketua KPK Saut Situmorang saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Rabu.
Dalam pengembangan perkara ini, lanjut Saut, ditemukan dugaan aliran dana 100 ribu dolar Singapura pada salah satu anggota BPK RI dari pihak swasta tersebut.
Sebagai pihak penerima, Rizal disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan sebagai pihak pemberi, Leonardo disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Baca juga: BPK: Laporan bantuan keuangan tujuh parpol di Kudus belum beres
Sebelumnya terkait kasus SPAM itu, kata Saut, KPK mengidentifikasi sebaran aliran dana yang masif pada sejumlah pejabat di Kementerian yang seharusnya mengurus sebaik-baiknya kepentingan dasar masyarakat ini.
Dalam proses penyidikan hingga persidangan sebelumnya, sekitar 62 orang pejabat di Kementerian PUPR dan pihak lainnya telah mengakui menerima dan mengembalikan uang dengan total Rp26,74 miliar.
"Kami menduga masih terdapat aliran dana lain yang belum diakui oleh para pejabat di beberapa instansi terkait. Diduga sekitar Rp100 miliar dialokasikan pada sejumlah pihak," ujar Saut.
Perkara itu berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh KPK pada 28 Desember 2018.
Dalam kegiatan tangkap tangan itu, KPK mengamankan barang bukti berupa uang senilai Rp3,3 miliar, 23.100 dolar Singapura, dan 3.200 dolar AS atau total sekitar Rp3,58 milar.
Saat itu, KPK menetapkan delapan orang sebagai tersangka, yaitu sebagai pihak penerima masing-masing Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) SPAM Strategis Wilayah IIA Donny Sofyan Arifin, PPK Pembangunan SPAM Strategis Wilyah IB Meina Woro Kustinah, Kepala Satuan Kerja Tanggap Darurat Permukiman Pusat Teuku Mochammad Nazar, dan Kepala Satuan Kerja merangkap PPK Ditjen Cipta Karya Kementerian PUPR Anggiat P Nahot Simaremare.
Selanjutnya sebagai pihak pemberi, yaitu Direktur Utama PT Wijaya Kusuma Emindo (WKE) Budi Suharto, Lily Sundarsih W yang merupakan istri Budi atau Direktur Keuangan PT WKE, Irene Irma yang merupakan anak Budi atau Direktur Utama PT Tashida Sejahtera Perkasa (TSP), dan Direktur PT WKE sekaligus Project Manager PT TSP Yuliana Enganita Dibyo.
"Mereka telah diproses di persidangan pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PN Jakarta Pusat. Sebagian telah berkekuatan hukum tetap dan dilakukan eksekusi," kata Saut.
Dari OTT dengan nilai barang bukti sekitar Rp3,58 miliar tersebut, ucap Saut, KPK mengungkap sejumlah alokasi untuk aliran dana lain hingga berjumlah sekitar Rp100 miliar dan menguak praktik korupsi massal yang terjadi terkait proyek air minum tersebut.