Magelang (ANTARA) - Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyampaikan bahwa kebiasaan merokok di lingkungan keluarga bisa berdampak terhadap kekerdilan (stunting) pada anak.

"Kebiasaan merokok di lingkungan keluarga, baik suami maupun istri, bisa berpengaruh terhadap stunting (anak) karena stunting ini serangannya dimulai ketika anak berada dalam kandungan," kata Muhadjir Effendi saat menjadi pembicara kunci dalam webinar yang diselenggarakan Universitas Muhammadiyah Magelang (Unima) dengan tema "Indonesia Merdeka-Refleksi Tanggung Jawab Pemerintah dalam Penanganan COVID-19 serta Pengendalian Tembakau dalam pencapaian tujuan SDGs" di Magelang, Selasa.

Muhadjir mengatakan itu sudah terbukti, ibu perokok juga berpengaruh terhadap bayi atau janin yang ada dalam kandungan. Suami perokok juga menciptakan perokok pasif bagi istri yang akan berpengaruh terhadap janin.

"Kalau janinnya sudah terpapar rokok, jangan berharap pertumbuhan berikutnya sempurna, ketika anak sudah sampai pada usia produktif," katanya.

Menurut dia, usia 18 tahun ke bawah, sejak dari janin, ancaman rokok salah satunya menjadi faktor yang bisa menghambat upaya membangun manusia Indonesia, yaitu manusia produktif, berdaya saing tinggi, memiliki kemampuan intelektual, maupun kemampuan kecakapan keterampilan yang baik serta akhlak yang mulai.

Oleh karena itu, katanya, pada usia dini harus ditanamkan dengan kebiasaan baik yang diperlukan pada usia antara 3 hingga 5 tahun.

Menurut dia, salah satu pembiasaan yang sangat berbahaya adalah ketika anak-anak mulai melihat orang tuanya atau tetangganya merokok, bahkan mungkin mereka juga mulai mencoba-coba merokok jadi faktor kebiasaan.

"Oleh karena itu, sejak dini anak-anak harus mulai dikenalkan tentang bahaya merokok," katanya.

Pada tingkat SD, anak-anak sudah mulai mencoba untuk merokok ketika keluarganya atau siap saja yang punya pengaruh signifikan terhadap anak itu, kalau dia berperilaku merokok, mereka juga sudah mulai merokok.

"Saya ada pengalaman masa kecil, saya punya saudara dan dia dinas sebagai pelaut waktu itu. Kalau pulang sering membawa rokok, saya sering diajari merokok, jadi saya mulai tertarik merokok pada usia SD. Ini pengalaman saya, contoh yang tidak baik," katanya.

Ia menuturkan alhamdulillah dirinya tidak jadi perokok itu serba kebetulan, pertama lingkungan keluarga karena ayahnya memang bukan perokok. Kedua kebetulan ketika masuk SMP ikut bela diri dan gurunya tidak mengizinkan muridnya merokok.

"Hal tersebut kemudian membuat saya menjadi orang bukan perokok. Ini perlu saya sampaikan, karena penting pada usia anak tersebut yang namanya contoh, keteladanan yang baik terutama untuk sikap negatif terhadap perokok itu penting ditanamkan sejak anak usia dini," katanya.

Baca juga: Pandemi COVID-19 momentum tepat berhenti merokok

Baca juga: Arsul Sani imbau larangan merokok di gedung DPR RI