Kudus (ANTARA) - Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) meminta pemerintah membatalkan rencana pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada sembako yang tertuang dalam rancangan revisi Undang-Undang Nomor 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

"Kami dengan tegas menolak jika rencana tersebut benar-benar diterapkan karena akan memberatkan kehidupan petani," kata Sekjen DPN APTRI M Nur Khabsyin di Kudus, Jumat.

Ia berharap kebijakan tersebut dikaji ulang, terlebih saat ini masih masa pandemi dan situasi perekonomian sedang sulit. Keputusan tersebut akan berimbas ke seluruh Indonesia dan membuat gaduh masyarakat, terutama masyarakat petani.

Dalam draf beleid tersebut, komoditas gula konsumsi menjadi salah satu barang kebutuhan pokok yang dihapus dalam kelompok jenis barang yang tidak dikenai PPN, sehingga gula konsumsi akan dikenakan PPN. Sebelum tahun 2017 gula konsumsi sudah dikenakan PPN, namun protes petani tebu dengan unjuk rasa di Jakarta.

Akhirnya, sejak 1 September 2017 gula konsumsi dibebaskan dari PPN. Saat itu petani beralasan  gula termasuk sembako sama seperti beras.

Pengenaan PPN, kata Khabsyin, dipastikan akan merugikan seluruh petani tebu yang ada di Tanah Air karena pengenaan PPN terhadap gula konsumsi pada ujungnya akan menjadi beban petani sebagai produsen.

"Pedagang akan membeli gula tani dengan memperhitungkan beban PPN yang harus dibayarkan. Ini tentu akan berdampak pada harga jual gula tani," ungkapnya.

Misal, saat ini harga jual gula di tingkat petani hanya laku Rp10.500/kg, apabila dikenakan PPN 12 persen maka yang diterima petani tinggal Rp9.240/kg. Sedangkan biaya pokok produksinya mencapai Rp11.500/kg sehingga selisihnya cukup besar. Padahal tahun 2020 gula tani laku Rp11.200/kg tanpa ada PPN.

Dasar pengenaan PPN sembako karena harga pangan naik 50 persen sehingga ada kenaikan Nilai Tukar Petani (NTP), kata Khabsyin, tak berdasar karena sekarang ini harga pangan justru turun.

Contohnya harga gula konsumsi turun dibanding tahun lalu karena impor kebanyakan dan daya beli menurun. Kalaupun terpaksa menarik PPN seharusnya gula milik perusahaan-perusahaan/pabrik gula karena mereka sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), bukannya gula milik petani.

Selama ini petani tebu sudah dihadapkan pada beragam kebijakan yang memberatkan seperti pengurangan subsidi pupuk, rendahnya HPP gula hingga maraknya gula impor yang beredar di pasaran. Hal tersebut sudah membuat petani tebu menjadi tertekan.

Baca juga: Naikkan PPN dinilai tidak tepat untuk saat ini