22 napi Rutan Batang dapat asimilasi
Kamis, 15 Juli 2021 21:18 WIB
Kepala Rumah Tahanan Kelas IIB Kabupaten Batang Rendra Wardhana berfoto bersama dengan 22 warga binaan pemasyarakatan yang mendapat asimilasi, Kamis (15/7/2021). ANTARA/HO-Humas Rutan Batang
Batang (ANTARA) - Rumah Tahanan Kelas II-B Kabupaten Batang, Jawa Tengah, memberikan asimilasi kepada 22 warga binaan pemasyarakatan (WBP) di rumahnya masing-masing sebagai upaya menekan dan meminimalisasi penyebaran COVID-19.
Kepala Rutan Kabupaten Batang Rindra Wardana di Batang, Kamis, mengatakan bahwa asimilasi WBP tersebut tertuang pada Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor 24 Tahun 2021 dengan tujuan untuk pencegahan penyebaran COVID-19.
"Asimilasi tersebut diberikan pada WBP sudah menjalani 2/3 masa pidana-nya sebelum 31 Desember, bukan pelaku kejahatan yang meresahkan masyarakat seperti pembunuhan berencana, kejahatan pada anak, pencurian dengan kekerasan, tindak asusila, dan residivis," papar-nya.
Menurut dia, keputusan tersebut sebagai wujud kepedulian Kementerian Hukum dan HAM terhadap penanganan COVID-19.
"Dalam hal ini, semua harus bekerja sama antara pengadilan, kejaksaan, dan pihak terkait lainnya dengan memberikan penguatan-penguatan terhadap 22 WBP yang diberikan kesempatan asimilasi di rumah," ujarnya.
Rindra mengatakan pemberian asimilasi ini upaya untuk menjadikan pribadi yang mandiri pada WBP dan menekan penyebaran COVID-19 yang kini cenderung meningkat.
Saat ini, kata dia, kapasitas ruang tahanan dengan jumlah narapidana tidak seimbang bisa berdampak terhadap penyebaran COVID-19 di rutan.
Menurut dia, bagi WBP yang mendapat asimilasi diwajibkan melaporkan diri kepada perangkat desa setempat sebelum sampai di rumah.
"Nantinya, pemerintah desa akan mengarahkan hal-hal yang harus dilakukan karena sudah menjadi bagian dari masyarakat. Kalau mereka memang harus menjalani isolasi mandiri selama 14 hari ya harus dipatuhi," tutur-nya.
Selain itu, kata dia, mereka saat menjalani asimilasi di rumah juga memiliki kewajiban untuk lapor secara virtual.
"Akan tetapi, bagi mereka yang kurang piawai menggunakan gawai akan didata untuk mendapatkan sarana khusus. Kami akan berkoordinasi dengan aparat desa agar ikut memberikan pengawasan kepada penerima asimilasi itu," katanya.
WBP penerima asimilasi Edi Sutiawan mengatakan dirinya merasa bahagia mendapat kesempatan untuk menjalani asimilasi di rumah.
"Saya senang akhirnya bisa berkumpul kembali dengan keluarga meski harus menjalani cek kesehatan melapor ke perangkat desa karena COVID-19 belum usai," ucap-nya.
Ia menyatakan dirinya siap untuk melaksanakan wajib lapor secara virtual, apalagi data data dan nomor ponsel juga sudah terdata di pihak rutan.
"Yang jelas, saya bersyukur bisa mendapat asimilasi dan tidak akan mengulangi perbuatan yang sama," katanya.
Kepala Rutan Kabupaten Batang Rindra Wardana di Batang, Kamis, mengatakan bahwa asimilasi WBP tersebut tertuang pada Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor 24 Tahun 2021 dengan tujuan untuk pencegahan penyebaran COVID-19.
"Asimilasi tersebut diberikan pada WBP sudah menjalani 2/3 masa pidana-nya sebelum 31 Desember, bukan pelaku kejahatan yang meresahkan masyarakat seperti pembunuhan berencana, kejahatan pada anak, pencurian dengan kekerasan, tindak asusila, dan residivis," papar-nya.
Menurut dia, keputusan tersebut sebagai wujud kepedulian Kementerian Hukum dan HAM terhadap penanganan COVID-19.
"Dalam hal ini, semua harus bekerja sama antara pengadilan, kejaksaan, dan pihak terkait lainnya dengan memberikan penguatan-penguatan terhadap 22 WBP yang diberikan kesempatan asimilasi di rumah," ujarnya.
Rindra mengatakan pemberian asimilasi ini upaya untuk menjadikan pribadi yang mandiri pada WBP dan menekan penyebaran COVID-19 yang kini cenderung meningkat.
Saat ini, kata dia, kapasitas ruang tahanan dengan jumlah narapidana tidak seimbang bisa berdampak terhadap penyebaran COVID-19 di rutan.
Menurut dia, bagi WBP yang mendapat asimilasi diwajibkan melaporkan diri kepada perangkat desa setempat sebelum sampai di rumah.
"Nantinya, pemerintah desa akan mengarahkan hal-hal yang harus dilakukan karena sudah menjadi bagian dari masyarakat. Kalau mereka memang harus menjalani isolasi mandiri selama 14 hari ya harus dipatuhi," tutur-nya.
Selain itu, kata dia, mereka saat menjalani asimilasi di rumah juga memiliki kewajiban untuk lapor secara virtual.
"Akan tetapi, bagi mereka yang kurang piawai menggunakan gawai akan didata untuk mendapatkan sarana khusus. Kami akan berkoordinasi dengan aparat desa agar ikut memberikan pengawasan kepada penerima asimilasi itu," katanya.
WBP penerima asimilasi Edi Sutiawan mengatakan dirinya merasa bahagia mendapat kesempatan untuk menjalani asimilasi di rumah.
"Saya senang akhirnya bisa berkumpul kembali dengan keluarga meski harus menjalani cek kesehatan melapor ke perangkat desa karena COVID-19 belum usai," ucap-nya.
Ia menyatakan dirinya siap untuk melaksanakan wajib lapor secara virtual, apalagi data data dan nomor ponsel juga sudah terdata di pihak rutan.
"Yang jelas, saya bersyukur bisa mendapat asimilasi dan tidak akan mengulangi perbuatan yang sama," katanya.
Pewarta : Kutnadi
Editor : Immanuel Citra Senjaya
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Terpopuler - Hukum dan Kriminal
Lihat Juga
Kos-kosan di Kelurahan Mewek Purbalingga jadi lokasi prostitusi daring, polisi tangkap dua orang
13 November 2024 15:16 WIB