Semarang (ANTARA) - Di antara banyak namanya yang tersohor, Lasem, kota di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, sejak lama dikenal sebagai Kota Batik yang masyhur setidaknya pada abad 18.
Batik Lasem (Laseman) memiliki sejarah panjang sejak masa Majapahit hingga era kedatangan Cheng Ho ke Nusantara abad 15.
Batik Lasem merupakan hasil akulturasi masyarakat Jawa, Tionghoa dan Eropa, sehingga kekhasan batik Lasem terletak pada motifnya yang unik, mulai dari motif lok can, burung hong, naga, hingga sekar jagad, buketan, kendoro kendiri, grinsing, kawung, lerek dan lainnya; dan warnanya yang berani, seperti warna merah darah ayam yang terkenal sebagai ‘getih pitik’ representasi budaya Tionghoa, biru indigofera sebagai representasi budaya Eropa (Belanda), hingga coklat soga/tegeran sebagai perlambang budaya Jawa. Akar sejarah batik Lasem telah tercatat dalam Kolonial Verslaag tahun 1892 dengan nama ‘batik warna-warni’ warna merah biru soga yang diduga sebagai asal muasal ‘batik tiga negeri’ di Hindia Belanda.
Batik Lasem mengalami masa kejayaan yang paripurna sekitar awal abad 19. Ditandai dengan diekspornya batik Lasem hingga ke beberapa negara Asia, seperti Singapura, Thailand hingga Suriname. Namun, seiring perkembangan zaman dan berlalunya waktu, batik Lasem berada dalam situasi stagnan dan bersikeras bertahan. Hasil riset Yayasan Lasem Heritage yang dilakukan oleh Agni Malagina menunjukkan adanya beberapa masa krusial dalam perkembangan perubahan desain motif batik Lasem pada tahun 1890an, 1930an, 1942 – 1945, 1965 – 1970, 1980-1990, dan masa tahun 2000an terutama setelah Batik Indonesia menjadi Warisan Dunia (UNESCO). Pandemi Covid-19 pada 2020 hingga 2022 pun semakin mempersulit upaya batik Lasem untuk keluar dari zona keterpurukan.
Kartini Bangun Negeri (Kabari) dari Rembang gagasan dari Bank Indonesia bekerja sama dengan Yayasan Lasem Heritage diresmikan pada 25 Oktober 2022 sebagai komitmen dari kedua belah pihak yang fokus pada pelestarian batik Lasem. Kabari dari Rembang ini merupakan program pendampingan yang tidak hanya mendorong produktivitas para pembatik di Lasem, tetapi juga berorientasi pada penguatan ekosistem batik Lasem, proses regenerasi, dan diversifikasi produk batik Lasem yang berkonsep ekonomi sirkular dan konsep hijau ramah lingkungan. Hari ini, 21 April 2023, Kabari dari Rembang merayakan tepat 1 tahun inisiasi program yang digagas oleh Bank Indonesia dan Yayasan Lasem heritage.
Saat ini Bank Indonesia dan Yayasan Lasem Heritage dengan dukungan beberapa pihak pemangku kepentingan di Kabupaten Rembang mengadakan Kompetisi Desain Motif Batik Lasem 2023 yang dilaksanakan sejak 5 April hingga 5 Juni.
“Kompetisi desain motif batik menggunakan warisan budaya dan sejarah Lasem sebagai inspirasi penciptaan karya, menggerakkan perekonomian rakyat dan memperkuat tradisi dengan inovasi kreatif serta memberi semangat baru untuk generasi muda dalam merawat warisan budaya,” ujar Rahmat Dwi Saputra, Kepala Bank Indonesia Kantor Perwakilan Daerah Jawa Tengah.
Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa kompetisi tersebut akan turut berkontribusi memperkuat ekosistem batik Lasem dalam konteks ekonomi sirkular, terutama pada masa pemulihan ekonomi mikro pasca pandemi.
Pelaksana kegiatan kompetisi Ernitha Angelia mengungkapkan bahwa kompetisi ini dilaksanakan dalam jangka waktu 2 bulan.
“Biasanya kompetisi desain batik seperti ini dilaksanakan sehari dua hari. Namun kami bersama BI merancang selama 2 bulan untuk memberikan kesempatan pada peserta mengimplementasikan dan mewujudkan desainnya pada selembar kain.
Kompetisi ini dimulai dari seleksi umum terhadap konsep desain dan gambarnya. Lalu akan dipilih enam besar yang akan diberi kesempatan bantuan dana untuk mewujudkan karyanya dan akan dipilih peringkat pemenangnya oleh tujuh orang juri.
Panjang tahapannya, peserta ibarat membuat proposal pitch deck yang harus menggambarkan hulu hilir, mulai ide hingga rencana pasar yang akan menyerap karyanya. Jadi harus dapat diaplikasikan dan masuk pasar pada akhirnya,” ujar Ernitha.
Kompetisi ini dimulai pada tanggal 5 April merupakan tanggal simbol Kartini anak kelima dari 11 bersaudara kandung dan tiri, diakhiri pada tanggal 5 Juni pada perayaan Hari Bank Indonesia.
“Pastinya peserta harus meriset batik Lasem, melihat Lasem itu seperti apa, di mana, bagaimana sejarah batik dan kotanya, lalu bagaimana aspek-aspek itu masuk dalam desain. Kompetisi ini juga untuk mengenang kontribusi Kartini, sosok penting di Kabupaten Rembang yang juga berjuang untuk ekraf batik serta ukiran pada masanya,”ungkap Ernitha.
Lebih lanjut ia mengungkap bahwa kompetisi desain batik Lasem diharapkan mampu menggugah semangat kreatif generasi muda desainer, rumah produksi batik, artisan untuk kreatif dengan motif-motif warisan budaya Lasem atau mengombinasikan motif lama dan baru dengan tetap mempertahankan identitas Lasem.
Berdasarkan riset Yayasan Lasem Heritage, sebuah yayasan berbasis di Lasem bergerak di bidang pelestarian dan pendidikan yang sekaligus sebagai pelaksana program pendampingan Kabari, beberapa tantangan sektor batik Lasem, antara lain seputar tidak terjadinya regenerasi (jumlah pembatik yang berkurang karena generasi muda memilih pekerjaan bergaji tetap/ UMR), dan tantangan berikutnya adalah meningkatkan akses generasi muda pada batik baik sebagai artisannya maupun sebagai konsumen dengan citarasa kekinian namun tetap mengakar pada tradisi batik Lasem.
Melihat permasalahan-permasalahan tersebut, Kabari dari Rembang melalui Kompetisi Desain Motif Batik Lasem berusaha membangkitkan gairah muda-mudi Lasem berkreasi dan diapresiasi oleh juri kompetisi yang terdiri dari Rahmat Dwisaputra (Kepala KPwBI Jawa Tengah), Ni Ketut Wardani Pradnya Dewi (Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Budaya, Kemendikbudristek), Didiet Maulana (Desainer IKAT Indonesia), Lina Handianto Tjokrosaputro (Batik Keris), Adityayoga (Institut Kesenian Jakarta), Hayuning Sumbadra (Desainer Adra World), Yahya Adi Sutikno (Batik White Peony).
Perwakilan juri menyampaikan bahwa ada beberapa aspek yang akan menjadi pertimbangan juri untuk memilih yang terbaik dari 119 peserta dari Jawa Barat, Jakarta, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur dan Sumatera Barat yang telah mendaftar kompetisi. “Aspek konsep, tehnik batik, dan estetik akan dinilai, paling banyak di indikator estetik yang terdiri dari motif dan warna serta harmoninya. Prinsip-prinsip desain tentunya akan sangat berpengaruh,”ujar Adityayoga.
Demikian pula aspek teknik batik akan menjadi penentu tambah Yahya Adi Sutikno, “mau diimplementasikan dalam bentuk apa desainnya: kain, sarung, selendang, ikat kepala, tokwi, semua ada prinsipnya. Mau menggunakan teknik apa saja? Tulis, kombinasi cap tulis? Seluruhnya akan memengaruhi indikator estetik,” jelas Yahya.
Lebih lanjut, para peserta diharapkan mampu mengaitkan konsep desain hingga rencana pasarnya imbuh Hayuning Sumbadra, ”kami melihat aspek keberlanjutannya. Konsep, inspirasi, narasi, keunikan, atau nilai penting karya, dan yang pasti desain tersebut direncanakan untuk pasar apa? Harus terkomunikasikan dalam konsep desain. Ini istimewanya kompetisi ini, karena desain hingga perwujudannya diharapkan bisa diserap pasar dan bahkan mungkin diproduksi ulang. Apalagi jika mampu mengaitkan dengan konsep keberlanjutan dan pelestarian lingkungan hidup.”
Ernitha menambahkan bahwa dalam perwujudan karya, peserta yang terpilih enam besar akan membuat kainnya bekerja sama dengan rumah batik di Lasem. “Batik Lasem ya salah satu cirinya dibuat di Lasem, melekat identitas geografisnya. Semoga kelak banyak kolaborasi kreatif terjadi di Lasem. Mari kita ikuti prosesnya,” pungkas Ernitha.
Untuk informasi lebih lanjut tentang program pendampingan KABARI dari Rembang, sila kontak kabaridarirembang@gmail.com. ***