Semarang (ANTARA) - Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang Jawa Tengah mengusulkan adanya pembebasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk aset tanah dan bangunan milik perguruan tinggi swasta (PTS).

"Kami mengusulkan pembebasan PBB untuk tanah dan bangunan milik PTS, juga pembebasan PBB untuk dosen dan guru," kata Rektor Unissula Semarang Prof Gunarto di Semarang, Senin.

Hal tersebut disampaikan Guru Besar Fakultas Hukum itu saat "Kumpul Bersama Unissula dan Capres Anies Rasyid Baswedan" di Unissula, Semarang.

Usulan pembebasan PBB bagi aset lahan dan bangunan PTS itu merupakan salah satu dari tujuh poin usulan yang pada kesempatan itu disampaikan kepada calon presiden nomor urut 1 Anies Baswedan.

Enam poin usulan lainnya, yakni penyelenggaraan penerimaan mahasiswa baru secara nasional bagi PTS dan perguruan tinggi negeri (PTN) secara bersama-sama.

Kemudian, pengalokasian formasi dan pendistribusian dosen aparatur sipil negara (ASN) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) di PTN dan PTS dengan jumlah yang sama.

Pengalokasian penerima beasiswa Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K), katanya, untuk PTS dan PTN harus seimbag berdasarkan akreditasi institusi.

Lalu, pengalokasian pemberian hibah penelitian PTN dan PTS seimbang, serta peningkatan jumlah guru besar nondosen bagi PTN dan PTS yang terakreditasi unggul.

Terakhir, Gunarto mengatakan adanya pemberian lapangan pekerjaan untuk lulusan PTN dan PTS dengan program padat karya.

"Ini masukan dari civitas akademika Unissula. Saya tidak boleh menambah, tidak boleh juga mengurangi," katanya.

Sementara itu, Anies Baswedan sepakat dengan usulan pembebasan PBB bagi kalangan perguruan tinggi, termasuk PTS untuk pengembangan pendidikan.

"Saya ini tinggal di Jakarta. Salah satu sebab kampus tidak membangun di dalam kota karena PBB-nya mahal. Bayangkan, mau bangun di pusat kota Jakarta diperlakukan sama seperti korporasi 'for' profit," katanya.

Padahal, kata dia, lulusan yang dihasilkan dari perguruan tinggi nantinya jauh lebih bisa berkontribusi pajak yang lebih besar kepada negara ketimbang saat mereka masih menjadi mahasiswa.

"Bayangkan kalau ada 1.000 mahasiswa satu angkatan. Lalu, mereka jadi sarjana-sarjana yang produktif. Itu 1.000 anak dengan kemampuan menciptakan nilai tambah itu bisa menyuplai pajak ke negara jauh lebih besar daripada dia menyuplai negara ketika jadi mahasiswa. Bebaskan saja (PBB, red.)," katanya.

Baca juga: "Polisi anak yatim" dapat gelar doktor kehormatan Unissula