Solo (ANTARA) - Pemerintah berupaya menekan angka backlog atau kebutuhan terhadap rumah melalui program subsidi fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP).

Kepala Divisi Penyaluran Pembiayaan Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) Alfian Arif pada gelar wicara yang diselenggarakan oleh Solopos Media Group (SMG) di Solo, Jawa Tengah, Rabu, mengatakan saat ini kebutuhan perumahan di Indonesia sebesar 9,6 juta unit.

Angka ini mengalami penurunan jika dibandingkan lima tahun lalu di mana angka kebutuhan rumah di dalam negeri sebanyak 12,7 juta unit.

Ia mengatakan penurunan tersebut salah satunya karena program kolaboratif yang dilakukan oleh BP Tapera dengan melibatkan banyak pihak.

Dengan upaya tersebut pihaknya optimistis pada tahun 2045 Indonesia bisa mencapai zero backlog.

"Kami optimistis tercapai, dengan cara subsidi. Jadi 1 juta rumah di pedesaan, 1 juta rumah di perkotaan, 1 juta rumah di pesisir," katanya.

Ia menilai langkah tersebut cukup efektif untuk menekan kebutuhan rumah oleh masyarakat. Jika dikategorikan berdasarkan pekerjaan, dikatakannya, pegawai swasta menjadi kelompok terbanyak pengakses pembiayaan FLPP, yakni sebesar 77,29 persen.

Sedangkan dari sisi kelompok usia, masyarakat dengan rentang umur 19-30 tahun menjadi kelompok terbesar pengakses pembiayaan FLPP.

Ia mengatakan mereka yang mengakses fasilitas ini kebanyakan dengan upah di kisaran Rp2juta-4 juta/bulan.

Sementara itu, sampai dengan saat ini masih ada sekitar 3.800 unit rumah yang bisa diakses oleh pegawai negeri sipil (PNS) melalui Tapera.

Secara keseluruhan, kuota rumah subsidi pada tahun ini sebanyak 166.000 unit. Angka ini turun jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebanyak 220.000.

Meski demikian, pemerintah akan menambah kuota FLPP sebanyak 34.000 unit.

Baca juga: Pengembang perumahan di Jateng minta tambahan kuota rumah bersubsidi