Otto sebut pengguna narkoba sebagai orang sakit
Sabtu, 9 November 2024 22:22 WIB
Wakil Menteri Koordinator Bidang Hukum HAM Imigrasi dan Pemasyarakatan Prof. Otto Hasibuan. (ANTARA/Zuhdiar Laeis)
Semarang (ANTARA) - Wakil Menteri Koordinator Bidang Hukum HAM Imigrasi dan Pemasyarakatan Prof. Otto Hasibuan menyebut bahwa pengguna narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba) sebagai orang yang sakit.
"Begini, 51 persen penghuni lapas (lembaga pemasyarakatan) itu ternyata adalah kasus narkoba, baik pengedar maupun pengguna," katanya, saat membuka Rapat Kerja Nasional Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) di Semarang, Sabtu.
Bagi pengedar narkoba, ia menegaskan sudah tidak ada toleransi bagi mereka sehingga harus dihukum dengan berat hingga hukuman mati.
"Kami lihat bahwa narkoba ini ada dua sisi. Kalau dia pengedar itu enggak ada toleransi, itu harus dihukum berat. Bahkan, ada yang dihukum mati. Itu tidak ada yang kami persoalkan," katanya.
Yang menjadi persoalan, kata dia, adalah pengguna narkoba, terutama pengguna di bawah umur dan pengguna baru yang mereka yang pertama kali masuk penjara.
"Kan kita tahu, mereka kecil masuk penjara, kadang-kadang keluarnya jadi lebih jahat. Sehingga, ada pemikiran bukankah sebenarnya pengguna narkoba itu adalah orang yang sakit," katanya.
Dengan demikian, kata dia, perspektif yang digunakan adalah bagaimana merehabilitasi atau menyembuhkan mereka, terutama para pengguna narkoba yang masih sangat muda atau pemula.
Jika mereka dipenjara, ia mengatakan perlu dikaji mengenai apakah langkah tersebut mampu menyelesaikan masalah dan menjamin mereka tidak mengulangi atau menjadi lebih jahat selepas keluar penjara.
"Kami melihat mereka sebagai warga negara. Bagaimana sakit itu sembuh sehingga ada pemikiran bagaimana kalau hal itu dapat direhabilitasi saja ya, tidak perlu dipenjara, kecuali pengedar," katanya.
Dari sisi anggaran, kata dia, negara juga harus mengeluarkan biaya yang besar untuk membiayai mereka di penjara.
"Ini (untuk) mereka pengguna yang masih kecil, yang pertama kali, yang masih sekolah. Masa depannya kan habis kalau dia di sana (dipenjara). Enggak ada untungnya. Negara juga rugi demi belanjain mereka di penjara," katanya.
Oleh karena itu, Otto meminta masukan berbagai organisasi profesi penegak hukum, termasuk Ikadin untuk membantu mencari solusi atas permasalahan tersebut.
"Di sini advokat berperan menginisiasi. Apakah kita sependapat bahwa para pengguna narkoba adalah orang sakit yang harus disembuhkan? Ini dulu titik berpikirnya. Kalau sepakat disembuhkan maka bukan hukuman penjara yang dijatuhkan, tapi rehabilitasi," katanya.
Nantinya, kata dia, jika mereka direhabilitasi tentu memerlukan anggaran pemerintah, sebab jika rehabilitasi dibebankan secara mandiri kepada yang bersangkutan belum tentu sanggup.
Baca juga: Prakiraan cuaca Semarang hari ini
"Begini, 51 persen penghuni lapas (lembaga pemasyarakatan) itu ternyata adalah kasus narkoba, baik pengedar maupun pengguna," katanya, saat membuka Rapat Kerja Nasional Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) di Semarang, Sabtu.
Bagi pengedar narkoba, ia menegaskan sudah tidak ada toleransi bagi mereka sehingga harus dihukum dengan berat hingga hukuman mati.
"Kami lihat bahwa narkoba ini ada dua sisi. Kalau dia pengedar itu enggak ada toleransi, itu harus dihukum berat. Bahkan, ada yang dihukum mati. Itu tidak ada yang kami persoalkan," katanya.
Yang menjadi persoalan, kata dia, adalah pengguna narkoba, terutama pengguna di bawah umur dan pengguna baru yang mereka yang pertama kali masuk penjara.
"Kan kita tahu, mereka kecil masuk penjara, kadang-kadang keluarnya jadi lebih jahat. Sehingga, ada pemikiran bukankah sebenarnya pengguna narkoba itu adalah orang yang sakit," katanya.
Dengan demikian, kata dia, perspektif yang digunakan adalah bagaimana merehabilitasi atau menyembuhkan mereka, terutama para pengguna narkoba yang masih sangat muda atau pemula.
Jika mereka dipenjara, ia mengatakan perlu dikaji mengenai apakah langkah tersebut mampu menyelesaikan masalah dan menjamin mereka tidak mengulangi atau menjadi lebih jahat selepas keluar penjara.
"Kami melihat mereka sebagai warga negara. Bagaimana sakit itu sembuh sehingga ada pemikiran bagaimana kalau hal itu dapat direhabilitasi saja ya, tidak perlu dipenjara, kecuali pengedar," katanya.
Dari sisi anggaran, kata dia, negara juga harus mengeluarkan biaya yang besar untuk membiayai mereka di penjara.
"Ini (untuk) mereka pengguna yang masih kecil, yang pertama kali, yang masih sekolah. Masa depannya kan habis kalau dia di sana (dipenjara). Enggak ada untungnya. Negara juga rugi demi belanjain mereka di penjara," katanya.
Oleh karena itu, Otto meminta masukan berbagai organisasi profesi penegak hukum, termasuk Ikadin untuk membantu mencari solusi atas permasalahan tersebut.
"Di sini advokat berperan menginisiasi. Apakah kita sependapat bahwa para pengguna narkoba adalah orang sakit yang harus disembuhkan? Ini dulu titik berpikirnya. Kalau sepakat disembuhkan maka bukan hukuman penjara yang dijatuhkan, tapi rehabilitasi," katanya.
Nantinya, kata dia, jika mereka direhabilitasi tentu memerlukan anggaran pemerintah, sebab jika rehabilitasi dibebankan secara mandiri kepada yang bersangkutan belum tentu sanggup.
Baca juga: Prakiraan cuaca Semarang hari ini
Pewarta : Zuhdiar Laeis
Editor : Heru Suyitno
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Saksi ungkap ada aliran dana ke BPK hingga anggota DPR dalam proyek JGSS 6
20 July 2023 16:23 WIB, 2023
Penetapan 8 tersangka kebakaran gedung Kejagung lewati proses panjang
24 October 2020 9:09 WIB, 2020
Purwokerto rekomendasikan Otto Hasibuan sebagai calon Ketum DPN Peradi
13 August 2020 19:42 WIB, 2020
Politician: Police should probe intellectual actors behind May 21-22 riots
25 May 2019 13:36 WIB, 2019
Terpopuler - Hukum dan Kriminal
Lihat Juga
Kemenkumham Jateng dampingi pemeriksaan indikasi geografis Kopi Arabika Java Semarang
16 December 2024 7:30 WIB