Kalimat doa berbahasa Pali itu diucapkan berulang-ulang saat beberapa menit sebelum umat Buddha yang berkumpul di pelataran Candi Mendut, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, memasuki detik-detik Waisak 2557 BE atau 2013 pada hari Sabtu (25/5).

Detik-detik Waisak jatuh pukul 11.24.39 WIB ditandai meditasi mereka selama beberapa saat dengan suasana persembahyangan yang dituntun oleh Wakil Koordinator Vidyaka Sabha Walubi Biksu Wongsin Labhiko Mahathera.

Ribuan umat juga bersama-sama mengucapkan beberapa kali kalimat pujian untuk Sang Buddha. Kalimat pujian itu, "Terpujilah Sang Buddha yang maha suci, yang telah mencapai penerangan sempurna".

Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha Kementerian Agama A. Joko Wuryanto menandai dimulai meditasi umat Buddha bersama para biksu dewan sangha Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) melalui pemukulan gong tiga kali.

Langit di atas Candi Mendut, sekitar 3 kilometer timur Candi Borobudur tampak cerah, sedangkan umat bersama para biksu, biksuni, samanera, dan samaneri berasal dari berbagai daerah di Indonesia serta sejumlah negara lainnya, duduk bersila di atas karpet sebelah selatan candi tersebut dengan sikap tangan yang disebut "anjali".

Di hadapan mereka altar utama berukuran besar dengan patung Sang Buddha Gautama berwarna kuning emas dan aneka hiasan, seperti rangkaian bunga dan buah serta lilin pancawarna.

Sebelumnya, para biksu berbagai dewan sangha Walubi secara bergantian mendaraskan doa, melantunkan parita dan mantra, diikuti umat dari setiap majelis agama Buddha dengan iringan tabuhan berbagai alat musik khas keagamaan Buddha sejenis lonceng, terompet, dan tambur.

Biksu Labhiko mengemukakan bahwa pentingnya umat Buddha selalu menjauhi perbuatan jahat, menambah kebajikan sebanyak-banyaknya, dan menyusikan hati serta pikiran.

"Tenangkan batin untuk membangun tekad pada hari Tri Suci Waisak ini. Tekad menjadi umat Buddha yang tanpa keraguan-keraguan pada hari yang bahagia ini," katanya.

Perayaan Waisak yang dalam perhitungan perputaran bulan, bertepatan dengan bulan purnama itu, untuk memperingati tiga peristiwa penting dalam agama Buddha, yakni kelahiran Pangeran Sidharta Gautama, pencapaian kesempurnaan Sang Buddha, dan wafat Buddha Gautama.

Pelaksana Tugas Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Walubi Arief Harsono mengatakan bahwa detik-detik Waisak sebagai momentum umat untuk merenungkan berbagai ihwal yang telah dilakukan selama setahun terakhir dengan berbagai perubahan apa yang telah muncul.

"Kita diajak untuk menyadari bahwa materi, jabatan, gelar bukan segala-galanya bila budi pekerti dan kearifan makin hilang dan terkikis," katanya.

Berbagai kemudahan termasuk akses informasi spiritual, kata dia, tidaklah cukup untuk membawa umat kepada jalan dharma. Mereka juga harus secara langsung mendengar dan bertemu dengan daya dharma untuk meningkatkan kebajikan dan membangun harmoni dengan sesama makhluk serta lingkungan alam.

Ketika kearifan, moralitas, dan kebajikan semakin merosot, kata dia, keagamaan hanyalah ritual yang membawa anggapan manusia bahwa dirinya sudah mencapai suatu tingkat kesucian dalam beragama.

Berbagai nilai tentang kearifan dan kebajikan, lanjut dia, harus ditumbuhkan terus-menerus oleh umat Buddha melalui jalan dharma agar kehidupan manusia makin berkualitas.

Dalam renungan Waisak 2013, Koordinator Dewan Sangha Walubi Biksu Tadisa Paramita Mahasthavira mengingatkan pentingnya umat memiliki pandangan benar, pikiran benar, dan motivasi yang benar dalam melakoni kehidupan fana ini.

Orang bodoh, katanya, menggunakan tubuh yang rapuh ini untuk kejahatan dan meneguk kenikmatan yang menciptakan ketagihan serta karma buruk yang makin luas, sedangkan orang bijaksana meminjam tubuh kepalsuan ini untuk membina diri dan mengumpulkan pahala kebajikan.

Kaum intelektual yang tidak menyadari kefanaan, menggunakan tubuh ini untuk mengejar ambisi dan kekayaan sehingga tidak luput dari siklus kelahiran dan kematian tanpa akhir.

"Orang arif menyadari 'kesunyataan' (kenyataan, red.) sehingga mempergunakan tubuh ini untuk menciptakan surga dan membimbing semua makhluk," kata Tadisa yang juga biksu senior dalam dewan sangha Walubi itu.

Umumnya orang bodoh, hanya takut menerima akibat buruk, orang bijaksana takut menanam karma buruk, sedangkan orang suci menyadari hukum karma dan tidak terpengaruh oleh buah karma.

Setelah menjalani meditasi detik-detik Waisak 2013, umat diajak bersemangat meningkatkan kesadaran untuk berbuat kebajikan dalam rengkuhan ajaran Sang Buddha.

"Dalam keheningan, ketulusan doa dipancarkan bersama, mengharapkan semua makhluk senantiasa mendapatkan bimbingan dan perlindungan dari Hyang Triratna Buddha, Dharma, dan Sangha," katanya.

Maka, prosesi berjalan kaki secara semarak dari Candi Mendut menuju Borobudur setelah mereka meditasi detik-detik Waisak itu, seakan menjadi pekabaran atas penguatan tekad umat Buddha untuk menempuh jalan kebajikan guna mencapai "candi agung" tersebut.