Pakta Integritas Rukun di Makam Pendiri Desa
Rabu, 14 Mei 2014 15:22 WIB
Prosesi ritual pembuka rangkaian Gelar Budaya Wanurejo 2014 di kompleks Makam Wanu Tejokusuma, cikal bakal desa setempat di kawasan Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Selasa (13/5) malam. (Hari Atmoko/dokumen).
Hujan yang turun sejak sore, baru reda selesai azan Isya. Suasana sekitar Umbul Tirta, satu mata air di areal persawahan desa setempat, agak gelap. Hanya instalasi beberapa pelita tetap menyala di sumber air di depan Balai Desa Wanurejo, Kecamatan Borobudur.
Muhzidin (45), seorang keturunan kerabat cikal bakal desa setempat, KGPH Wanu Tejokusuma, mengambil air dari umbul itu dengan menggunakan kendi.
Wanu Tejokusuma, adalah salah satu anak Raja Keraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono III. Wanu adalah pimpinan Laskar Samber Wulung, satu di antara seluruh kelompok prajurit di bawah Pangeran Diponegoro dalam perang melawan kolonial Belanda (1825-1830).
Wanu tinggal di tempat itu dan dimakamkan di desa setempat. Selanjutnya, masyarakat memberi nama daerah itu sebagai Desa Wanurejo. "Rejo" artinya makmur.
Saat ini, jumlah warga setempat yang juga salah satu desa wisata unggulan di kawasan Candi Borobudur sekitar 1.500 keluarga atau sekitar 4.250 jiwa. Pusat pemerintahan desa, terletak sekitar 700 meter timur Candi Borobudur.
Warga setempat, antara lain bekerja sebagai pelaku usaha wisata kawasan Candi Borobudur, pegawai, petani, dan perajin cenderamata.
Saat pengambilan air, Selasa (13/5) malam tersebut, Muhzidin alias Muhdor yang berpakaian adat Jawa, didampingi belasan orang lainnya dengan berkostum ala keprajuritan Jawa.
Sembilan kepala dusun di Desa Wanurejo mengiring mereka berjalan kaki dari Umbul Tirta ke Makam Wanu berjarak sekitar satu kilometer. Setiap kadus membawa kendil berisi tanah yang mereka ambil dari dusun masing-masing.
Para kadus itu, adalah Monahari (Dusun Brojonalan), Suparjo (Tingal Kulon), Asropi (Tingal Wetan), Mintara (Bejen), Marjono (Ngentak), Asrori (Soropadan), Oktofani Putrananda (Barepan), Rohadi (Jowahan), dan Rohmadi (Gedongan).
Hadir pada kesempatan itu, antara lain Kepala Desa Wanurejo Umi Aminah dan Kepala Seksi Kesenian Rakyat dan Tradisi Dinas Pariwisata Pemerintah Kabupaten Magelang Jumali.
Tabuhan kempul dan drum mengiringi prosesi yang juga menjadi pembuka rangkaian agenda tradisi "merti desa" atau bersih desa dalam tajuk "Gelar Budaya Wanurejo" (13-18 Mei 2014). Pada 2014, sebagai tahun ke-11 warga setempat menyelenggarakan "Gelar Budaya Wanurejo".
Gelar budaya itu, antara lain berupa prosesi ritual warga dari Umbul Tirta ke Makam Wanu, doa bersama lintas agama, pentas sendratari dan musik religi, gelar potensi kerajinan dan kuliner, kirab seni budaya, dan pentas berbagai kesenian tradisional kawasan Candi Borobudur.
Sejumlah warga desa setempat melakukan atraksi api yang disebut "Obar Abir" di sepanjang jalan dalam prosesi itu, sedangkan Muhzidin yang membawa kendi berisi air dari Umbul Tirta berjalan paling depan di antara para peserta lainnya.
Tarian keprajuritan disuguhkan kepada masyarakat dilanjutkan penyerahan tanah oleh setiap kadus kepada Muhzidin, untuk kemudian disatukan dengan air dari kendi. Muhzidin memimpin prosesi ritual itu dengan duduk bersila, di bawah tangga menuju makam Wanu Tejokusuma yang berbentuk bangunan joglo.
"Tanah dan air disatukan menjadi lambang kerukunan, persatuan, dan tekad warga untuk bersama-sama membangun kehidupan yang tenteram dan damai di desa kami ini," kata Ketua Panitia Gelar Budaya Wanurejo 2014 Bendrat.
Ia menyebut hidup rukun sebagai landasan penting yang terus menerus dipupuk oleh warga karena dipercaya dapat menguatkan semangat mereka membangun kehidupan yang lebih baik pada masa mendatang.
"Karena tantangan hidup makin kompleks, maka semangat hidup rukun harus terus menerus dikuatkan," katanya didampingi wakil ketua panitia Ganang Trilaksana.
Komitmen rukun mereka diunggah dalam prosesi ritual itu oleh Muhzidin (45), melalui tembang berlanggam "Pangkur Dhudakasmaran".
Para warga, tokoh desa dan sesepuh masyarakat setempat, termasuk beberapa turis mancanegara yang juga hadir pada kesempatan itu, terkesan menyimak tembang dalam iringan petikan siter tersebut.
Syair tembang itu, kira-kira mengingatkan masyarakat tentang hidup bersama yang harus selalu rukun, dilambangkan dengan penyatuan tanah dan air, serta selalu berdoa agar beroleh anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
Ungkapan lainnya, berisi tentang tanda bakti warga terhadap leluhur desa, yang diwujudkan melalui komitmen teguh untuk membangun hidup rukun.
"'Eyang Wanu, nyuwun lilah. Kawula ingkang lenggah tlatah punika, mugo katampia wayah ira, kanthi kalis ing sanubari' (Kira-kira terjemahan bebasnya, Simbah Wanu, kami yang tinggal di desa ini minta restu, terimalah bakti kami sampai sanubari, red.)," demikian diungkapkan oleh Muhzidin.
Setelah melantunkan tembang Jawa itu, ia mengatupkan kedua tangan sebagai tanda menyembah dan kemudian membungkuk ke arah makam cikal bakal Desa Wanurejo.
Gerimis turun setelah prosesi malam tersebut. Tetesan air gerimis, seakan menjadi tanda restu dari Tuhan atas pakta integritas warga setempat untuk selalu menjaga hidup rukun di kawasan Candi Borobudur.
Pewarta : M Hari Atmoko
Editor : M Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2025
Terkait
Kadiv Yankum: Pegawai harus tingkatkan integritas, komunikasi, dan kolaborasi
13 January 2025 9:57 WIB
Gelar Pengawasan Daerah Provinsi Jateng, KPK- Sekda Tekankan Integritas ASN
08 November 2024 13:43 WIB
Bawaslu Pekalongan ingatkan pengawas TPS agar jaga integritas dan profesional
04 November 2024 20:14 WIB
Tejo tekankan pentingnya profesionalitas dan integritas ASN Kemenkumham Jateng
02 September 2024 13:14 WIB
MTsN 1 Pati terima Penghargaan Madrasah Berpredikat ZI menuju WBK versi TPI
09 August 2024 12:53 WIB
Terpopuler - Spektrum
Lihat Juga
Inovasi sosial dalam industri perikanan, membangun kemitraan antara nelayan dan teknologi "cold storage"
30 December 2024 9:15 WIB