Logo Header Antaranews Jateng

Jalan Terjal Raperda Larangan Karaoke

Sabtu, 30 Mei 2015 18:50 WIB
Image Print
Petugas memeriksa tempat karaoke yang dirusak warga di Desa Harjosari, Tegal, Jateng, Rabu (3/7). Tempat karaoke dan cafe tersebut dirusak warga karena selain menjual minuman keras, juga sering menjadi tempat mabuk-mabukan. ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah

Munculnya kesan bahwa tempat karaoke identik dengan tempat maksiat dan mabuk-mabukan serta perzinahan, akhirnya mendorong pemda setempat mengeluarkan Perbup Nomor 12/2011 tentang Pengelolaan Hiburan Karaoke dan Pelarangan Hiburan Diskotik, Kelab Malam, dan Pub.

Berdasarkan perbub tersebut, karaoke sebaga fasilitas tambahan tidak boleh berbilik, melainkan dalam bentuk ruangan besar yang bisa dilihat oleh pengunjung lainnya.

Mayoritas pemilik karaoke melanggar aturan tersebut, karena izin tempat usaha kafe maupun rumah makan menjadi tempat hiburan karaoke.

Desakan masyarakat yang meminta adanya pelarangan tempat usaha karaoke, akhirnya direspons positif oleh anggota DPRD Kudus dengan memunculkan perda inisiatif tentang penataan karaoke.

Pembahasan rancangan peraturan daerah tentang penataan karaoke tersebut, dimulai sejak 2014, namun karena alasan waktu, akhirnya baru bisa dilanjutkan pada 2015.

Meskipun gelombang unjuk rasa meminta ranperda tersebut berbunyi pelarangan tempat usaha karaoke, ternyata dalam perjalanannya tidak juga berjalan dengan lancar, karena saat rapat dengar pendapat umum di DPRD Kudus juga muncul aksi tandingan yang menginginkan tempat usaha karaoke masih tetap ada.

Anggota DPRD Kudus dari Fraksi Kebangkitan Bangsa yang juga Anggota Pansus III Mukhasiron di Kudus, Sabtu, mengungkapkan mayoritas masyarakat memang menginginkan tidak adanya tempat usaha karaoke di Kudus karena identik sebagai tempat maksiat.

"Kami sebagai wakil rakyat tentu akan mengikuti keinginan masyarakat, terlebih bertujuan untuk kemaslahatan umat," ujarnya.

Selama tahapan pembahasan raperda yang mengatur soal karaoke, kata dia, berjalan dengan baik, termasuk saat meminta persetujuan Anggota Pansus III DPRD Kudus.

Hasilnya, kata dia, terdapat 13 dari 14 anggota yang menyetujui raperda tersebut.

"Kalaupun saat ini muncul isu bahwa raperda tentang karaoke tidak akan dimunculkan pada Rapat Paripurna DPRD Kudus yang dijadwalkan awal Juni 2015, kami memang belum mengetahui hal itu secara langsung," ujarnya.

Pada rapat pimpinan DPRD Kudus, kata dia, juga disampaikan laporan dari tiga pimpinan pansus terkait dengan pembahasan raperda dari masing-masing pansus, termasuk agenda kunjungan kerja, bimtek, dan konsultasi terkait penyusunan raperda masing-masing.

Perlu diingat, kata dia, kepemimpinan di tingkat pansus merupakan kolektif kolegial dan disepakati pula 12 raperda, termasuk di dalamnya soal karaoke di tingkat pansus, sehingga tidak ada alasan mendesak raperda tentang Karaoke tidak diajukan ke Rapat Paripurna DPRD Kudus.

Bahkan, lanjut dia, dalam tahapan pembahasan yang dilalui selama ini, tidak ditemukan adanya cacat pembahasan karena ditempuh sesuai mekanisme.

Dalam tata tertib DPRD Kudus, kata dia, tidak ada yang menerangkan pimpinan menolak atau menunda hasil pansus secara resmi, terkecuali dalam pembahasannya menemui jalan buntu.

Anggota DPRD Kudus Nur Khabsyin menambahkan dalam pembahasan raperda karaoke memang muncul pendapat yang berbeda, karena satu pihak menginginkan tempat usaha tersebut tetap berjalan, sedangkan pihak lain menginginkan adanya pelarangan karena banyak pertimbangan.

Aspirasi mayoritas masyarakat Kudus, kata dia, menginginkan tempat usaha karoke dilarang dan Pansus III DPRD Kudus juga sudah memutuskan adanya pelarangan diskotik, kelab malam, pub, dan karaoke.

Uji Materi
Menurut Nur Khabsyin, masyarakat yang tidak sepakat dengan raperda tersebut, dipersilakan melakukan uji materi karena masyarakat juga punya hak untuk menyampaikan keberatan.

"Nantinya, lembaga berwenang yang akan menilai raperda tersebut bernilai atau tidak," ujarnya.

Ia berharap, masyarakat memahami bahwa tidak semua daerah harus memiliki tempat hiburan karaoke, mengingat karakteristik masing-masing daerah berbeda-beda.

Di dalam undang-undang tentang pariwisata, kata dia, tidak ada perintah menyediakan karaoke.

"Kalaupun isu raperda karaoke akan ditunda, pengusulannya di rapat paripurna nantinya karena alasan adanya hasil konsultasi dengan pemerintah, tentunya tidak bisa mengubah apapun," ujarnya.

Hasil konsultasi secara lisan, kata dia, tidak bisa dijadikan dasar hukum, terkecuali diterima secara tertulis.

Artinya, kata dia, hal demikian tidak bisa membuat pimpinan dewan menunda pengesahannya karena tidak ada dasar hukumnya.

Anggota DPRD Kudus dari Fraksi PDI Perjuangan Agus Imakhudin yang juga Ketua Komisi C menegaskan sejak awal, Fraksi PDI Perjuangan menolak keberadaan tempat usaha karaoke.

"Munculnya dinamika baru setelah ada forum konsultasi, tidak bisa menunda pengajuan raperda karaoke tersebut ke rapat tertinggi di DPRD mengingat pembahasannya juga sesuai mekanisme," ujarnya.

Kalaupun raperda tersebut bertolak belakang dengan UU, kata dia, nantinya juga ada proses amputasi seperti halnya yang terjadi saat ini kemendagri mencatat 2.000 perda yang diamputasi karena tidak sesuai ketentuan.

Jika hal demikian terjadi, dia berharap masyarakat juga memakluminya.

Munculnya isu raperda tentang karaoke tidak akan diusulkan pada Rapat Paripurna DPRD Kudus pada 1 Juni 2015, sejumlah anggota DPRD Kudus dari lintas fraksi menggelar dukungan tanda tangan, yakni dari Fraksi PPP, PAN, PDI Perjuangan, PKS, Gerindra, dan Hanura.

Tercatat ada 14 anggota DPRD Kudus yang membubuhkan tanda tangan agar raperda tentang karaoke diusulkan pada rapat paripurna untuk mendapatkan pengesahan.

Selain itu, beberapa anggota dewan yang kebetulan di luar kota juga menyatakan dukungannya, meskipun belum membubuhkan tanda tangannya.

PK Tuntut Pekerjaan
Dampak adanya pelarangan karaoke, salah satunya dialami para pekerja yang biasa disebut pemandu karaoke (PK) yang bakal menganggur.

Para pemandu karaoke sempat menyampaikan aspirasinya kepada DPRD Kudus. Jika memang ada pelarangan tempat hiburan karaoke, mereka juga menuntut adanya pekerjaan pengganti.

Menanggapi tuntutan tersebut, Ketua Komisi D DPRD Kudus Mukhasiron menyatakan kesediaannya memfasilitas para pemandu karaoke yang bersedia beralih pekerjaan karena banyak SKPD di Kudus yang memiliki program kerja memberikan bekal keterampilan terhadap masyarakat, khususnya perempuan.

"Kami akan mengomunikasikannya dengan SKPD terkait, sehingga mereka bisa mendapatkan bekal keterampilan sesuai keinginannya," ujarnya.


Pewarta :
Editor: Hari Atmoko
COPYRIGHT © ANTARA 2025