Logo Header Antaranews Jateng

Untung Rugi Metode Konversi Suara bagi Parpol

Rabu, 26 Juli 2017 13:18 WIB
Image Print
Parpol Peserta Pemilu 2014 (Foto: ANTARA News/kpu.go.id)
Semarang, ANTARA JATENG - Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia telah menyetujui pengesahan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum menjadi UU dalam Rapat Paripurna DPR RI, Jumat (21/7).

Undang-undang tersebut belum final karena masih ada pihak yang akan mengajukan uji materi UU Pemilu terhadap Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 ke Mahkamah Konstitusi (MK), kata Ketua Program Magister Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Diponegoro Semarang Dr Teguh Yuwono.

Begitu pula, pengaturan soal metode konversi suara yang akan menjadi pedoman bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam menentukan jumlah kursi DPR RI dan DPRD pada Pemilu 2019.

Hal ini pun belum ada kepastian hukum mengingat publik masih menyaksikan perbedaan antarwakil rakyat yang terhormat. Bisa jadi, mendorong pihak tertentu mengajukan uji materi UU tersebut ke MK.

Sejumlah fraksi, termasuk Fraksi PDI Perjuangan, misalnya, mendukung Paket A yang bermuatan ketentuan "presidential threshold" (20 persen dari total kursi DPR RI atau 25 persen dari suara sah nasional pada Pemilu Anggota DPR RI 2014), "parliamentary threshold" (4 persen), sistem pemilu (terbuka), alokasi kursi (3 s.d. 10 kursi), dan metode konversi suara adalah "saint lague" murni.

Sementara itu, Fraksi Gerindra, Demokrat, PKS, dan PAN mendukung Paket B yang memandang tidak perlu ada persentase dalam "presidential threshold" alias nol persen.

Untuk "parliamentary threshold", mereka juga sepakat 4 persen, sistem pemilu (terbuka), dan alokasi kursi (3 s.d. 10 kursi), sedangkan metode konversi suara yang mereka pilih adalah "quota hare".

Metode konversi suara "quota hare" atau lebih populer dengan istilah bilangan pembagi pemilih (BPP) bagi partai politik tidaklah asing, khususnya parpol peserta pemilu, karena pada Pemilu 2009 dan 2014 sudah menerapkannya.

Dengan metode itu, KPU pada tanggal 14 Mei 2014 mengumumkan perolehan kursi masing-masing parpol peserta Pemilu Anggota DPR RI, yakni PDI Perjuangan sebanyak 109 kursi dari 23.681.471 (18,95 persen) suara; Partai Golkar 91 kursi dari 18.432.312 (14,75 persen) suara; Partai Gerindra 73 kursi 14.760.371 (11,81 persen) suara.

Berikutnya, Partai Demokrat 61 kursi 12.728.913 (10,19 persen) suara; Partai Amanat Nasional 49 kursi dari 9.481.621 (7,59 persen) suara; Partai Kebangkitan Bangsa 47 kursi dari 11.298.957 (9,04 persen) suara.

Selanjutnya, Partai Keadilan Sejahtera 40 kursi dari 8.480.204 (6,79 persen) suara; Partai Persatuan Pembangunan 39 kursi dari 8.157.488 (6,53 persen) suara; Partai NasDem 35 kursi dari 8.402.812 (6,72 persen) suara; dan Partai Hanura 16 kursi dari 6.579.498 (5,26 persen) suara.

Jika mencermati hasil Pemilu Anggota DPR RI, peraih suara terbanyak belum tentu meraih kursi lebih banyak daripada peraih suara di bawahnya. PAN, misalnya, meraih 49 kursi DPR RI dengan jumlah sebanyak 9.481.621 suara, sedangkan PKB meski suaranya lebih banyak (11.298.957) jumlah kursinya lebih sedikit, 47 kursi.


Jamin Kesetaraan

Sebaliknya, bila menggunakan metode konversi suara "sainte lague" murni, menurut Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, lebih menjamin kesetaraan antara persentase perolehan suara dan persentase perolehan kursi. Dengan demikian, lebih ada kesetaraan atau proporsionalitas bagi parpol.

Setelah parpol peserta Pemilu Anggota DPR RI 2019 meraih suara di atas ambang batas parlemen (parliamentary threshold) 4 persen, KPU baru menetapkan partai mana saja yang berhak mendapatkan kursi DPR dengan membagi suara dengan bilangan pembagi pecahan 1 dan diikuti secara berurut oleh bilangan ganjil 3, 5, 7, dan seterusnya.

Misalnya, di satu daerah pemilihan diperebutkan 10 kursi DPR RI, total suara yang diraih masing-masing parpol dibagi bilangan ganjil. Selanjutnya, kata Titi, hasil pembagian itu diperingkat 1 sampai dengan 10.

Setelah tahu Partai A mendapat tiga kursi, misalnya, kader parpol di urutan pertama sampai dengan tiga yang meraih suara terbanyak berhak mendapatkan kursi DPR RI.

Jika pada pemilu lalu menggunakan metode "divisor" dengan teknik penghitungan "sainte lague" murni, PDI Perjuangan bertambah satu kursi menjadi 110 kursi DPR RI dengan total suara (pascaputusan MK) sebanyak 23.673.018 suara (18,95 persen).

Begitu pula, Partai Golkar juga bertambah menjadi 95 kursi dari 91 kursi dengan 18.424.715 suara (14,75 persen); Partai Demokrat 61 kursi dengan 12.724.509 suara (10,18 persen) menjadi 62 kursi; PPP 39 kursi meraih 8.152.957 suara (6,52 persen) menjadi 40 kursi; Partai Hanura 16 kursi meraih 6.575.391 suara (5,26 persen) menjadi 17 kursi.

Sebaliknya, Partai Gerindra yang meraih 14.750.043 suara (11,81 persen) jumlah kursinya berkurang dua, yakni dari 73 menjadi 71 kursi DPR RI; PKB 47 kursi dengan 11.292.151 suara (9,04 persen) menjadi 46 kursi; PAN 49 kursi dengan 9.459.415 suara (7,57 persen) menjadi 45 kursi; PKS meraih 40 kursi dengan 8.455.614 suara (6,77 persen) menjadi 38 kursi.

Partai Nasdem yang pada Pemilu 2014 meraih 8.412.949 suara (6,73 persen), kata Titi, tidak bertambah maupun berkurang, atau tetap 36 kursi DPR bila menggunakan teknik penghitungan "sainte lague" murni.

Menjawab perbedaan jumlah suara pada saat KPU mengumumkan perolehan kursi masing-masing parpol peserta Pemilu pada tanggal 14 Mei 2014 dengan data milik Perludem, Titi menjelaskan bahwa data Perludem juga berasal dari KPU pascaputusan MK.


Modifikasi

Dalam naskah dengan frasa "Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilihan Umum", menggunakan metode konversi suara "sainte lague" modifikasi, yakni suara sah dibagi dengan bilangan pembagi dengan pecahan 1,4 dan diikuti secara berurut oleh bilangan ganjil 3, 5, 7, dan seterusnya.

Andai kata menerapkan teknik hitung "divisor sainte lague" modifikasi, berdasarkan simulasi ke-5 oleh Perludem, PDI Perjuangan bertambah sebanyak 17 kursi (dari 109 menjadi 126 kursi), atau lebih sedikit daripada Partai Golkar sebanyak 20 kursi (dari 91 menjadi 111 kursi).

Partai Gerindra di posisi tertinggi ketiga dengan jumlah 10 kursi tambahan, sedangkan tujuh parpol lainnya cenderung mengalami pengurangan jumlah kursi.

Sementara itu, naskah rancangan undang-undang dengan nama "RUU Pemilihan Umum" terdapat empat opsi dalam penghitungan perolehan kursi DPR, yaitu: suara sah setiap partai politik yang memenuhi ambang batas perolehan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 414 Ayat (1) dibagi dengan bilangan pembagi dengan pecahan 1 dan diikuti secara berurut oleh bilangan ganjil 3, 5, 7, dan seterusnya.

Opsi kedua, suara sah setiap partai politik yang memenuhi ambang batas perolehan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 414 Ayat (1) dibagi dengan bilangan pembagi dengan pecahan 1,4 dan diikuti secara berurut oleh bilangan ganjil 3, 5, 7, dan seterusnya.

Opsi ketiga, suara sah setiap partai politik yang memenuhi ambang batas perolehan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 414 Ayat (1) dibagi dengan bilangan pembagi dengan pecahan 1, 2, 3, dan seterusnya.

Opsi keempat, terdiri atas dua ayat, yaitu: Ayat (2) menyatakan, "Suara untuk penghitungan perolehan kursi DPR di suatu daerah pemilihan ialah jumlah suara sah seluruh partai politik peserta pemilu dikurangi jumlah suara sah partai politik peserta pemilu yang tidak memenuhi ambang batas perolehan suara sebagaimana dimaksud pada Pasal 414 Ayat (1).

Ayat (3) menyebutkan, "Dari hasil penghitungan suara sah yang diperoleh partai politik peserta pemilu sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) di suatu daerah pemilihan ditetapkan angka bilangan pembagi pemilih DPR dengan cara membagi jumlah suara sah partai politik peserta Pemilu sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) dengan jumlah kursi di satu daerah pemilihan.

Apa pun keputusan MK apakah UU Pemilu itu bertentangan dengan UUD NRI 1945 atau tidak, semua pihak harus menerima dengan legawa.

Hal yang tampaknya lebih penting adalah produk Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD yang berlangsung bersamaan dengan Pemilu Presiden RI pada tahun 2019 menelurkan wakil rakyat yang jujur plus berkemampuan mumpuni.


Pewarta :
Editor:
COPYRIGHT © ANTARA 2025