Program Organisasi Penggerak wujudkan pendidikan aman dan inklusif
Jumat, 13 Oktober 2023 09:22 WIB
Merdeka Belajar Episode 25 dan Permendikbudristek PPKSP adalah langkah penting yang harus didukung secara penuhSelain mengidentifikasi insiden kekerasan yang dapat terjadi di dalam dan di luar lembaga pendidikan, program ini juga memberikan prioritas pada perspektif korban. Sebagai bagian dari upaya mencapai tujuan ini, berbagai pemangku kepentingan telah terlibat dalam merancang regulasi yang dapat mencegah dan menangani kekerasan di lingkungan pendidikan.
Dalam sebuah acara peluncuran Episode 25 Merdeka Belajar, Mendikbudristek menyatakan bahwa Permendikbudristek PPKSP berperan penting dalam memenuhi mandat undang-undang dan peraturan pemerintah yang bertujuan melindungi anak-anak. Peraturan ini juga menggantikan peraturan sebelumnya, yaitu Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan di Lembaga Pendidikan.
Salah satu kemajuan signifikan dalam Permendikbudristek PPKSP adalah penghilangan keraguan dengan memberikan definisi yang jelas untuk berbagai bentuk kekerasan, seperti kekerasan fisik, psikologis, kekerasan seksual, perundungan, diskriminasi, dan intoleransi.
Hal ini memberikan dasar yang kuat untuk upaya pencegahan dan penanganan kekerasan. Bahkan lebih, peraturan ini dengan tegas melarang kebijakan yang berpotensi memicu kekerasan, termasuk keputusan, surat edaran, catatan dinas, himbauan, instruksi, pedoman, dan lain-lain yang dapat mengancam keamanan siswa.
Selain aspek regulasi, Permendikbudristek PPKSP juga merincikan mekanisme pencegahan yang harus dilaksanakan oleh lembaga pendidikan, pemerintah daerah, serta Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi.
Lebih lanjut, program ini menetapkan pedoman pendekatan yang berpusat pada korban dalam penanganan kekerasan, dengan memberikan prioritas pada pemulihan mereka. Hal ini bertujuan untuk memberikan dukungan emosional dan psikologis yang dibutuhkan oleh para korban.
Satuan pendidikan sendiri diberi tanggung jawab untuk membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK), sementara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota diminta untuk membentuk Satuan Tugas (Satgas) yang bertanggung jawab atas pencegahan dan penanganan kekerasan. Waktu pelaksanaan untuk pembentukan TPPK dan Satgas adalah 6 hingga 12 bulan setelah peraturan diundangkan, untuk memastikan penanganan yang cepat dan efisien terhadap kasus kekerasan di lingkungan pendidikan.
Data dan survei yang telah diungkapkan oleh berbagai pihak membuktikan urgensi program seperti ini. Hasil survei Asesmen Nasional tahun 2022 menunjukkan bahwa sekitar 34,51 persen siswa memiliki potensi mengalami kekerasan seksual, 26,9 persen mengalami hukuman fisik, dan 36,31 persen menghadapi potensi perundungan. Selain itu, Survei Nasional tentang Pengalaman Anak dan Remaja tahun 2021 yang dilakukan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (SNPHAR, KPPPA) juga mendukung hasil tersebut.
Fakta menunjukkan bahwa 20 persen anak laki-laki dan 25,4 persen anak perempuan berusia 13 hingga 17 tahun mengakui pernah mengalami setidaknya satu bentuk kekerasan dalam 12 bulan terakhir. Bahkan, data pengaduan yang diterima oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada tahun 2022 juga menunjukkan bahwa kategori tertinggi korban anak berkaitan dengan kejahatan seksual, termasuk kekerasan fisik dan/atau psikologis, serta kasus pornografi dan kejahatan siber, dengan total 2.133 kasus.
Dalam konteks ini, Merdeka Belajar Episode 25 dan Permendikbudristek PPKSP adalah langkah penting yang harus didukung secara penuh. Sebagai dosen ilmu olahraga, saya menyadari bahwa pencegahan dan penanganan kekerasan adalah kunci dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang aman, sehat, dan inklusif.
Oleh karena itu, saya berharap agar Program Organisasi Penggerak semakin diintegrasikan dalam program ini. Dengan kolaborasi yang kuat antara berbagai pihak, kita dapat bersama-sama membentuk masa depan pendidikan yang lebih aman dan berkelanjutan, di mana setiap siswa dapat belajar tanpa takut menjadi korban kekerasan.
*) Dr. Yudha Febrianta, M.Or., AIFO, Dosen Olahraga Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP)
Baca juga: Pendekatan holistik untuk pencegahan kekerasan di sekolah
Baca juga: Mahasiswa Psikologi UMP sabet juara 1 lomba penelitian
Baca juga: UMS sebut UMP sebagai "Anak Soleh"
COPYRIGHT © ANTARA 2024