Logo Header Antaranews Jateng

Mengenal desa wayang di Klaten penyandang Kampung Berseri Astra

Rabu, 21 Agustus 2024 05:22 WIB
Image Print
Pembuat wayang sedang menatah di Desa Sido warna, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu. (ANTARA/Aris Wasita)
Klaten (ANTARA) - Berada jauh dari kota rupanya tidak menjadikan warga Kampung Butuh, Desa Sidowarno, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah memiliki pola pikir sempit. 

Salah satu local champion untuk Kampung Berseri Astra, sekaligus koordinator lapangan untuk Desa Wisata Wayang Nardi atau dikenal dengan Baron Wayang menuturkan awalnya pada tahun 2009 dibentuklah kelompok usaha bersama (KUB) di desa tersebut dengan dimotori oleh lurah setempat. 

Pada saat itu terbentuk sebanyak 20 KUB. Seiring dengan berjalannya waktu, hanya kelompok wayang yang masih bertahan. Meski demikian, kondisi tersebut tidak lantas menjadikan KUB wayang makin solid. 

Pada perjalannya, dari sebelas orang yang berada di bawah naungan KUB dengan nama Bima tersebut, jumlah anggota berkurang sedikit demi sedikit hingga hanya menyisakan lima orang. 

"Tapi moto kami yang mungkin tidak dimiliki orang lain adalah kami tidak ingin mencari pekerjaan, tapi kami ingin menciptakan pekerjaan," katanya. 

Dari moto dan kukuhnya mereka untuk mempertahankan KUB tersebut, secara perlahan jumlah anggota kembali bertambah, hingga kemudian pada tahun 2017 KUB ini memperoleh tawaran bantuan dari program CSR atau tanggung jawab sosial dan lingkungan Astra. 

Jika mungkin bagi orang lain tawaran tersebut merupakan angin segar, namun tidak bagi KUB Bima. Justru mereka sempat khawatir karena dengan program bantuan tersebut artinya tanggung jawab mereka untuk mengembangkan usaha akan makin berat. 

Hingga setahun kemudian setelah melewati pertimbangan matang akhirnya mereka menerima bantuan tersebut. Melalui program tersebut, Astra mengintegrasikan empat pilar utama, yaitu kesehatan, pendidikan, wirausaha, dan lingkungan, dalam setiap kegiatan pengembangan desa.

Cobaan pandemi

Di sela upaya para pengrajin wayang mengembangkan usaha dengan bantuan dari CSR Astra, cobaan pandemi COVID-19 menghampiri mereka. Sektor ekonomi yang sempat lumpuh menjadikan mereka sempat vakum dalam menjalankan usaha. 

Pandemi itu juga yang menguji kekompakan mereka. Pada akhirnya, mereka mampu melewati cobaan karena selalu mengutamakan kebersamaan. Prinsip satu bisa makan yang lain juga harus ikut makan menjadikan mereka saling berbagi pesanan. 

Hingga kemudian mereka mencicipi manisnya perjuangan pada tahun 2021. Beberapa penghargaan sempat diperoleh, di antaranya Juara I KBA Superior, Juara I KBA Inovation, dan Juara I Kampungku Kebanggaanku. 

Beberapa penghargaan itu tidak lantas menjadikan mereka berpuas diri. Pada tahun 2022 Nardi ingin agar desa tersebut bisa menyandang status sebagai desa wisata. Hal pertama yang dia lakukan adalah meminta kepala desa untuk membuatkan SK Desa Wisata tingkat desa. 

Beruntung tak lama kemudian ada sekelompok mahasiswa yang melakukan KKN di desa tersebut. Saat diminta untuk menyampaikan apa yang diharapkan oleh warga untuk kemudian bisa dikerjakan oleh para mahasiswa, Nardi meminta agar dibuatkan SK Desa Wisata tingkat kabupaten. 

Bak gayung bersambut, para mahasiswa sanggup untuk membuatkannya. Selang sebulan kemudian SK tersebut sudah dikantongi oleh Desa Sidowarno. Diperkuat sebagai Kampung Berseri Astra, membuat Desa Sidowarno makin moncer. 

Program KBA membawa perubahan besar bagi para pengrajin wayang kulit di Kampung Butuh yang jumlahnya ada 80 orang. Jangkauan pasar mereka makin luas dan orang makin mengenal desa tersebut sebagai desa wisata. 

Optimalkan potensi desa

Dengan beragamnya potensi yang ada di desa tersebut, kegiatan Desa Wisata Wayang Sidowarno kian beragam. Jika berkunjung ke Desa Sidowarno, wisatawan diajak mengenal lebih dalam soal kerajinan wayang kulit. 

Mereka akan diperlihatkan proses pembuatan wayang, mulai dari mengolah bahan mentah berupa lembaran kulit kerbau yang dikeringkan, proses penatahan, hingga sudah berwujud wayang. Selain itu, mereka juga akan diajak belajar memayet baju pengantin adat Jawa. Bahkan salah satu pengrajin payet baju pengantin di desa tersebut merupakan langganan keluarga Presiden Joko Widodo. 

Selanjutnya, wisatawan juga diajak untuk minum jamu tradisional buatan warga setempat. Beberapa jamu tradisional yang bisa dicicipi oleh wisatawan, di antaranya kunyit asam, beras kencur, cabe puyang, dan jamu pahitan. 

Usai minum jamu, wisatawan bisa menjajal jemparingan atau sensasi memanah dari jarak dekat. Di titik ini, wisatawan bisa menghabiskan waktu cukup lama, apalagi bagi mereka yang baru mencoba permainan jemparingan. 

Sebagai penutup, wisatawan bisa menikmati hidangan ala pedesaan di pinggir sungai. Terlihat sederhana, namun bisa menjadi hiburan istimewa bagi mereka yang setiap hari terpapar oleh hiruk-pikuk kota dan padatnya pekerjaan.

Terlepas dari nilai tambah yang mulai dirasakan oleh masyarakat setempat, Baron selalu mengajak rekan-rekannya untuk menjaga prinsip awal, yakni terus menjaga keberlanjutan wayang kulit dengan mengenalkan ke pasar yang lebih luas. 

"Kami ingin terus berkarya dan menjaga wayang kulit menjadi seni budaya kebanggaan Bangsa Indonesia," katanya.

Pewarta :
Editor: Edhy Susilo
COPYRIGHT © ANTARA 2024