Logo Header Antaranews Jateng

Menangkap peluang pasar dari cabai olahan

Jumat, 29 November 2024 07:56 WIB
Image Print
Pengolahan cabai menjadi cabai kering di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu. ANTARA/Aris Wasita

Boyolali (ANTARA) - Komoditas cabai tak bisa lepas dari kehidupan masyarakat di Indonesia. Sebagian masakan Indonesia yang cenderung memiliki rasa pedas membuat bumbu yang satu ini selalu jadi incaran pembeli. 

Tidak heran cabai memiliki pengaruh yang cukup besar bagi terjadinya inflasi di daerah. Bukan hanya cabai rawit yang terkenal akan pedasnya tetapi cabai keriting dan cabai merah besar rupanya sama-sama mampu memberikan dampak pada terjadinya inflasi. 

Dari sisi harga, tentu ketika cabai harganya masih murah memberikan rasa senang kepada konsumen, namun ketika harga mahal akan memberikan keuntungan yang lebih bagi petani. 

Salah satu warga Boyolali Hendrati Sri Kristianingsih berupaya menangkap peluang dari murahnya harga cabai saat ini dengan mengolahnya sebagai cabai kering. 

"Jadi saya membuat cabai kering dan chili oil," katanya. 

Di rumah produksi Hend's, Singkil, Boyolali, Jawa Tengah, hasil pertanian cabai merah keriting, cabai merah teropong, dan cabai rawit itu diolah menjadi bahan makanan yang memiliki nilai tinggi seperti cabai kering merah dijual seharga Rp300 ribu-Rp400 ribu/kg. 

Sedangkan chili oil dijual dengan harga Rp30 ribu/150 gram yang dipasarkan ke Jakarta, Semarang, dan Surabaya.
 

Proses tepat

Menurut wanita berusia 59 tahun ini, apabila cara pengeringan dan pengemasannya tepat maka cabai kering memiliki daya tahan sampai dengan tahun. 

Yang paling penting dan utama adalah proses mengeringkan cabai, mengingat di cara ini menurut dia tidak semua orang bisa dan berhasil dalam mengeringkan cabai. 

Pada umumnya, cabai yang telah dipanen akan dijemur sampai kering, namun Hendrati tak menggunakan cara tersebut. 

"Bagi kami itu masih salah besar," katanya. 

Oleh karena itu, ia memilih untuk mengawali proses dengan mencuci bersih cabai yang sudah dipanen. Selanjutnya, dilakukan tahapan penyortiran dan dicuci kembali. 

Selanjutnya, cabai dikukus hingga matang dan kandungan airnya berkurang. Setelah itu cabai diangkat dan dijemur sampai kering. 

Menurut dia, proses cabai dikeringkan sampai dengan benar-benar kering membutuhkan waktu tujuh hari. 

"Sampai kalau dihancurkan dia berbunyi kriuk artinya cabai ini benar-benar sudah kering," katanya. 

Jika sudah kering cabai kemudian disimpan dalam kemasan tertutup rapat. Dengan pengemasan tersebut, cabai kering bisa memiliki daya tahan sampai dengan dua tahun.

Sebaliknya, jika dalam proses pengeringan tidak benar maka cabai akan cepat busuk dan tidak bertahan sampai satu bulan. 
 

Chili Oil

Tidak berhenti sampai di situ, Hendrati kembali mengembangkan inovasi dengan menjadikan cabai kering menjadi chili oil atau minyak cabai. 

Dengan produk ini, harga jual cabai olahan menjadi lebih tinggi lagi. 

"Prosesnya mudah tapi harga sangat tinggi," katanya.

Produk chili oil merupakan salah satu proses turunan dari cabai kering. Untuk pengolahannya, cabai kering dihancurkan dengan menggunakan blender atau cooper.

Selanjutnya, cabai bubuk digoreng tanpa menggunakan minyak atau disangrai. Usai digoreng, cabai bubuk ditambahkan bumbu lainnya, di antaranya bawang merah, bawang putih yang dicacah, serai, daun bawang, dan beberapa bumbu rempah.

Untuk bumbu rempah yang digunakan seperti kapulaga, kayu manis, cengkeh, dan bunga lawang.

"Ini memberikan aroma rempah yang kuat, karena Indonesia kaya rempah," katanya. 

Bumbu lain yang digunakan adalah garam, minyak wijen, dan kaldu. Dengan pengemasan yang benar, chili oil dapat bertahap sampai dengan satu tahun.

Meski belum begitu memasyarakat seperti cabai bubuk, untuk minyak cabai atau chili oil ini mulai banyak peminatnya, terutama di kota-kota besar. 

Melihat cukup besarnya peluang pasar untuk dua produk tersebut, saat ini ia mulai menularkan kemampuannya ke beberapa orang yang tinggal di sentra pertanian cabai, seperti di lereng Gunung Merapi. 

Melihat peluang yang besar, proses pembuatannya yang relatif mudah, serta tidak membutuhkan mesin dengan harga mahal, dua produk ini perlu dikembangkan lebih luas. Apalagi, peminat dua produk ini juga terus meningkat. 

Dua produk ini juga bisa menjadi alternatif bumbu pedas ketika harga cabai melangit. Dengan demikian, ketahanan pangan dapat terjaga melalui inovasi yang dilakukan oleh masyarakat setempat.




Editor: Edhy Susilo
COPYRIGHT © ANTARA 2024