Menginstal Gemar Membaca Supaya "Membadan"
Sabtu, 29 April 2017 6:33 WIB
Karya instalasi tentang proses membangun budaya gemar membaca di Seminari Mertoyudan Kabupaten Magelang. (Foto: ANTARAJATENG.COM/Hari Atmoko)
Magelang, ANTARA JATENG - Di depan ruang belajar kelas Medan Madya Seminari Mertoyudan, sekitar pertengahan tahun lalu, terpasang instalasi memikat yang kira-kira boleh dipahami secara bebas bahwa membangun budaya masyarakat gemar membaca bukan proses yang instan.
Karya instalasi itu berupa tiga batang bambu setinggi sekitar empat meter dengan cat warna kuning yang terkesan "ngejreng" atau gemerlap. Di ruas teratas setiap bambu ditautkan pasak untuk cantelan wadah plastik bekas infus.
Setiap botol bekas infus berisi lembaran-lembaran kertas berisi tulisan cetakan yang kira-kira maksudnya sebagai buku bacaan. Setiap botol itu ditautkan selang menjulur ke bawah sekitar semeter, masuk sampai kurungan manuk yang dicantelkan di ruas bambu bagian bawah.
Ada tiga kurungan manuk, masing-masing dicat warna merah bata, ungu, dan hijau kekuning-kuningan yang terkesan "ngejreng" pula.
Juluran setiap selang infus dengan masih tertempel pengatur tetesan aliran airnya, terhenti di beberapa telur yang diletakkan di dalam setiap kurungan manuk.
Kurungan ketiga, isinya sejumlah telur dengan cangkang yang sudah pecah atau terbuka. Di luar kurungan itu, dicantelkan tiga instalasi manuk, masing-masing bercat warna cerah biru, hijau, dan kuning dengan sayap mengepak tanda sudah bisa terbang.
Tidak adanya papan bertuliskan judul instalasi buatan Romo Suryonugroho, pamong umum Seminari Menengah Santo Petrus Canisius Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah itu, membuat penyimak sepertinya diajak menerjemahkan secara bebas karya tersebut.
Penempatan karya seni yang reflektif itu kiranya tepat, karena di depan ruang belajar kelas Medan Madya, di ujung jalan setapak sepanjang sekitar 15 meter menuju perpustakaan seminari.
Koleksi bacaan berbagai bahasa di perpustakaan itu dikatakan oleh rektor seminari, Romo Gandhi Hartono, tidak bakal habis dibaca setiap orang dalam setahun.
Ribuan bahan bacaan, khususnya buku-buku, menjadi kekayaan perpustakaan. Penghuninya yang ratusan seminaris Medan Pratama, Medan Tamtama, Medan Madya, dan Medan Utama, beroleh kesempatan leluasa untuk mengenyam bacaan-bacaan yang menjadi koleksi perpustakaan tersebut.
Belum lagi, ada bacaan lainnya berupa beberapa koran dan sejumlah majalah, serta buku bacaan milik pribadi seminaris yang umumnya diletakkan secara leluasa di meja ruang belajar masing-masing.
Para seminaris dilarang membawa telepon seluler, apalagi telepon pintar atau gawai. Namun, mereka disediakan pula ruang multimedia dengan komputer yang dilengkapi jaringan internet untuk mengakses informasi guna kepentingan pendidikan.
Mereka yang belajar dan menjalani panggilan hidup khusus sebagai calon imam Katolik di seminari itu, memang membiasakan diri selalu membaca berbagai bahan bacaan, terutama melalu teks cetakan, antara lain buku-buku, majalah, dan koran.
Mengenyam bahan bacaan dalam wujud teks cetakan, sebagaimana pandangan penulis budaya, Bre Redana, lebih tertanam secara mendalam di benak pembaca ketimbang melalui media digital yang cenderung mengajak pembaca untuk segera berpindah ke tampilan berikutnya.
Ada sejenak waktu pembaca berkesempatan merenungkan isi bacaan dari bahan bacaan berwujud cetakan. Hal itu membuat daya ingat pembaca terhadap isi bacaan menjadi semakin kuat.
Proses pembiasaan gemar membaca di tempat dengan lingkungan hijau berupa pepohonan rindang, di tepi Jalan Raya Magelang-Yogyakarta itu, kira-kira tujuannya memperluas cakrawala pengetahuan dan mendukung pembentukan kemampuan akademis, serta menjadi bahan refleksi tentang panggilan hidup.
Karya instalasi itu, kiranya menggambarkan bahwa gemar membaca harus secara perlahan-lahan dibangun dan terus-menerus dijalani, ibarat air infus yang menetes secara beraturan masuk dalam badan manusia.
Berbagai bahan bacaan yang diserap setiap orang, turut serta dalam proses pembentukan pribadinya untuk bisa hidup dewasa dan mandiri. Proses membaca bagaikan air infus masuk ke tubuh, sedangkan intalasi tiga ekor burung terbang, simbol kemandirian hidup setiap pribadi manusia.
Sejak Dini
Setiap orang tua merasa bangga ketika anak kecilnya sudah mulai belajar mengeja huruf demi huruf menjadi kemampuan membaca kata dan berlanjut menunjukkan kemampuan membaca kalimat pada tahap awal.
Orang tua dipastikan risau ketika anaknya yang masih kecil belum menunjukkan kemampuan awal membaca. Kemampuan membaca menjadi pembuka kepandaian awal anak.
Dengan memiliki kemampuan membaca, anak memulai beroleh bekal tambahan untuk perjalanan merengkuh wawasan dan mengolah daya-daya berpikir.
Oleh karena itu, kebiasaan gemar membaca memang diakui harus ditanamkan sejak dini. Kalimat "saktinya" adalah gemar membaca memperluas wawasan dan mempertajam cara berpikir seseorang.
Referensi yang diperoleh seseorang, antara lain dari kekayaan bahan bacaan, membuat ia bisa membedah kehidupan dengan berbagai persoalan dan menemukan jalan solusi untuk mencapai kelegaan dan kebahagiaan.
Oleh karena begitu pentingnya membangun kebiasaan gemar membaca sejak dini, pemerintah dan berbagai kalangan terkait lainnya pun melakukan upaya tiada henti, berupa kampanye gemar membaca.
Pemerintah di berbagai daerah juga mengembangkan dan meningkatkan peranan perpustakaan, seperti menyediakan layanan perpustakaan keliling, pelatihan pengelolaan perpustakaan, lomba literasi, dan menambah koleksi bacaan.
Kemajuan teknologi informatika juga diterapkan dalam peningkatan layanan perpustakaan, sebagaimana dilakukan Pemerintah Kota Magelang yang merencanakan membuka perpustakaan digital mulai pertengahan 2017.
Upaya itu, terutama untuk menjangkau generasi muda agar semakin berminat mengunjungi perpustakaan untuk mencari bahan bacaan, baik secara konvensional maupun dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informatika.
"Salah satu wujudnya berupa inovasi pembangunan perpustakaan digital, agar perpustakaan semakin menarik masyarakat, sebagai tempat rujukan membaca," kata Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Pemkot Magelang Sri Rohmiati.
Pengesahan undang-undang tentang sistem perbukuan oleh DPR RI pada Kamis (27/4), empat hari setelah Hari Buku Sedunia (23/4), kiranya juga tidak lepas dari upaya memperkuat budaya masyarakat gemar membaca.
Upaya membangun budaya masyarakat gemar membaca memang harus secara perlahan-lahan diinstal sejak dini supaya bisa membadan dengan kuat.
Karya instalasi itu berupa tiga batang bambu setinggi sekitar empat meter dengan cat warna kuning yang terkesan "ngejreng" atau gemerlap. Di ruas teratas setiap bambu ditautkan pasak untuk cantelan wadah plastik bekas infus.
Setiap botol bekas infus berisi lembaran-lembaran kertas berisi tulisan cetakan yang kira-kira maksudnya sebagai buku bacaan. Setiap botol itu ditautkan selang menjulur ke bawah sekitar semeter, masuk sampai kurungan manuk yang dicantelkan di ruas bambu bagian bawah.
Ada tiga kurungan manuk, masing-masing dicat warna merah bata, ungu, dan hijau kekuning-kuningan yang terkesan "ngejreng" pula.
Juluran setiap selang infus dengan masih tertempel pengatur tetesan aliran airnya, terhenti di beberapa telur yang diletakkan di dalam setiap kurungan manuk.
Kurungan ketiga, isinya sejumlah telur dengan cangkang yang sudah pecah atau terbuka. Di luar kurungan itu, dicantelkan tiga instalasi manuk, masing-masing bercat warna cerah biru, hijau, dan kuning dengan sayap mengepak tanda sudah bisa terbang.
Tidak adanya papan bertuliskan judul instalasi buatan Romo Suryonugroho, pamong umum Seminari Menengah Santo Petrus Canisius Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah itu, membuat penyimak sepertinya diajak menerjemahkan secara bebas karya tersebut.
Penempatan karya seni yang reflektif itu kiranya tepat, karena di depan ruang belajar kelas Medan Madya, di ujung jalan setapak sepanjang sekitar 15 meter menuju perpustakaan seminari.
Koleksi bacaan berbagai bahasa di perpustakaan itu dikatakan oleh rektor seminari, Romo Gandhi Hartono, tidak bakal habis dibaca setiap orang dalam setahun.
Ribuan bahan bacaan, khususnya buku-buku, menjadi kekayaan perpustakaan. Penghuninya yang ratusan seminaris Medan Pratama, Medan Tamtama, Medan Madya, dan Medan Utama, beroleh kesempatan leluasa untuk mengenyam bacaan-bacaan yang menjadi koleksi perpustakaan tersebut.
Belum lagi, ada bacaan lainnya berupa beberapa koran dan sejumlah majalah, serta buku bacaan milik pribadi seminaris yang umumnya diletakkan secara leluasa di meja ruang belajar masing-masing.
Para seminaris dilarang membawa telepon seluler, apalagi telepon pintar atau gawai. Namun, mereka disediakan pula ruang multimedia dengan komputer yang dilengkapi jaringan internet untuk mengakses informasi guna kepentingan pendidikan.
Mereka yang belajar dan menjalani panggilan hidup khusus sebagai calon imam Katolik di seminari itu, memang membiasakan diri selalu membaca berbagai bahan bacaan, terutama melalu teks cetakan, antara lain buku-buku, majalah, dan koran.
Mengenyam bahan bacaan dalam wujud teks cetakan, sebagaimana pandangan penulis budaya, Bre Redana, lebih tertanam secara mendalam di benak pembaca ketimbang melalui media digital yang cenderung mengajak pembaca untuk segera berpindah ke tampilan berikutnya.
Ada sejenak waktu pembaca berkesempatan merenungkan isi bacaan dari bahan bacaan berwujud cetakan. Hal itu membuat daya ingat pembaca terhadap isi bacaan menjadi semakin kuat.
Proses pembiasaan gemar membaca di tempat dengan lingkungan hijau berupa pepohonan rindang, di tepi Jalan Raya Magelang-Yogyakarta itu, kira-kira tujuannya memperluas cakrawala pengetahuan dan mendukung pembentukan kemampuan akademis, serta menjadi bahan refleksi tentang panggilan hidup.
Karya instalasi itu, kiranya menggambarkan bahwa gemar membaca harus secara perlahan-lahan dibangun dan terus-menerus dijalani, ibarat air infus yang menetes secara beraturan masuk dalam badan manusia.
Berbagai bahan bacaan yang diserap setiap orang, turut serta dalam proses pembentukan pribadinya untuk bisa hidup dewasa dan mandiri. Proses membaca bagaikan air infus masuk ke tubuh, sedangkan intalasi tiga ekor burung terbang, simbol kemandirian hidup setiap pribadi manusia.
Sejak Dini
Setiap orang tua merasa bangga ketika anak kecilnya sudah mulai belajar mengeja huruf demi huruf menjadi kemampuan membaca kata dan berlanjut menunjukkan kemampuan membaca kalimat pada tahap awal.
Orang tua dipastikan risau ketika anaknya yang masih kecil belum menunjukkan kemampuan awal membaca. Kemampuan membaca menjadi pembuka kepandaian awal anak.
Dengan memiliki kemampuan membaca, anak memulai beroleh bekal tambahan untuk perjalanan merengkuh wawasan dan mengolah daya-daya berpikir.
Oleh karena itu, kebiasaan gemar membaca memang diakui harus ditanamkan sejak dini. Kalimat "saktinya" adalah gemar membaca memperluas wawasan dan mempertajam cara berpikir seseorang.
Referensi yang diperoleh seseorang, antara lain dari kekayaan bahan bacaan, membuat ia bisa membedah kehidupan dengan berbagai persoalan dan menemukan jalan solusi untuk mencapai kelegaan dan kebahagiaan.
Oleh karena begitu pentingnya membangun kebiasaan gemar membaca sejak dini, pemerintah dan berbagai kalangan terkait lainnya pun melakukan upaya tiada henti, berupa kampanye gemar membaca.
Pemerintah di berbagai daerah juga mengembangkan dan meningkatkan peranan perpustakaan, seperti menyediakan layanan perpustakaan keliling, pelatihan pengelolaan perpustakaan, lomba literasi, dan menambah koleksi bacaan.
Kemajuan teknologi informatika juga diterapkan dalam peningkatan layanan perpustakaan, sebagaimana dilakukan Pemerintah Kota Magelang yang merencanakan membuka perpustakaan digital mulai pertengahan 2017.
Upaya itu, terutama untuk menjangkau generasi muda agar semakin berminat mengunjungi perpustakaan untuk mencari bahan bacaan, baik secara konvensional maupun dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informatika.
"Salah satu wujudnya berupa inovasi pembangunan perpustakaan digital, agar perpustakaan semakin menarik masyarakat, sebagai tempat rujukan membaca," kata Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Pemkot Magelang Sri Rohmiati.
Pengesahan undang-undang tentang sistem perbukuan oleh DPR RI pada Kamis (27/4), empat hari setelah Hari Buku Sedunia (23/4), kiranya juga tidak lepas dari upaya memperkuat budaya masyarakat gemar membaca.
Upaya membangun budaya masyarakat gemar membaca memang harus secara perlahan-lahan diinstal sejak dini supaya bisa membadan dengan kuat.
Pewarta : M. Hari Atmoko
Editor :
Copyright © ANTARA 2025
Terkait
Terpopuler - Spektrum
Lihat Juga
Inovasi sosial dalam industri perikanan, membangun kemitraan antara nelayan dan teknologi "cold storage"
30 December 2024 9:15 WIB