Kisah Ismail menyelamatkan diri dari kerusuhan Wamena
Selasa, 1 Oktober 2019 11:22 WIB
Ismail, perantau asal Jember yang selamat dari kerusuhan yang terjadi di Wamena pada Senin (23/9). ANTARA/Evarukdijati
Jayapura (ANTARA) - Ismail, seorang perantau asal Jember, Jawa Timur, menuturkan upayanya bersama para pengungsi yang lain menyelamatkan diri dari kerusuhan yang terjadi di Wamena, ibu kota Kabupaten Jayawijaya, Papua, pada 23 September 2019.
Di tempat pengungsian di aula Yonif 751 Raider di Sentani, Kabupaten Jayapura, Selasa, Ismail mengungkapkan bahwa semula area tempat dia tinggal di Pikey, Wamena, tidak kena dampak demonstrasi mahasiswa karena warga setempat menentang aksi mereka.
Namun pembakaran kemudian terjadi dan memaksa warga mengungsi ke gereja di Pikey, bangunan yang tidak menjadi sasaran aksi massa pada 23 September yang berujung kerusuhan di Wamena.
"Para pelaku pembakaran bukan warga Wamena, melainkan dari daerah sekitarnya seperti dari Tiom dan Nduga dan itu diakui warga yang mengamankan para pengungsi," kata Ismail, yang bekerja sebagai tukang pijit.
Baca juga: Ganjar berkomitmen jamin keamanan pelajar/mahasiswa Papua di Jateng
Ia menuturkan warga asli Wamena dan pendeta di gereja Pikey membantu mengamankan sekitar 300 warga yang kena dampak kerusuhan di dalam gereja.
"Kami diselamatkan oleh warga asli Wamena dan pendeta di dalam gereja baptis di Pikey, dan saat masuk ke dalam gereja diketahui mahasiswa, maka mereka meminta agar handphone dikumpul," katanya.
"Namun HP saya tidak dikumpul, dan itu digunakan untuk menelpon anggota Kodim 1702 Wamena dan melaporkan bila ada 300 orang disandera mahasiswa yang berjaga-jaga di luar gereja," ia menambahkan.
Pada saat ini, menurut dia, para mahasiswa menyatakan akan memulangkan pengungsi dengan selamat kalau lima rekan mereka yang ditangkap aparat keamanan dilepaskan.
"Senin malam (23/9) kami diperbolehkan keluar dari gereja dengan cara berbaris per kelompok dan terus diamati mahasiswa yang berjaga di luar gereja karena tidak berani dengan warga asli Wamena yang menjaga kami," kata Ismail.
Baca juga: Sejumlah guru pilih keluar dari Wamena karena trauma
Ismail menambahkan, sebelum diamankan di gereja baptis dia sempat membawa dua anak pemilik rumah makan Padang di kawasan Pikey lari ke kebun dan bersembunyi di kandang babi.
Bersama pengungsi yang lain, Ismail dievakuasi dari Wamena pada Selasa pagi (1/10) menggunakan pesawat Hercules milik TNI Angkatan Udara.
Saat ini, dalam keadaan tidak punya harta benda lagi, Ismail berharap bisa mendapat bantuan untuk pulang ke kampung halamannya.
Demonstrasi yang berujung kerusuhan di Wamena tidak hanya menyebabkan kerusakan rumah warga, perkantoran, dan fasilitas umum, namun juga menyebabkan lebih dari 30 orang meninggal dunia.
Di tempat pengungsian di aula Yonif 751 Raider di Sentani, Kabupaten Jayapura, Selasa, Ismail mengungkapkan bahwa semula area tempat dia tinggal di Pikey, Wamena, tidak kena dampak demonstrasi mahasiswa karena warga setempat menentang aksi mereka.
Namun pembakaran kemudian terjadi dan memaksa warga mengungsi ke gereja di Pikey, bangunan yang tidak menjadi sasaran aksi massa pada 23 September yang berujung kerusuhan di Wamena.
"Para pelaku pembakaran bukan warga Wamena, melainkan dari daerah sekitarnya seperti dari Tiom dan Nduga dan itu diakui warga yang mengamankan para pengungsi," kata Ismail, yang bekerja sebagai tukang pijit.
Baca juga: Ganjar berkomitmen jamin keamanan pelajar/mahasiswa Papua di Jateng
Ia menuturkan warga asli Wamena dan pendeta di gereja Pikey membantu mengamankan sekitar 300 warga yang kena dampak kerusuhan di dalam gereja.
"Kami diselamatkan oleh warga asli Wamena dan pendeta di dalam gereja baptis di Pikey, dan saat masuk ke dalam gereja diketahui mahasiswa, maka mereka meminta agar handphone dikumpul," katanya.
"Namun HP saya tidak dikumpul, dan itu digunakan untuk menelpon anggota Kodim 1702 Wamena dan melaporkan bila ada 300 orang disandera mahasiswa yang berjaga-jaga di luar gereja," ia menambahkan.
Pada saat ini, menurut dia, para mahasiswa menyatakan akan memulangkan pengungsi dengan selamat kalau lima rekan mereka yang ditangkap aparat keamanan dilepaskan.
"Senin malam (23/9) kami diperbolehkan keluar dari gereja dengan cara berbaris per kelompok dan terus diamati mahasiswa yang berjaga di luar gereja karena tidak berani dengan warga asli Wamena yang menjaga kami," kata Ismail.
Baca juga: Sejumlah guru pilih keluar dari Wamena karena trauma
Ismail menambahkan, sebelum diamankan di gereja baptis dia sempat membawa dua anak pemilik rumah makan Padang di kawasan Pikey lari ke kebun dan bersembunyi di kandang babi.
Bersama pengungsi yang lain, Ismail dievakuasi dari Wamena pada Selasa pagi (1/10) menggunakan pesawat Hercules milik TNI Angkatan Udara.
Saat ini, dalam keadaan tidak punya harta benda lagi, Ismail berharap bisa mendapat bantuan untuk pulang ke kampung halamannya.
Demonstrasi yang berujung kerusuhan di Wamena tidak hanya menyebabkan kerusakan rumah warga, perkantoran, dan fasilitas umum, namun juga menyebabkan lebih dari 30 orang meninggal dunia.
Pewarta : Evarukdijati
Editor : Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Kemenag: Rekrutmen petugas haji 2025 harus transparan, akuntabel, dan terhindar dari conflict of interest
07 November 2024 13:53 WIB
BEI Jateng 2 raih penghargaan dari OJK program pencegahan investasi bodong
01 November 2024 14:31 WIB
Kisah Warung Makan Selera Jenderal di Demak, berawal dari celetukan pelanggan
31 October 2024 10:27 WIB