Berlarutnya RUU PRT tunda kepastian hak warga negara
Selasa, 9 Februari 2021 21:07 WIB
Demo PRT Sejumlah pengunjuk rasa yang tergabung dalam Serikat Pekerja Rumah Tangga (SPRT) berunjuk rasa memperingati hari Pembantu Rumah Tangga (PRT) Nasional di bawah Jembatan Layang Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (16/2/2017). Mereka meminta disahkannya RUU PRT agar terwujud kerja layak dan perlindungan bagi PRT serta menuntut dihentikannya kekerasan terhadap PRT. ANTARA/Yusran Uccang
Solo (ANTARA) - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Lestari Moerdijat menyatakan berlarutnya pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pekerja Rumah Tangga (PRT) sama dengan menunda kepastian hak warga negara yang dijamin oleh UUD 1945.
"Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sesuai dengan harkat, martabat, dan asasinya sebagai manusia seperti yang diamanatkan Pancasila dan Pasal 27 UUD 1945," kata Rerie, sapaan akrab lestari, dalam keterangan tertulis yang diterima di Semarang, Selasa.
Ia mengatakan RUU PRT sudah diajukan sejak tahun 2004 dan masuk prolegnas dalam setiap periode masa bakti DPR RI, namun demikian hingga saat ini parlemen belum bisa mengesahkan RUU PRT itu menjadi undang-undang (UU).
Oleh karena itu, ia berharap hak PRT tidak boleh diabaikan mengingat mereka merupakan bagian dari warga negara yang harus dijamin kepastian pekerjaannya secara hukum.
"Pekerja rumah tangga berhak mendapatkan pengakuan dan perlakuan sebagai warga negara sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan," kata Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem tersebut.
Bahkan, dikatakannya, perlakuan yang tidak sama atas hak dasar warga negara bertentangan dengan upaya negara dalam penegakan hak asasi manusia dan pelaksanaan nilai-nilai kebangsaan yang diwariskan oleh para pendiri bangsa.
Sementara itu, dikatakannya, data "International Labour Organization" (ILO) atau Organisasi Buruh Internasional mencatat jumlah PRT di Indonesia pada tahun 2015 mencapai sekitar 4.000.000 dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Dengan demikian, menurut dia sangat jelas perlunya pembahasan RUU tersebut.
"Ada sejumlah isu yang berkembang dalam pembahasan RUU PRT dan harus diklarifikasi kepada para pemberi kerja. Isu tersebut di antaranya pengaturan pekerja rumah tangga merupakan sebuah keniscayaan dengan pemahaman bahwa kepentingan para PRT sudah diatur dalam UU Perburuhan," katanya.
Menurut dia, pendapat tersebut tidak tepat mengingat kenyataannya saat ini PRT memiliki sejumlah kekhususan dalam kerja kesehariannya, seperti tinggal dengan pemberi kerja dan belum ada standar kerja yang baku. Meski hubungan antara pekerja dan pemberi kerja berdasar atas kesepakatan kedua belah pihak, dikatakannya, tidak bisa dipungkiri bahwa dalam praktiknya terdapat banyak potensi pelanggaran.
"Oleh karena itu, kehadiran UU PRT bertujuan memberikan kepastian hukum kepada pekerja rumah tangga dan pemberi kerja. Lebih dari itu, undang-undang tersebut mencegah segala bentuk diskriminasi, eksploitasi, pelecehan, dan kekerasan terhadap pekerja rumah tangga," katanya.
"Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sesuai dengan harkat, martabat, dan asasinya sebagai manusia seperti yang diamanatkan Pancasila dan Pasal 27 UUD 1945," kata Rerie, sapaan akrab lestari, dalam keterangan tertulis yang diterima di Semarang, Selasa.
Ia mengatakan RUU PRT sudah diajukan sejak tahun 2004 dan masuk prolegnas dalam setiap periode masa bakti DPR RI, namun demikian hingga saat ini parlemen belum bisa mengesahkan RUU PRT itu menjadi undang-undang (UU).
Oleh karena itu, ia berharap hak PRT tidak boleh diabaikan mengingat mereka merupakan bagian dari warga negara yang harus dijamin kepastian pekerjaannya secara hukum.
"Pekerja rumah tangga berhak mendapatkan pengakuan dan perlakuan sebagai warga negara sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan," kata Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem tersebut.
Bahkan, dikatakannya, perlakuan yang tidak sama atas hak dasar warga negara bertentangan dengan upaya negara dalam penegakan hak asasi manusia dan pelaksanaan nilai-nilai kebangsaan yang diwariskan oleh para pendiri bangsa.
Sementara itu, dikatakannya, data "International Labour Organization" (ILO) atau Organisasi Buruh Internasional mencatat jumlah PRT di Indonesia pada tahun 2015 mencapai sekitar 4.000.000 dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Dengan demikian, menurut dia sangat jelas perlunya pembahasan RUU tersebut.
"Ada sejumlah isu yang berkembang dalam pembahasan RUU PRT dan harus diklarifikasi kepada para pemberi kerja. Isu tersebut di antaranya pengaturan pekerja rumah tangga merupakan sebuah keniscayaan dengan pemahaman bahwa kepentingan para PRT sudah diatur dalam UU Perburuhan," katanya.
Menurut dia, pendapat tersebut tidak tepat mengingat kenyataannya saat ini PRT memiliki sejumlah kekhususan dalam kerja kesehariannya, seperti tinggal dengan pemberi kerja dan belum ada standar kerja yang baku. Meski hubungan antara pekerja dan pemberi kerja berdasar atas kesepakatan kedua belah pihak, dikatakannya, tidak bisa dipungkiri bahwa dalam praktiknya terdapat banyak potensi pelanggaran.
"Oleh karena itu, kehadiran UU PRT bertujuan memberikan kepastian hukum kepada pekerja rumah tangga dan pemberi kerja. Lebih dari itu, undang-undang tersebut mencegah segala bentuk diskriminasi, eksploitasi, pelecehan, dan kekerasan terhadap pekerja rumah tangga," katanya.
Pewarta : Aris Wasita
Editor : Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Pasal larangan berbisnis di UU TNI 2004 dihapus atau tidak, ini jawaban Menkopolhukam
17 July 2024 12:05 WIB
Pekerja rokok proklamirkan dukungan kepada legislator yang peduli rakyat
06 June 2023 21:27 WIB, 2023
Terpopuler - Tenaga Kerja
Lihat Juga
BPJS Ketenagakerjaan Semarang Majapahit sosialisasikan ePLKK kepada RS & Klinik
12 November 2024 14:53 WIB
Pemkot Pekalongan galakkan gerakan singkirkan enceng gondok di Sungai Lodji
07 November 2024 7:32 WIB
BPJS Ketenagakerjaan: Pendaftaran Lomba Jurnalistik 2024 ditutup 15 November
01 November 2024 11:37 WIB