Magelang (ANTARA) - Wali Kota Magelang Muchamad Nur Aziz membolehkan para seniman memanfaatkan ruang terbuka di daerah itu untuk mengekspresikan karya seni karena aktivitas mereka menjadi kekuatan penting dalam menghidupkan suasana kota tersebut.

"Magelang harus menjadi kota seni budaya di mana tidak hanya bangunan-bangunan mati, tetapi seni-seni juga harus hidup," kata dia di Magelang, Jawa Tengah, Kamis.

Ia mengemukakan hal itu ketika menyaksikan seniman Magelang I Made Arya Dwita Dedok melukis secara "on the spot" di Tugu Aniem (1924), titik kilometer nol Kota Magelang, Jawa Tengah. Dedok yang asal Bali itu tinggal dan berkarya seni di Magelang sejak 2009.

Ia mengemukakan kemungkinan luas para seniman menuangkan karya seni di berbagai ruang terbuka lainnya, termasuk kawasan pusat pertokoan Jalan Pemuda "Pecinan" Kota Magelang.

Baca juga: Kawasan Pecinan Kota Magelang bakal dihidupkan kembali
Baca juga: Hendi minta masyarakat dukung Hari Transportasi Umum Kota Semarang
Baca juga: Dua tempat karantina di Semarang siap dibuka lagi jika COVID-19 melonjak

"Sangat mungkin (melukis massal, red.) selama memakai prokotol kesehatan (di tengah pandemi COVID-19, red.). Kita siapkan anak-anak dan masyarakat menikmati apa yang bisa dituangkan dalam bentuk lukisan," ucap Aziz.

Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Magelang Sugeng Priyadi mengemukakan bahwa berkarya seni bisa dilakukan para seniman di berbagai ruang publik di daerah setempat.

"Kita jangan batasi ruang atau tempat, para prinsipnya berkarya, berseni bisa di mana-mana, kalau perlu di ruang-ruang publik, yang penting koordinasi dengan aparat. Sesungguhnya ruang terbuka itu milik rakyat, milik siapa pun," katanya.

Seniman, katanya, harus terus berkarya tanpa dibatasi dengan kekhawatiran tempat dan lainnya, tetapi ada koordinasi dengan pihak terkait agar lancar, nyaman, dan aman.

Ia juga mengemukakan pentingnya berbagai inisiatif para seniman untuk mengekspresikan karya mereka. Aktivitas mereka selain sebagai ekspresi seni juga menjadi tontonan dan inspirasi masyarakat umum.

Lukisan abstrak-ekspresionis yang dibuat Dedok secara "on the spot" di pusat kota setempat bertepatan dengan ulang tahunnya ke-50 itu, di atas kanvas 2x1,45 meter, dengan judul "Magelang in Love". Lukisan yang antara lain berupa Gapura Bhinneka Tunggal Ika, Kelenteng Liong Hok Bio, dan Masjid Agung Kauman Kota Magelang tersebut, dengan pesan antara lain tentang keberagaman hidup bermasyarakat.

Dedok yang melukis dengan mengenakan pakaian adat Bali warna putih tersebut, mengemukakan karyanya sebagai respons atas kondisi lingkungan dan suasana kehidupan sosial era serba modern, cepat, dan tak terduga, seperti sekarang ini.

Banjirnya informasi serta riuhnya media sosial dengan segala ekses yang menyertai tentu membawa konsekuensi serta tanggung jawab tersendiri bagi setiap orang.

Ia mengemukakan kemajuan teknologi adanya sisi negatif yang bisa merusak kehidupan kebersamaan sebagai bangsa, tetapi juga banyak membawa manusia dan masyarakat ke kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya.

"Karya ini tentang cinta, lingkungan, kebhinekaan, keberagaman, dan tentang kita semua yang ada di 'Kampung Pancasila', sebagaimana keberadaan Alun-Alun Kota Magelang ini, dengan keberadaan beragam tempat ibadah beragam agama yang mengelilinginya, yang menjadi jantung kehidupan sosial budaya, jantung pemompa urat nadi kota kita, Magelang tercinta," katanya.

Sejumlah warga yang sedang melintas di jalan utama kota setempat, hilir mudik dengan protokol kesehatan, menyaksikan Dedok berkarya seni di tempat itu. Hadir pula, antara lain sejumlah pegiat seni budaya setempat, seperti Muhammad Nafi, Bagus Priyana, Katri Andriyanto, IGB Reno Ranuh, Luky Henri Yuni Susanto, dan beberapa guru sekolah di sekitar alun-alun kota itu.

Baca juga: Wali Kota Magelang apresiasi aksi pengusaha bantu warga terdampak COVID-19
Baca juga: Wali Kota: Rasionalisasi THL sudah berdasarkan evaluasi