Jaksa Agung: Keadilan restoratif atasi kekakuan hukum positif
Rabu, 26 Januari 2022 17:16 WIB
Tangkapan layar Jaksa Agung, Sanitiar Burhanuddin, memberi paparan dalam kuliah umum bertajuk “Efektivitas Penanganan Hukum dan Ekonomi dalam Kasus Mega Korupsi: Studi Kasus Jiwasraya” yang disiarkan di kanal YouTube Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, dipantau dari Jakarta, Rabu (26/1/2022). ANTARA/Putu Indah Savitri
Jakarta (ANTARA) - Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengatakan menerapkan restorative justice atau keadilan restoratif dapat mengatasi kekakuan hukum positif, khususnya ketika kejaksaan memandang hukum positif gagal menghadirkan keadilan bagi masyarakat.
“Rasa keadilan masyarakat telah jauh berkembang meninggalkan ketentuan hukum positif, sehingga penegak hukum dipandang tidak lagi memenuhi rasa keadilan,” kata Burhanuddin ketika memberi paparan dalam kuliah umum bertajuk “Efektivitas Penanganan Hukum dan Ekonomi dalam Kasus Mega Korupsi: Studi Kasus Jiwasraya” yang disiarkan di kanal YouTube Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, dipantau dari Jakarta, Rabu.
Ia mengambil contoh kasus Nenek Minah yang dituduh mencuri buah kakao, serta kasus Kakek Samirin yang dihukum karena memungut getah karet. Kedua kasus tersebut, menurut kejaksaan, merupakan kegagalan hukum positif dalam menghadirkan keadilan bagi masyarakat.
“Pada detik inilah kejaksaan bergerak cepat menerobos kekakuan hukum formil melalui pendekatan hukum progresif dengan menerapkan restorative justice sebagai salah satu bentuk pendekatan hukum,” kata dia.
Hasil dari kebijakan keadilan restoratif menuai apresiasi dari masyarakat karena penerapannya tidak hanya memberi keadilan dan kepastian hukum saja, tetapi juga memberikan kemanfaatan kepada masyarakat luas.
Ia berharap agar tidak hanya kejaksaan yang melakukan pendekatan hukum progresif dalam menuntaskan kasus.
Ia berharap Majelis Hakim berani mengambil langkah menggunakan hukum progresif ketika hukum positif tidak lagi mampu menuntaskan suatu kasus, dalam hal ini kasus tindak pidana korupsi.
Ia menyebutkan aparat penegak hukum membutuhkan dukungan dan pemikiran para ahli untuk menilai dari sisi hukum progresif guna melenturkan kekakuan hukum positif. Aparat penegak hukum membutuhkan dukungan agar mampu beradaptasi pada perkembangan dinamika rasa keadilan di masyarakat.
“Saya yakin, dengan adanya keberanian dalam melakukan terobosan yang berorientasi pada keadilan substantif yang digali dan digalang, yang berada di dalam masyarakat, maka pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia akan semakin baik, tegas, dan terukur,” kata dia.
“Tentunya, harapan bagi kita semua adalah Indonesia akan terbebas dari pandemi korupsi,” kata dia.
“Rasa keadilan masyarakat telah jauh berkembang meninggalkan ketentuan hukum positif, sehingga penegak hukum dipandang tidak lagi memenuhi rasa keadilan,” kata Burhanuddin ketika memberi paparan dalam kuliah umum bertajuk “Efektivitas Penanganan Hukum dan Ekonomi dalam Kasus Mega Korupsi: Studi Kasus Jiwasraya” yang disiarkan di kanal YouTube Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, dipantau dari Jakarta, Rabu.
Ia mengambil contoh kasus Nenek Minah yang dituduh mencuri buah kakao, serta kasus Kakek Samirin yang dihukum karena memungut getah karet. Kedua kasus tersebut, menurut kejaksaan, merupakan kegagalan hukum positif dalam menghadirkan keadilan bagi masyarakat.
“Pada detik inilah kejaksaan bergerak cepat menerobos kekakuan hukum formil melalui pendekatan hukum progresif dengan menerapkan restorative justice sebagai salah satu bentuk pendekatan hukum,” kata dia.
Hasil dari kebijakan keadilan restoratif menuai apresiasi dari masyarakat karena penerapannya tidak hanya memberi keadilan dan kepastian hukum saja, tetapi juga memberikan kemanfaatan kepada masyarakat luas.
Ia berharap agar tidak hanya kejaksaan yang melakukan pendekatan hukum progresif dalam menuntaskan kasus.
Ia berharap Majelis Hakim berani mengambil langkah menggunakan hukum progresif ketika hukum positif tidak lagi mampu menuntaskan suatu kasus, dalam hal ini kasus tindak pidana korupsi.
Ia menyebutkan aparat penegak hukum membutuhkan dukungan dan pemikiran para ahli untuk menilai dari sisi hukum progresif guna melenturkan kekakuan hukum positif. Aparat penegak hukum membutuhkan dukungan agar mampu beradaptasi pada perkembangan dinamika rasa keadilan di masyarakat.
“Saya yakin, dengan adanya keberanian dalam melakukan terobosan yang berorientasi pada keadilan substantif yang digali dan digalang, yang berada di dalam masyarakat, maka pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia akan semakin baik, tegas, dan terukur,” kata dia.
“Tentunya, harapan bagi kita semua adalah Indonesia akan terbebas dari pandemi korupsi,” kata dia.
Pewarta : Putu Indah Savitri
Editor : Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Unissula: Selesaikan kasus guru honorer NTB lewat keadilan restoratif
20 October 2023 9:12 WIB, 2023
Polisi tunggu keadilan restoratif kasus kecelakaan maut di di flyover Purwosari Solo
01 September 2023 16:07 WIB, 2023
Polres Metro Jakarta Barat bebaskan Selebriti Instagram "Ajudan Pribadi"
03 May 2023 15:58 WIB, 2023
Kemenkumham Jateng Gelar Dilkumjakpol bahas sinkronisasi Restorative Justice
07 December 2022 13:57 WIB, 2022
Terpopuler - Hukum dan Kriminal
Lihat Juga
Kos-kosan di Kelurahan Mewek Purbalingga jadi lokasi prostitusi daring, polisi tangkap dua orang
13 November 2024 15:16 WIB