Semarang (ANTARA) - Perkembangan sistem pelayanan kesehatan dalam 10 tahun terakhir, khususnya pada penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), telah melaju kian pesat.

Progres kinerja tersebut menandakan bahwa kepercayaan publik atas akses pelayanan kesehatan terus meningkat dari tahun ke tahun.

Sejalan dengan hal tersebut, BPJS Kesehatan Cabang Semarang  bersama Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Jawa Tengah serta Tim Kendali Mutu dan Kendali Biaya terus berupaya memaksimalkan upaya pencegahan kecurangan. Salah satunya, melalui Seminar Pencegahan Kecurangan yang diikuti oleh seluruh Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) di Kota Semarang dan Kabupaten Demak. Selasa (7/5).

“Semakin ke sini semakin banyak rumah sakit yang ingin bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, ini suatu fakta. Bahkan dalam memberikan pelayanan semuanya berlomba-lomba memberikan pelayanan yang terbaik bagi peserta JKN, Apalagi 80% rumah sakit pasarannya peserta JKN,” ucap Ketua PERSI Jawa Tengah, Agus Suryanto.

Agus menjelaskan,  sebagai organisasi yang maju dari tahun ke tahun sistemnya pasti semakin baik selaras dengan tingkat pengawasan akuntabilitasnya juga semakin meningkat. Salah satunya penanganan kecurangan (fraud) dalam penyelenggaraan Program JKN.

Yakni, tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk mendapatkan keuntungan finansial dari program Jaminan Kesehatan dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional melalui perbuatan curang yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dijelaskan, pelaku fraud itu sendiri bisa dilakukan oleh peserta, petugas BPJS Kesehatan, pemberi pelayanan kesehatan, penyedia obat dan alat kesehatan, serta pemangku kepentingan lainnya.

PERSI Wilayah Jawa Tengah mendata pada tahun 2023 potensi fraud yang masuk ke pihaknya diantaranya, phantom billing (klaim palsu), kode diagnosis dan tagihan obat yang tidak sesuai, pelayanan dan rujukan semu, cost sharing dan penggunaan data pasien yang sudah meninggal.

“Fraud dilakukan secara sengaja maupun tidak sengaja, tetapi dengan adanya pembiaran itu merupakan sebuah kesengajaan karena menimbulkan kerugian bagi pasien itu sendiri maupun keuangan negara,” tambahnya.

Agus berharap di kemudian hari, seluruh ekosistem dalam Program JKN ini memiliki tujuan yang sama, agar data-data terkait potensi fraud yang ada  tidak muncul kembali.

“Metode pendeteksi fraud harus dilakukan seperti whistle blower, perhatikan sistem digital dan segera dilihat jika terdapat anomali maupun redflag. Selanjutnya perhatikan pegawai jika ada perubahan yang di luar kebiasaan,” ucap Asisten Perdata dan TUN Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, Yusfidli Adhyaksana.

Menurut pandangannya, fraud ini bisa terjadi karena adanya kesempatan, kurangnya kontrol diri serta adanya rasionalisasi atas tindakan, artinya pembenaran atas tindakan kriminal yang dilakukan pelaku fraud sebagai hal yang wajar. Ini yang paling berbahaya.

Sementara itu, Sekretaris Tim Kendali Mutu Kendali Biaya (TKMKB) JKN tingkat pusat, Julita Hendrartini mendorong semua stakeholders yang berperan dalam Program JKN ini menyadari bahwa, pencegahan fraud bukan hanya tugas BPJS Kesehatan, maupun Dinas Kesehatan saja. Namun menjadi tanggung jawab bersama termasuk di dalamnya fasilitas kesehatan.

“Menurut saya salah satu ekosistem dalam sustainabilitas Program JKN, dalam pencegahan fraud yang memiliki peran adalah fasilitas kesehatan itu sendiri, yakni melalui kendali mutu dan kendali biaya,” ucapnya.

Adapun upaya yang dapat dilakukan seperti peningkatan peran FKTP sebagai gate keeper serta penurunan tingkat moral hazard oleh seluruh fasilitas kesehatan.

Dalam pelaksanaannya, BPJS Kesehatan mengembangkan teknis operasionalisasi sistem pelayanan kesehatan, sistem kendali mutu pelayanan, dan sistem pembayaran pelayanan kesehatan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas melalui credensialing, survei kepuasan peserta, serta pemantauan dan pengawasan pemanfaatan.

Ditemui pada kesempatan yang sama Kepala BPJS Kesehatan Cabang Semarang, Fitria Nurlaila Pulukadang mengatakan BPJS Kesehatan bersama pemangku kepentingan perlu membangun ekosistem yang sadar terhadap pencegahan kecurangan demi terciptanya pelayanan JKN yang efektif dan efisien.

Dalam penyelenggaraan Program JKN, pencegahan kecurangan menjadi salah satu faktor yang paling penting untuk menjaga sustainabilitas Program JKN.

Ia berharap, dengan adanya seminar kesehatan secara preventif dapat melakukan penguatan mutu pelayanan kesehatan Peserta JKN dengan prinsip yang efektif.

“Harapannya iuran Program JKN yang sudah terkumpul bisa tepat sasaran. Artinya kita sebagai pemangku yang ada dalam ekosistem JKN harus memastikan satu rupiah iuran yang dibayarkan seluruh peserta JKN tepat sasaran. Pelayanan kesehatan kepada orang yang tepat dan manfaat yang diterima tepat sesuai dengan kondisi peserta,” tutup Fitria. ***

 

***