Semarang (ANTARA) - ARL, mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, ditemukan meninggal dunia pada 12 Agustus 2024.

Dokter muda asal Kota Tegal tersebut ditemukan sudah tidak bernyawa di dalam kamar indekosnya di Jalan Lempongsari, Kota Semarang.

Sejumlah temuan di lokasi kejadian memunculkan dugaan mahasiswi Program Studi Anestesi tersebut telah bunuh diri.

Namun pihak keluarga membantah bahwa ARL meninggal akibat bunuh diri.

Hasil penyelidikan awal kepolisian menyebutkan korban ditemukan di dalam kamar indekos yang terkunci dari dalam. Selain itu, hasil visum menyatakan tidak ada tanda-tanda kekerasan di tubuh korban.

Akan tetapi, di bagian punggung lengan kiri korban ditemukan tiga luka yang diduga merupakan bekas suntikan.

Di lokasi kejadian, polisi juga ditemukan alat suntik serta bekas botol obat Roculax yang diduga dipakai korban untuk meredakan rasa nyeri.

Berdasarkan informasi yang diperoleh, diketahui korban memiliki riwayat penyakit saraf kejepit di bagian punggung.

Polisi sendiri tidak melakukan autopsi terhadap korban berdasarkan permintaan dari pihak dari keluarga karena tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan.

Polisi juga belum bisa memastikan apakah suntikan di lengan kiri korban itu disengaja atau merupakan bentuk kelalaian, mengingat latar belakang korban sebagai tenaga medis.


Dugaan perundungan

Dugaan perundungan terhadap korban saat menjalani pendidikan muncul setelah ditemukan juga buku harian di kamar indekos itu.

Sembilan lembar catatan buku harian itu berisi keluhan tentang kondisi kesehatan korban kepada Tuhan serta keluhan kepada seseorang yang diduga kekasihnya, selama menjalani pendidikan.

Selain itu, Kementerian Kesehatan juga menerbitkan sebuah surat dari Direktorat Pelayanan Kesehatan Nomor TK.02.02/D/44137/2024 tentang penghentian sementara Program Studi Anestesi Undip Semarang di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Kariadi Semarang.

Dalam surat tersebut dijelaskan alasan penghentian sementara pembelajaran tersebut berkaitan dengan dugaan perundungan yang memicu bunuh diri salah seorang mahasiswi program studi tersebut.

Penghentian sementara itu dilakukan menyusul adanya investigasi yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan atas peristiwa tersebut.
Dalam penyelidikannya, Kementerian Kesehatan juga menggandeng pihak kepolisian.

Namun, Kementerian Kesehatan tidak berencana menutup selamanya PPDS Anestasi Universitas Diponegoro.

Penghentian sementara tersebut agar penyelidikan ini bisa dilakukan dengan cepat, bersih, dan transparan, bebas dari intimidasi.

Kementerian Kesehatan merasa tidak bisa lepas tangan dari perkara tersebut karena korban juga menempuh pendidikan di lingkungan RSUP Kariadi Semarang yang merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) milik Kemenkes.

Atas peristiwa meninggalnya ARL tersebut, Undip Semarang memberikan pernyataan dan klarifikasinya.

Undip membantah bahwa kematian ARL yang diduga bunuh diri itu dipicu oleh perundungan.

Manajer Layanan Terpadu dan Humas Undip Semarang Utami Setyowati menyebut almarhumah memiliki permasalahan kesehatan yang memengaruhi proses belajar yang sedang ditempuhnya.

Bahkan almarhumah disebut sempat mempertimbangkan untuk mengundurkan diri akibat kondisi tersebut, namun mengurungkan niatnya karena secara administratif terikat pada ketentuan penerima beasiswa.

Undip menyatakan siap berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk penanganan lebih lanjut perkara ini.

Fakultas Kedokteran Undip sendiri juga mengklaim telah menetapkan gerakan "Zero Bullying" yang dipantau secara aktif oleh Tim Pencegahan dan Penanganan Perundungan dan Kekerasan Seksual sejak 1 Agustus 2023.


Dugaan perundungan

Berkaitan dengan dugaan perundungan yang dialami korban, polisi menyebut hal itu akan diinvestigasi oleh Kementerian Kesehatan.

Kapolrestabes Semarang Kombes Pol. Irwan Anwar menilai isi buku harian korban tersebut tidak ada yang terkait dengan perundungan.

Polisi sendiri masih mendalami jika memang motif kematian korban akibat bunuh diri itu dengan memeriksa para saksi, seperti teman-teman di sekitar korban, termasuk rekan seprofesi ARL.

Sejauh ini polisi belum menemukan bukti bahwa perundungan menjadi penyebab kematian korban yang diduga akibat bunuh diri.

"Belum ada fakta atau bukti kalau korban meninggal bermotifkan perundungan. Begitu juga sebaliknya, belum ada bukti yang menguatkan kematian itu bukan karena perundungan," kata Irwan.

Terhadap upaya pengungkapan perundungan yang diduga dialami ARL, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Tengah mendukung investigasi yang dilakukan Kementerian Kesehatan di Program Pendidikan Dokter Spesialis Fakultas Kedokteran Undip Semarang.

"Dukungan kami agar masalah ini bisa terselesaikan dengan baik," kata Ketua IDI Jawa Tengah Telogo Wismo Agung Durmanto.

Ada kekhawatiran peristiwa semacam itu terjadi kembali di kemudian hari jika tidak dituntaskan saat ini.

"Jangan sampai ada lagi dokter peserta sekolah spesialis yang meninggal karena kelelahan atau sakit," ucap Telogo Wismo.

Mahasiswa di sekolah dokter spesialis tersebut memang menghadapi tingginya tekanan fisik dan psikologis selama menjalani pendidikan profesi.

Ia sendiri juga mengakui adanya tambahan informasi di luar jam kuliah yang penting untuk diketahui oleh dokter peserta pendidikan spesialisasi itu.

"Kalau ada kasus menarik, bisa jadi diundang untuk tambahan ilmu, namun bukan merupakan tambahan jam kerja," katanya.

Meski demikian, perlu dievaluasi agar jangan sampai dokter PPDS kelelahan karena yang dihadapi ialah manusia yang dalam kondisi sakit.

Dokter yang bekerja dalam kondisi lelah maka hasil pemeriksaan yang dilakukan juga tidak akan maksimal.

Meski demikian, pengungkapan dugaan perundungan di dunia pendidikan kedokteran tersebut tetap harus dibuka seluas-luasnya.

Perundungan tidak dapat dibenarkan dengan alasan apa pun, termasuk untuk alasan membentuk tenaga medis yang tangguh.

Apa pun, investigasi Kementerian Kesehatan terhadap dugaan perundingan yang dialami ARL, patut ditunggu hasilnya.

Hasil investigasi tersebut bisa menjadi pintu masuk kepolisian untuk menjerat pasal pidana terhadap para pelaku, bila memang ditemukan bukti terjadi perundungan terhadap korban.

Editor: Achmad Zaenal M