Mereka Tanam Harapan di Tempuran Pabelan-Senowo
Rabu, 23 Mei 2012 7:15 WIB
Para siswa membawa bibit pohon melewati instalasi pengolah material pasir Gunung Merapi di Dusun Banyutemumpang, Desa Krogowanan, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Selasa (22/5). Mereka menanam bibit pohon itu di tempuran Sungai Pabelan dengan
Mobil bercat hitam dengan latar belakang nomor polisi warna merah, tanda mobil dinas pemerintah, parkir di bawah terik matahari, dekat lokasi tersebut yang kaya sumber air.
Tempat itu masuk wilayah Dusun Banyutemumpang, Desa Krogowanan, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, kawasan barat daya Gunung Merapi. Nama "Banyutemumpang", kira-kira artinya air menumpang di atas suatu areal.
Ketika anak-anak itu didampingi sejumlah guru dan Kepala SMPK Santa Maria Banyutemumpang L. Sutikno, para pegiat Tunas Merapi Kabupaten Magelang (peguyuban pelestari alam) pimpinan Herlambang, dan beberapa warga setempat lainnya memasuki lokasi instalasi itu untuk menuju tempuran sungai setempat, anggota dewan dengan mobil dinasnya belum terlihat di tempat itu.
Terdengar dia menanyakan tentang asal usul anak-anak itu dan apa yang dikerjakan di kawasan tepian tempuran Sungai Pabelan dan Senowo, yang aliran airnya berhulu di Merapi.
Sekitar 70 anak yang terlibat dalam kegiatan cinta alam itu masing-masing mengenakan seragam olah raga berupa pasangan kaos dan celana pendek warna biru muda dan biru tua bertuliskan di punggungnya cukup jelas dan gampang terbaca tentang sekolah mereka.
Mereka adalah para siswa, masing-masing Kelas III SMPK dan Kelas VI SDK Santa Maria Banyutemumpang, yang memanfaatkan waktu vakum setelah ujian nasional hingga menunggu pengumuman kelulusan melalui kegiatan antara lain menanam pohon di tempuran dua sungai itu yang tak jauh dari sekolahnya.
Sebelumnya, anak-anak mengikuti renungan tentang cinta alam dan pentingnya menanam pohon. Renungan itu berlangsung di tepian kolam seluas sekitar 18X12 meter, dekat sekolahnya, yang oleh warga setempat dikenal dengan sebutan "Belumbang Gedhe" (Kolam Besar).
Kepala Dusun Banyutemumpang Subari mengatakan, air dari sumber di kolam itu untuk memenuhi kebutuhan, terutama air bersih, warga tiga desa yakni Krogowanan, Butuh, dan Sawangan.
"Untuk tiga desa, kolam ini jadi sumber air, kata orang-orang tua kolam ini dibuat zaman penjajahan Belanda. Memang di tempat kami ini cukup banyak sumber air, yang di Glogor diambil oleh PDAM," katanya.
Setiap anak membawa satu bibit pohon masing-masing kelapa, gayam, dan aren. Refleksi mereka secara singkat disampaikan Herlambang dan Kepala Gereja Paroki Banyutemumpang Romo Modestus Supriyanto.
Seorang seniman petani Susanto dengan mengenakan pakaian ala petani motif lurik, berkain putih, dan bercamping, turun ke kolam yang cukup banyak ikan itu. Ia memainkan performa gerak dengan properti cemeti, tiga batang bibit pohon dan taburan bunga mawar di air kolam itu.
Seorang siswi Agustina Maria Reforma Putri yang pada Selasa (22/5) berulangtahun ke-15 didaulat turun ke kolam untuk menerima bibit pohon aren dari Susanto. Ia kemudian menanam bibit pohon itu di tepi "Belumbang Gedhe", sebagai kenangan atas ulang tahunnya pada 2012.
"Menanam pohon ini sebagai kenangan para siswa yang akan melanjutkan sekolah ke jenjang lebih tinggi. Mudah-mudahan kegiatan ini juga pertanda baik untuk kelestarian alam karena alam yang lestari dibutuhkan semua makhluk. Alam ciptaan Tuhan, maka kita bersyukur mencintai alam," kata Romo Supriyanto.
Selain itu, katanya, menanam pohon juga pertanda baik untuk masa depan kehidupan manusia karena peranan pohon penting terkait dengan kelestarian sumber air. Air dibutuhkan manusia setiap saat, baik untuk keperluan sehari-hari maupun pertanian.
Seorang siswi bernama Agatha Sekar mengaku memahami secara baik pentingnya menanam pohon yakni untuk melestarikan alam, termasuk di antaranya sumber air.
Mereka kemudian berbaris sambil masing-masing membawa satu bibit pohon menuju tempuran Sungai Pabelan dan Senowo untuk menanam pohon.
Susanto yang membawa dupa dan cemeti berjalan paling depan, memimpin arak-arakan anak-anak itu sepanjang sekitar 500 meter dari "Belumbang Gedhe" Banyutemumpang menuju tepian sungai tersebut dengan melewati lokasi instalasi pemrosesan material batu dan pasir Gunung Merapi. Mereka antara lain juga membawa cangkul dan linggis.
Langit cerah tatkala itu, dengan Gunung Merapi yang berjarak sekitar 14 kilometer dari dusun setempat, terlihat jelas. Sepenggal tembang mereka nyanyikan bersama-sama sepanjang arak-arakan.
"Kulihat ibu pertiwi, sedang bersusah hati, air matamu berlinang, mas intanmu terkenang. Hutan gunung sawah lautan, simpanan kekayaan, kini ibu sedang susah, merintih dan berdoa," demikian beberapa bait tembang itu yang mereka lantunkan berulang-ulang.
Anak-anak dengan wajah ceria kemudian mencari tempat-tempat di tepi tempuran sungai itu untuk menanam pohon yang diusungnya. Kawasan itu beberapa waktu lalu menjadi salah satu jalur utama banjir lahar Gunung Merapi, pascaerupsi akhir 2010. Para pekerja dengan peralatannya terlihat dari tempat itu sedang mengerjakan proyek perbaikan cekdam di tengah sungai.
"Kemarin waktu erupsi Merapi, kita cemas, takut, dan ngeri dengan kondisi yang ada. Kekuatan alam tidak bisa dilawan tetapi hanya bisa dihindari. Tetapi itu menyadarkan bahwa hidup kita di bumi. Kelak kita mati juga menjadi tanah, kembali ke bumi. Sekarang kondisi bumi kita rusak karena banjir. Kita memperbaiki dan kemudian melestarikan alam ini," kata Herlambang.
Ia menyebut menanam pohon sebagai meninggalkan kenangan kebaikan. Menanam pohon juga sebagai doa tanpa kata-kata melainkan melalui tindakan.
Selain itu, katanya, menanam pohon memberikan makna kebaikan kepada orang lain. Orang yang gemar menanam pohon biasanya berkarakter jauh dari sikap egois karena aksinya untuk orang lain, kelestarian air dan alam.
"Menanam pohon adalah satu aksi banyak makna, menanam pohon adalah menanam pengharapan," katanya.
Kalau anak-anak Banyutemumpang itu menanam bibit pohon di tepian tempuran sungai dekat sekolahnya, maka mereka juga berefleksi menanam pengharapan tentang apa saja dalam hatinya. Tentunya hal ikhwal tentang pengharapan terhadap kebaikan.
Pewarta : M Hari Atmoko
Editor : Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Kementan RI : Varietas unggul baru tanam padi lahan payau hasilkan 7,1 ton/ha
14 November 2024 17:47 WIB
Terpopuler - Spektrum
Lihat Juga
Chamdawati, kisah pejuang sampah dari Kudus yang gigih sadarkan masyarakat
29 November 2024 10:20 WIB
FODOR's No List 2025 dan tantangan mewujudkan pariwisata berkualitas di Indonesia
23 November 2024 23:32 WIB