Logo Header Antaranews Jateng

Ray Rangkuti: Kampanye Hitam Lebih Banyak Fitnah dan Provokatif

Kamis, 5 Juni 2014 14:08 WIB
Image Print
Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti. (FOTO ANTARA/Yudhi Mahatma)


"Saya sangat kecewa, isu yang berkembang dan banyak menjejali ruang publik menjelang pemilihan presiden ini, adalah isu yang berbau fitnah dan kampanye jahat," kata Ray Rangkuti, di Jakarta, Kamis.

Seharusnya, kata Ray, ruang publik jelang Pilpres 2014 diisi dan dipenuhi oleh adu argumen tentang ide, gagasan serta konsep bagaimana wajah Indonesia lima tahun mendatang.

"Udara politik yang sekarang dihirup publik disesaki oleh isu-isu SARA yang hampir seluruhnya bersifat fitnah. Nafas politik pun terasa sesak. Ini jelas sangat merusak demokrasi. Saya heran dan kecewa, sudah sekian lama kita berdemokrasi sejak pasca reformasi, justru sekarang seperti mundur ke belakang," kata dia.

Terlebih lagi, kata Ray, lembaga pengawas tak berdaya sama sekali. Bahkan, sambungnya, terkesan membiarkannya sehingga masyarakat dijejali dengan isu fitnah, provokasi.

Manajer Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Sunanto, menyorot tentang kasus beredarnya Tabloid Obor Rakyat yang banyak menyudutkan capres Joko Widodo atau Jokowi. Menurut dia, apa yang dimuat dalam tabloid Obor itu, sudah merupakan bentuk kampanye hitam.

"Beredarnya tabloid Obor Rakyat itu sudah merupakan black campaign yang tidak bisa ditolerir. Bawaslu dan Kepolisian harus segera mengusut karena sudah masuk unsur pidana," kata Sunanto.

Wakil Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Jojo Rohi mengatakan, maraknya praktek kampanye hitam dengan berbasis fitnah, hanya membuat demokrasi di tanah Air menjadi buruk dan hal itu sebuah kekonyolan politik.

"Saya heran, kampanye berbau SARA dipakai sebagai senjata yang jelas-jelas mengkhianati nilai-nilai demokrasi serta mengkhianati Kebhinekaan yang selama ini dijaga oleh semua masyarakat Indonesia," kata Jojo.


Pewarta :
Editor: Totok Marwoto
COPYRIGHT © ANTARA 2024