Logo Header Antaranews Jateng

DeAR: Capres Harus Paham Evolusi Teori Politik

Sabtu, 21 Juni 2014 19:24 WIB
Image Print
Doktor Dewi Aryani, M.Si. (baju kuning) bersalaman dengan Jokowi. (Dok.)


Jadi, mereka tidak cukup hanya paham soal konstitusi Indonesia, apalagi cuma gemar menggunakan simbol-simbol seperti lambang negara Garuda Pancasila, polosan pula, kata DeAr, wakil rakyat asal Daerah Pemilihan Jawa Tengah IX (Brebes, Tegal, dan Kota Tegal) kepada Antara Jateng, Sabtu malma.

DeAr menyebutkan dua nama kondang Plato dan Machiavelli. Kontroversi pemikiran keduanya amat penting menjadi pertimbangan- pertimbangan dalam menilai baik buruk dalam menentukan repositioning NKRI di lingkungan internasional.

DeAr menegaskan bahwa Plato identik dengan kolektivisme (ajaran atau paham yang tidak menghendaki adanya hak milik perseorangan, baik atas modal, tanah, maupun alat produksi), yang berhak menjadi penguasa adalah mereka yang mengerti sepenuhnya prinsip kebajikan.

Sementara itu, Machiavellisebagaimana kata DeArmelihat kekuasaan sebagai tujuan itu sendiri. Kedaulatan tertinggi terletak pada kekuasaan penguasa dan bukan rakyat dan prinsip-prinsip hukum. Namun, berbagai era penguasa dan pergeseran nilai-nilai konstitusi negara inilah yang sebenarnya harus mendapat porsi perhatian para capres.

Dinamika kondisi bangsa dari masa ke masa, menurut DeAr, amatlah nyata kasat mata makin memburuk. Kalaupun pernah pada titik dengan sebutan negara kuat, swasembada, dll. itu cuma temporer dan hilang seiring lengsernya penguasa masa itu. Sistem tidak terbangun dengan permanen dan sustainable (berkelanjutan).

Anyway sekilas pikir ini hanya untuk menggelitik naluri semua warga negara untuk bersama-sama menjadi bagian dari keranjangan ide untuk mendudukkan kedua persoalan tidak hanya jadi beban calon kepala negara, ucap DeAr.

DeAr pun mengajak, Mari berpikir, kumpulkan ide, lakukan kesadaran kolektif untuk melakukan perubahan secara cepat dan bersama. Revolusi mental ala Jokowi menjadi penting sebagai fondasi membangun kesepakatan bersama untuk menegakkan kembali martabat dan harga diri bangsa di antara bangsa-bangsa lain serta terus-menerus memperkuat peran TNI yang profesional. TNI milik rakyat, bukan milik penguasa.

Akhirnya kilas pikir ini berujung pada bagaimana Presiden mendatang mampu dan konkret melakukan revolusi mental nasional sehingga berbagai diplomasi soal luar negeri dan hankam tidak melenceng dr konstitusi negeri tercinta ini, kata DeAr.

Pewarta :
Editor: Kliwon
COPYRIGHT © ANTARA 2024