Tembang itu dilantunkan para pegiat Komunitas Seniman Borobudur Indonesia (KSBI) secara bersama-sama, saat performa "Jamasan Sang Pamomong" di Taman Patung Stupa, sekitar 700 meter timur Candi Borobudur, terkait dengan pesta demokrasi tingkat lokal, berupa pemilihan bupati dengan wakil bupati setempat yang rencananya pada Minggu (27/10).

Pemimpin kelompok "Kalimosodo Musik Indonesia" Kabupaten Magelang yang ikut performa itu dengan meniup seruling, Abbet Nugroho, menunjuk penggalan syair tersebut, memaknai secara tepat tentang harapan masyarakat akan terpilihnya kepala daerah yang terbaik untuk periode lima tahun ke depan.

Kira-kira terjemahan penggalan syair tembang itu, bahwa gembala diminta tolong memanjat pohon belimbing dan memetik buahnya, meskipun harus dengan susah payah. Buah belimbing itu untuk mencuci jarit, sedangkan jarit yang koyak harus dijahit agar pantas untuk "sowan".

"Bahwa pemimpin bagaikan gembala, dia melayani aspirasi dan kepentingan seluruh masyarakat. Kepemimpinannya untuk membangun masyarakat agar mencapai hidup secara layak dan sejahtera," katanya.

Dia menjelaskan bahwa kepala daerah setempat yang terpilih, harus mampu melayani seluruh masyarakat, termasuk di kawasan Candi Borobudur yang juga warisan budaya dunia itu.

"Kira-kira seperti itu, pesan yang ingin disampaikan," kata Abbet yang juga Ketua II Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia (Lesbumi) Kabupaten Magelang.

Performa "Jamasan Sang Pamomong" dilakukan seniman KSBI pimpinan Umar Chusaeni pada Selasa (22/10) itu, ditandai pengusungan tandu dengan sepasang patung kayu bersosok lelaki, yang menjadi simbol pasangan bupati dengan wakil bupati.

Mereka yang masing-masing mengenakan surjan motif lurik dan memoles wajah sebagai punakawan --Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong-- berjalan kaki sepanjang 200 meter dari halaman kompleks Pondok Tingal menuju Taman Patung Stupa.

Tabuhan alat musik terbang dan bende, serta tiupan seluring mengiring performa tersebut, sedangkan beberapa di antara mereka lainnya membawa kuda lumping. Mereka juga berjalan kaki mengelilingi patung stupa di taman setempat di tepi jalan utama menuju Candi Borobudur, beberapa kali, sambil melantunkan tembang Lir Ilir itu.

Seorang sesepuh warga Dusun Tingal, Desa Wanurejo, Kecamatan Borobudur, Mbah Djantuk, duduk bersila di depan tandu yang telah diletakkan di bawah patung stupa. Dia meletakkan sebilah keris dan menata sejumlah bokor warna kuning keemasan yang masing-masing berisi air kembang mawar warna merah dan putih.

Fasilitator Destination Management Organization (DMO) Kabupaten Magelang Aji Purnomo memimpin performa dialog warga dengan kepala daerah, yang antara lain menyangkut aspirasi tentang pembangunan pertanian, pendidikan, dan perhatian bupati terhadap kesenian dan kebudayaan di kawasan Candi Borobudur.

"Bantu petani dengan bibit tanaman, pupuk, dan alat pertanian yang berkualitas. Berikan subsidi untuk pupuk dan obat-obat pertanian," kata Sujono yang memerankan petani dalam dialog itu.

"Kami minta gedung kesenian yang representatif, untuk pertunjukan dan pameran karya seniman. Bantu kami dengan promosi dan pemasaran kerajinan masyarakat," kata pelukis Tanto Decora.

"Sudah lama kami mengabdi sebagai guru honor. Angkat kami menjadi pegawai negeri," kata Cipto Purnomo yang memainkan peran guru.

Mbah Djantuk kemudian beberapa kali menyiram sepasang patung kayu berbalut kain putih itu dengan air kembang mawar, sebagai tanda jamasan, sedangkan seorang ulama dusun setempat, Kiai Ali Munawar memimpin doa.

Enam Pasangan
Sebanyak enam pasangan yang mengikuti pilkada setempat, yakni Susilo-Mujadin Putu Murja (1) diusung PPP dan PAN, Rohadi Pratoto-Muhamad Achadi (2) diusung Partai Golkar, PKB, PKS, Handoko-Eko Purnomo (3) jalur perseorangan.

Selain itu, pasangan Zaenal Arifin-Muhammad Zaenal Arifin (4) diusung PDI Perjuangan, Ahmad Majidun-Sad Priyo Putro (5) diusung Partai Demokrat, PBB, Hanura, PPRN, dan Muhammad Arwan-Haiban Hajid (6) diusung Partai Gerindra dan PKNU.

Saat para kandidat itu hadir memenuhi undangan komunitas Gereja Kevikepan Kedu untuk berdialog dengan ratusan pemuka umat Katolik setempat, Selasa (15/10) petang, mereka juga menyentuh pembicaraan menyangkut program pengembangan kawasan Candi Borobudur. Kandidat dari jalur perseorangan, Handoko-Eko Purnomo, tidak hadir pada kesempatan itu.

Umumnya, mereka sama-sama memandang bahwa Candi Borobudur sebagai ikon penting Kabupaten Magelang, terutama menyangkut kepentingan kepariwisataan dan pelestarian. Candi Borobudur perlu mendapatkan perhatian pemerintah melalui programpengembangan secara tepat untuk kepentingan kehidupan masyarakat kawasannya.

"Borobudur butuh perhatian khusus bupati dan wakil bupati yang terpilih kelak. Mereka harus menepati janji-janji kampanyenya, termasuk menyangkut Borobudur dengan masyarakat kawasannya," kata Koordinator KSBI Umar Chusaeni.

Siapa pun pasangan kandidat yang terpilih, katanya, mereka bukan lagi milik partai politik pengusung atau menggunakan kekuasaan untuk mengurus kepentingan pribadinya, akan tetapi milik seluruh masyarakat.

Ia mengatakan bahwa daerah itu membutuhkan pasangan bupati dan wakil bupati, sebagai sosok "Sang Pamomong" (pelayan) atau "cah angon" (gembala) masyarakat.

Mereka mengemban tanggung jawab mengantarkan masyarakat memperoleh hidup lebih sejahtera, adil, dan makmur, melalui berbagai program pembangunan yang mencakup seluruh aspek.

"'Mumpung padhang rembulane, mumpung jembar kalangane' (Penggalan lanjutan tembang 'Lir Ilir'' yang kira-kira artinya mumpung rembulan bersinar terang dan waktu sedang luang, red). Itu boleh dimaknai bahwa saat ini kesempatan masyarakat memilih 'cah angon' yang terbaik, namun juga kesempatan baik kandidat menguatkan komitmen kepemimpinan," kata Abbet Nugroho.