Badan Pusat Statistik Jawa Tengah baru-baru ini merilis data yang menyejukkan menyangkut angka kemiskinan. Jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah pada September 2018 sebesar 3.867,42 ribu orang atau mengalami penurunan (11,19 persen) atau berkurang sebesar 29,8 ribu orang dibanding pada Maret 2018. 

Sementara apabila dibandingkan dengan September tahun sebelumnya jumlah penduduk miskin mengalami penurunan sebanyak 330,07 ribu orang.

Penurunan jumlah kemiskinan di Jateng itu terjadi di daerah perkotaan maupun di perdesaan. Selama periode Maret-September 2018, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang sebanyak 6,6 ribu orang (dari 1,72 juta orang pada Maret 2018 menjadi 1,71 juta orang pada September 2018). Sementara di daerah perdesaan juga mengalami penurunan sebanyak 23,2 ribu orang (dari 2,18 juta orang pada Maret 2018 menjadi 2,16 juta orang pada September 2018)

Tak kalah menyejukkan, ketimpangan kaya-miskin di Jawa Tengah juga menurun. Pada September 2018, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Jawa Tengah yang diukur dengan Gini Ratio tercatat sebesar 0,357, turun 0,021 poin jika dibandingkan dengan Gini Ratio Maret 2018.

Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan.

BPS Jateng juga mengklaim Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan periode Maret-September 2018 mengalami penurunan. Indeks Kedalaman Kemiskinan pada Maret 2018 adalah 1,847 dan pada September 2018 mengalami penurunan menjadi 1,626. Demikian juga dengan Indeks Keparahan kemiskinan mengalami penurunan dari 0,448 menjadi 0,342.

Kita patut merasa lega. Penurunan jumlah penduduk miskin mengindikasikan program-program pengentasan kemiskinan yang digulirkan pemerintah mulai membuahkan hasil. 

Tanpa bermaksud menafikan keberhasilan tersebut, kita yakin pemerintah masih harus bekerja keras untuk memangkas angka kemiskinan yang sesungguhnya. Sebab, jika mengacu pada faktor-faktor yang dibeberkan BPS, penurunan jumlah penduduk miskin pada Maret-September 2018 selain faktor inflasi, meningkatnya NTP, meningkatnya UMP, juga karena bantuan pangan nontunai (BPNT) telah lancar disalurkan ke rumah tangga. 

Dari variabel tersebut di atas, kita semakin yakin jumlah penduduk miskin  ini bukan sepenuhnya berkurang akibat kesejahteraan yang naik. Mereka tidak jatuh miskin atau terentaskan dari jurang kemiskinan karena uluran tangan pemerintah yang sifatnya temporer atau jangka pendek. 

Selama yang diberikan pemerintah tetap "ikan" dan bukan "kail", angka kemiskinan sewaktu-waktu bisa membengkak kembali. Penduduk miskin rentan semakin miskin, penduduk setengah miskin rawan jatuh miskin. 

Karena itu, kita mendorong pemerintah untuk membuat program pembukaan lapangan kerja baru secara masif dan implementatif bagi para penduduk miskin. Apalagi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah menargetkan hingga akhir 2019 jumlah penduduk miskin berada di kisaran 6,48-7,4 persen.