SP minta pengawas ketenagakerjaan bebas dari intervensi
Senin, 12 Oktober 2020 20:28 WIB
Ilustrasi-Sejumlah perwakilan buruh saat bertemu dengan Wali Kota Surakarta FX Hadi Rudyatmo di Loji Gandrung. ANTARA/Aris Wasita
Solo (ANTARA) -
Serikat pekerja meminta pengawas ketenagakerjaan bebas dari intervensi sehingga bisa lebih objektif ketika menghadapi konflik antara perusahaan dan buruh.
"Terkait pengawasan, kami minta agar tidak dari PNS (pegawai negeri sipil). Pengawas ini kan tadinya milik kota, karena alasannya ada intervensi dari pemkot sehingga kemudian mandul," kata Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Solo Wahyu Rahadi di Solo, Senin.
Meski demikian, dikatakannya, saat ini realita yang terjadi di lapangan masih sama, yaitu bagian pengawasan belum melakukan tugas dengan maksimal, termasuk melakukan teguran jika terjadi pelanggaran.
"Ternyata (pengawas) masih tetap memberikan ruang pada proses pelanggaran yang terjadi di perusahaan-perusahaan, ini yang kemudian menjadi PR pemerintah untuk seharusnya melakukan pengawasan dengan sungguh-sungguh," katanya.
Terkait pelanggaran yang masih sering terjadi, pihaknya mengaku kecewa apalagi tidak ada tindakan tegas sebagai sanksinya.
"Ada teman-teman (buruh) yang pernah punya kasus, ada satu perusahaan tidak membayar sesuai dengan upah minimum bahkan menghitung dengan jumlah jam, itu pun jawaban dari pengawas masih diperbolehkan," katanya.
Baca juga: Buruh minta rumpun ketenagakerjaan dikeluarkan dari RUU Omnibus Law
Pihaknya lebih setuju apabila pengawas ketenagakerjaan dalam bentuk "ad hoc" atau dibentuk dalam jangka waktu tertentu. Menurut dia, pengawasan dengan melibatkan "ad hoc" akan lebih netral.
"Jadi lebih 'fair' melihatnya, karena ini kan terkait dengan pengawasan undang-undang. Masalahnya bukan bagus atau tidak tetapi lebih ke penegakan, sampai hari kan tidak tegak juga. Kami juga khawatir justru nanti omnibus ini (UU Cipta Kerja) juga tidak tegak, itu akan jadi masalah," katanya.
Sementara itu, mengenai UU Cipta Kerja sendiri, pihaknya ingin klaster ketenagakerjaan menjadi fokus, termasuk permasalahan aturan yang tadinya diatur dengan UU Nomor 13 Tahun 2003 kemudian dihapus dan hanya dimasukkan ke dalam Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden, atau bahkan Peraturan Menteri.
"Termasuk PHK (pemutusan hubungan kerja) di draft (UU Cipta Kerja) yang kami terima masih 32 kali (untuk pesangon yang diberikan) dengan masa kerja di atas 24 tahun, tetapi kata DPR hanya jadi 25 kali yang 19 dibayar pengusaha dan 6 dibayar pemerintah, teknisnya seperti apa kan tidak dijelaskan. Bahkan pasal yang dihilangkan seperti apa yang dimaksud PHK dengan kesalahan, efisiensi itu dihilangkan dan sekarang masih menunggu PP-nya," katanya.
Ia mengatakan jika aturan tersebut tidak dicantumkan dalam UU maka berpotensi akan selalu berganti seiring dengan pergantian pemerintah.
"Ini kemudian menjadi ketidakpastian, kalau dengan UU kan tidak," katanya.
Baca juga: Ganjar undang serikat pekerja diskusikan UU Cipta Kerja
Serikat pekerja meminta pengawas ketenagakerjaan bebas dari intervensi sehingga bisa lebih objektif ketika menghadapi konflik antara perusahaan dan buruh.
"Terkait pengawasan, kami minta agar tidak dari PNS (pegawai negeri sipil). Pengawas ini kan tadinya milik kota, karena alasannya ada intervensi dari pemkot sehingga kemudian mandul," kata Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Solo Wahyu Rahadi di Solo, Senin.
Meski demikian, dikatakannya, saat ini realita yang terjadi di lapangan masih sama, yaitu bagian pengawasan belum melakukan tugas dengan maksimal, termasuk melakukan teguran jika terjadi pelanggaran.
"Ternyata (pengawas) masih tetap memberikan ruang pada proses pelanggaran yang terjadi di perusahaan-perusahaan, ini yang kemudian menjadi PR pemerintah untuk seharusnya melakukan pengawasan dengan sungguh-sungguh," katanya.
Terkait pelanggaran yang masih sering terjadi, pihaknya mengaku kecewa apalagi tidak ada tindakan tegas sebagai sanksinya.
"Ada teman-teman (buruh) yang pernah punya kasus, ada satu perusahaan tidak membayar sesuai dengan upah minimum bahkan menghitung dengan jumlah jam, itu pun jawaban dari pengawas masih diperbolehkan," katanya.
Baca juga: Buruh minta rumpun ketenagakerjaan dikeluarkan dari RUU Omnibus Law
Pihaknya lebih setuju apabila pengawas ketenagakerjaan dalam bentuk "ad hoc" atau dibentuk dalam jangka waktu tertentu. Menurut dia, pengawasan dengan melibatkan "ad hoc" akan lebih netral.
"Jadi lebih 'fair' melihatnya, karena ini kan terkait dengan pengawasan undang-undang. Masalahnya bukan bagus atau tidak tetapi lebih ke penegakan, sampai hari kan tidak tegak juga. Kami juga khawatir justru nanti omnibus ini (UU Cipta Kerja) juga tidak tegak, itu akan jadi masalah," katanya.
Sementara itu, mengenai UU Cipta Kerja sendiri, pihaknya ingin klaster ketenagakerjaan menjadi fokus, termasuk permasalahan aturan yang tadinya diatur dengan UU Nomor 13 Tahun 2003 kemudian dihapus dan hanya dimasukkan ke dalam Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden, atau bahkan Peraturan Menteri.
"Termasuk PHK (pemutusan hubungan kerja) di draft (UU Cipta Kerja) yang kami terima masih 32 kali (untuk pesangon yang diberikan) dengan masa kerja di atas 24 tahun, tetapi kata DPR hanya jadi 25 kali yang 19 dibayar pengusaha dan 6 dibayar pemerintah, teknisnya seperti apa kan tidak dijelaskan. Bahkan pasal yang dihilangkan seperti apa yang dimaksud PHK dengan kesalahan, efisiensi itu dihilangkan dan sekarang masih menunggu PP-nya," katanya.
Ia mengatakan jika aturan tersebut tidak dicantumkan dalam UU maka berpotensi akan selalu berganti seiring dengan pergantian pemerintah.
"Ini kemudian menjadi ketidakpastian, kalau dengan UU kan tidak," katanya.
Baca juga: Ganjar undang serikat pekerja diskusikan UU Cipta Kerja
Pewarta : Aris Wasita
Editor : Nur Istibsaroh
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
BPJS Ketenagakerjaan bersama ILO kenalkan program ke mahasiswa Undip Semarang
28 November 2024 20:25 WIB
Terpopuler - Tenaga Kerja
Lihat Juga
BPJS Ketenagakerjaan Cabang Semarang Majapahit Peringati Hari Anti Korupsi Dunia
09 December 2024 12:21 WIB
BPJS Ketenagakerjaan Jateng DIY berikan santunan ke ahli waris PPS Sugimin
06 December 2024 22:07 WIB
BPJS Ketenagakerjaan Jateng-DIY sama KPU beri santunan petugas KPPS yang wafat
06 December 2024 21:52 WIB