Kerugian banjir dan rob di Jateng Rp2,5 triliun per tahun
Kamis, 3 Oktober 2024 4:53 WIB
Ketua Tim Riset Tide Eye Indonesia Ir. Miftadi Sudja’i melakukan penandatanganan serah terima Inovasi Teknologi Tide-eye Berbasis Teknologi Internet of Things (IoT), di Semarang, Rabu (2/10/2024). (ANTARA/Zuhdiar Laeis)
Semarang (ANTARA) - Ketua Tim Riset Tide Eye Indonesia Miftadi Sudja’i menyebutkan bahwa kerugian secara ekonomi yang ditimbulkan akibat terjadinya banjir dan rob di pesisir utara Jawa Tengah setidaknya mencapai Rp2,5 triliun per tahun.
"Kami membuat hitungan sederhana dan berusaha mengumpulkan data dari berbagai macam sumber, estimasi kerugian per tahunnya itu Rp2,5 triliun," katanya, di Semarang, Jateng, Rabu.
Hal tersebut disampaikannya usai kegiatan Demo-Day dan Serah Terima Inovasi Teknologi Tide-eye Berbasis Teknologi Internet of Things (IoT).
Menurut dia, perhitungan kerugian secara ekonomi tersebut, termasuk mencakup orang-orang yang jadi tidak bisa bekerja akibat terdampak banjir dan rob.
"Bukan hanya di Kota Semarang ya. Sebenarnya kami (meneliti) di tiga kota, yakni Semarang, Pekalongan, dan (Kabupaten) Demak," katanya.
Sejauh ini, Miftadi mengaku belum melihat daerah-daerah yang lain karena di wilayah Pantura Jateng yang paling terdampak banjir dan rob adalah tiga daerah tersebut.
"Belum melihat yang lain karena saya kira di Pantura (Jateng) yang paling terdampak di tiga wilayah ini (Semarang, Pekalongan, dan Demak)," kata peneliti Telkom University itu.
Pengembangan teknologi tide eye itu dilakukan Telkom University dan University of Wolonggong (UOW) Australia dengan pendanaan hasil kolaborasi antara Pemerintah Australia melalui Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) dan Indonesia.
Teknologi tide eye yang dikembangkan itu sudah terpasang di empat lokasi, yakni Rumah Pompa Sibulanan Kota Pekalongan, Rumah Pompa Yos Sudarso Semarang, Rumah Pompa Sungai Babon di Kawasan Industri Terboyo Semarang, dan rumah pompa di Sayung, Kabupaten Demak.
"Alatnya sudah terpasang. Jadi, ada dua jenis kamera vision apa visual dan radar yang untuk membaca dinamika banjir rob, kemudian ini infrastruktur jaringan melalui jaringan wireless fiber optik untuk jaringan internetnya," katanya.
Data yang terekam dari kamera dan radar tersebut, kata dia, disimpan di "server" yang diolah dengan teknologi artificial intelligence (AI) yang bisa dimanfaatkan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juana di bawah Kementerian PUPR.
Secara lebih jauh, kata dia, teknologi tersebut sebenarnya merupakan cikal bakal pengembangan yang lebih masif di berbagai sektor sebagai langkah antisipasi menekan kerugian yang lebih besar.
"Pengembangan selanjutnya, misalnya data ini bisa dimanfaatkan untuk tadi trafik manajemen, routing traffic dari Pelabuhan Tanjung Mas supaya logistik dan jalur apa distribusi barang itu enggak mandek," katanya.
Kemudian, kata dia, sektor perindustrian juga bisa memanfaatkan data tersebut untuk menyusun langkah-langkah antisipatif terhadap bencana banjir dan rob yang akan terjadi.
"Propagasi banjir gitu, seperti apa dalam tiga hari ke depan sehingga nanti seperti Kemenperin bisa menyusun rencana agar misalnya kawasan industri ini bisa aman atau ada mitigasi tidak terlalu terganggu aktivitasnya," katanya.
"Kami membuat hitungan sederhana dan berusaha mengumpulkan data dari berbagai macam sumber, estimasi kerugian per tahunnya itu Rp2,5 triliun," katanya, di Semarang, Jateng, Rabu.
Hal tersebut disampaikannya usai kegiatan Demo-Day dan Serah Terima Inovasi Teknologi Tide-eye Berbasis Teknologi Internet of Things (IoT).
Menurut dia, perhitungan kerugian secara ekonomi tersebut, termasuk mencakup orang-orang yang jadi tidak bisa bekerja akibat terdampak banjir dan rob.
"Bukan hanya di Kota Semarang ya. Sebenarnya kami (meneliti) di tiga kota, yakni Semarang, Pekalongan, dan (Kabupaten) Demak," katanya.
Sejauh ini, Miftadi mengaku belum melihat daerah-daerah yang lain karena di wilayah Pantura Jateng yang paling terdampak banjir dan rob adalah tiga daerah tersebut.
"Belum melihat yang lain karena saya kira di Pantura (Jateng) yang paling terdampak di tiga wilayah ini (Semarang, Pekalongan, dan Demak)," kata peneliti Telkom University itu.
Pengembangan teknologi tide eye itu dilakukan Telkom University dan University of Wolonggong (UOW) Australia dengan pendanaan hasil kolaborasi antara Pemerintah Australia melalui Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) dan Indonesia.
Teknologi tide eye yang dikembangkan itu sudah terpasang di empat lokasi, yakni Rumah Pompa Sibulanan Kota Pekalongan, Rumah Pompa Yos Sudarso Semarang, Rumah Pompa Sungai Babon di Kawasan Industri Terboyo Semarang, dan rumah pompa di Sayung, Kabupaten Demak.
"Alatnya sudah terpasang. Jadi, ada dua jenis kamera vision apa visual dan radar yang untuk membaca dinamika banjir rob, kemudian ini infrastruktur jaringan melalui jaringan wireless fiber optik untuk jaringan internetnya," katanya.
Data yang terekam dari kamera dan radar tersebut, kata dia, disimpan di "server" yang diolah dengan teknologi artificial intelligence (AI) yang bisa dimanfaatkan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juana di bawah Kementerian PUPR.
Secara lebih jauh, kata dia, teknologi tersebut sebenarnya merupakan cikal bakal pengembangan yang lebih masif di berbagai sektor sebagai langkah antisipasi menekan kerugian yang lebih besar.
"Pengembangan selanjutnya, misalnya data ini bisa dimanfaatkan untuk tadi trafik manajemen, routing traffic dari Pelabuhan Tanjung Mas supaya logistik dan jalur apa distribusi barang itu enggak mandek," katanya.
Kemudian, kata dia, sektor perindustrian juga bisa memanfaatkan data tersebut untuk menyusun langkah-langkah antisipatif terhadap bencana banjir dan rob yang akan terjadi.
"Propagasi banjir gitu, seperti apa dalam tiga hari ke depan sehingga nanti seperti Kemenperin bisa menyusun rencana agar misalnya kawasan industri ini bisa aman atau ada mitigasi tidak terlalu terganggu aktivitasnya," katanya.
Pewarta : Zuhdiar Laeis
Editor : Teguh Imam Wibowo
Copyright © ANTARA 2024