Semarang (ANTARA) - Dinas Kesehatan Jawa Tengah mengimbau masyarakat untuk tidak membuang bangkai tikus sembarangan karena rentan menularkan leptospirosis, apalagi saat ini masih musim hujan yang mengakibatkan banyak genangan.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Jateng Irma Makiah, di Semarang, Kamis, menyebutkan awal 2025 tercatat 61 kasus yang disebabkan bakteri leptospira, dengan penyebaran salah satunya melalui kencing tikus.

Berdasarkan data Dinkes Jateng, sebaran 61 kasus leptospirosis itu, terjadi di Banyumas, Magelang, Purworejo, Cilacap, Karanganyar, Demak, Klaten, Kebumen, Wonosobo, Sukoharjo, dan beberapa wilayah lain, seperti di Pantai Utara, sedangkan pada 2024 tercatat ada 545 kasus dengan kasus meninggal dunia mencapai 66 orang.

Menurut dia, ada beberapa cara penularan leptospirosis, yakni pertama melalui kontak langsung kulit terluka dengan urine hewan pembawa bakteri leptospira.

Kedua, kontak antara kulit dengan air atau genangan dan tanah yang terkontaminasi urine hewan pembawa bakteri, serta mengonsumsi makanan terkontaminasi urine tikus yang membawa bakteri leptospira.

"Bilamana tikus kencing di air, atau makanan, lalu air tersebut terkena luka atau mata. Bisa juga lewat mengonsumsi makanan yang terkena urine tikus, orang tersebut bisa terinfeksi leptospirosis," katanya.

Jika terinfeksi leptospirosis, kata dia, orang yang tertular menunjukkan beberapa gejala, seperti demam, nyeri di badan, nyeri di betis, mata merah, gejala kekuningan pada badan, hingga gagal ginjal yang bisa berdampak pada kematian.

Oleh karena itu, ia mengimbau jika seseorang tinggal di wilayah dengan koloni tikus dan mengalami gejala semacam itu untuk segera mendatangi fasilitas kesehatan.

Karena, kata dia, pada tahap awal leptospirosis sangat mudah dideteksi dan bisa diobati, dengan berobat di puskesmas, klinik, ataupun rumah sakit.

Ia menjelaskan penularan leptospirosis rentan terjadi pada lingkungan padat penduduk, persawahan, perkampungan nelayan, atau lingkungan kumuh yang menarik untuk bersarangnya tikus.

Selain itu, potensi penularan juga terjadi di daerah yang rawan banjir, rob, sungai, dan pada lokasi dengan penanganan sampah yang buruk.

"Jadi, bagi bapak dan ibu yang pekerjaannya memang berisiko seperti ke sawah, lingkungannya atau pekerja yang diharuskan turun ke daerah banjir, mohon gunakan alat pelindung diri, seperti sepatu boot. Sebab, jika ada luka sedikit saja, termasuk telapak kaki pecah-pecah, itu bisa berisiko terkena leptospirosis," katanya.

Irma juga menyarankan untuk mengeliminasi tikus secara benar, misalnya tikus tidak dijerat karena berpotensi menyebarkan cairan atau darah yang diduga terinfeksi bakteri.

"Karena, selain leptospira, tikus dapat membawa 48 bibit penyakit," katanya.

Tak kalah penting, ia mengimbau agar tidak membuang bangkai tikus di jalanan karena dikhawatirkan dapat menyebarkan penyakit dan mengotori lingkungan.

"Tangkap dengan kandang jebak, kemudian jemur tikus pada panas matahari hingga mati, siram dengan air panas mendidih atau tenggelamkan dalam wadah sampai mati dan airnya diberi disinfektan," katanya.



Baca juga: Siswi SMK di Semarang tewas tertabrak KA