Pakar: Hari Pangan Sedunia momentum wujudkan swasembada pangan
Senin, 14 Oktober 2024 14:27 WIB
Pakar pertanian Unsoed Purwokerto Prof Suprayogi. ANTARA/Sumarwoto
Purwokerto (ANTARA) - Pakar pertanian Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof Suprayogi menilai Hari Pangan Sedunia yang diperingati setiap 16 Oktober dapat menjadi momentum untuk mewujudkan swasembada pangan.
"Oleh karena itu, tema Hari Pangan Sedunia Tahun 2024 berupa 'Hak Atas Pangan untuk Kehidupan dan Masa Depan yang Lebih Baik', relevan dengan kondisi dunia saat ini," kata Suprayogi di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Senin.
Ia mengatakan hal itu disebabkan situasi dunia saat sekarang sedang tidak baik-baik saja, bukan dari sisi pangannya, melainkan karena adanya berbagai konflik atau perang seperti di perang antara Rusia dan Ukraina, perang Israel dan Palestina, serta perang Israel dan Libanon.
Menurut dia, situasi tersebut berimbas terhadap banyak hal termasuk ketahanan pangan dalam konteks internasional dan dapat berimbas ke berbagai negara.
"Seperti pemanasan global yang terjadi pada tahun 2023 juga mempengaruhi produksi pangan di banyak negara produsen pangan, India dan negara-negara lain. Kemudian perang di beberapa negara juga akan mempengaruhi proses perdagangan pangan," kata Guru Besar Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian Unsoed itu.
Ia mengatakan hal itu berarti bahwa masalah ketahanan pangan menjadi sangat penting dan harus dipikirkan betul oleh setiap negara termasuk Indonesia.
Dengan melihat perkembangan konstelasi politik internasional, kata dia, kemampuan untuk menyediakan pangan tanpa harus beli itu menjadi penting untuk ketahanan pangan nasional.
"Di negara kita pun, kita melihat bahwa pemerintah sudah memahami tentang ancaman kerawanan ketahanan pangan nasional kita, sehingga pemerintah sekarang ini sedang menggalakkan program cetak sawah baru, juga food estate," katanya.
Menurut dia, program-program tersebut menjadi sangat penting dan pemerintah pun sudah menyadari bahwa ketahanan pangan di Indonesia itu rawan karena adanya berbagai aspek.
Oleh karena itu, kata dia, pemerintah mempunyai program food estate walaupun belum sukses dan program cetak sawah baru yang mulai digalakkan lagi.
"Karena kita itu memang harus berswasembada pangan. Kita tidak bisa mengikuti polanya Singapura yang punya uang karena negara yang berbasis jasa, punya uang bisa beli," katanya.
Terkait dengan hal itu, dia mengharapkan melalui momentum Hari Pangan Sedunia Tahun 2024, bangsa Indonesia bisa kembali ke tatanan untuk mewujudkan swasembada pangan karena produksi pangan sendiri.
"Momentum Hari Pangan Sedunia ini menjadi sangat penting bagi kita, karena kita tidak bisa lagi mengandalkan impor andaikan punya uang banyak dengan perkembangan konstelasi politik internasional sekarang ini," katanya menegaskan.
Andaikan punya uang pun, kata dia, Indonesia belum tentu bisa impor karena tantangan politik dalam negeri juga cukup besar.
Selain itu, lanjut dia, impor pun tidak mudah karena meskipun punya devisa, negara lain belum tentu mau menjual komoditas pangan tersebut karena lebih memikirkan ketahanan pangan di negaranya.
"Oleh karena itu, kita memang harus swasembada pangan melalui kemampuan produksi. Namun kita pun harus bisa mengidentifikasi tantangan-tantangan apa saja yang harus kita atasi agar ketahanan pangan kita kuat," katanya.
Ia mengatakan tantangan-tantangan itu di antaranya alih fungsi lahan pertanian yang terjadi saat sini cukup besar, sehingga hal tersebut harus dipahami dan digantikan dengan pencetakan sawah baru.
Menurut dia, pencetakan sawah baru itu tidak hanya untuk menggantikan sawah yang terkonversi, juga untuk menambah kapasitas produksi.
Di samping itu, kata dia, diversifikasi pangan juga menjadi sesuatu yang sangat penting mengingat makanan pokok bangsa Indonesia masih berupa beras.
Akan tetapi hingga saat ini, lanjut dia, tumpuan produksi padi itu masih di Jawa karena kontribusi dari pulau-pulau lain masih relatif kecil.
"Jadi, setelah Jawa itu Sulawesi Selatan dan sebagian Sumatera, walaupun di tempat lain ada sawah. Oleh karena itu, program cetak sawah baru seperti di Merauke menjadi penting," katanya.
Ia mengatakan hal lain yang perlu ditingkatkan berkaitan dengan kualitas pangan agar manusia Indonesia sehat dan tidak hanya cukup kenyang.
"Sekarang ini dengan meningkatnya kesejahteraan, orang tidak lagi yang penting kenyang, tapi makan makanan sehat. Harapannya ini juga bisa mengatasi permasalahan stunting," kata Suprayogi.
Baca juga: Kepengurusan baru Akindo siap dukung ketahanan pangan nasional
"Oleh karena itu, tema Hari Pangan Sedunia Tahun 2024 berupa 'Hak Atas Pangan untuk Kehidupan dan Masa Depan yang Lebih Baik', relevan dengan kondisi dunia saat ini," kata Suprayogi di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Senin.
Ia mengatakan hal itu disebabkan situasi dunia saat sekarang sedang tidak baik-baik saja, bukan dari sisi pangannya, melainkan karena adanya berbagai konflik atau perang seperti di perang antara Rusia dan Ukraina, perang Israel dan Palestina, serta perang Israel dan Libanon.
Menurut dia, situasi tersebut berimbas terhadap banyak hal termasuk ketahanan pangan dalam konteks internasional dan dapat berimbas ke berbagai negara.
"Seperti pemanasan global yang terjadi pada tahun 2023 juga mempengaruhi produksi pangan di banyak negara produsen pangan, India dan negara-negara lain. Kemudian perang di beberapa negara juga akan mempengaruhi proses perdagangan pangan," kata Guru Besar Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian Unsoed itu.
Ia mengatakan hal itu berarti bahwa masalah ketahanan pangan menjadi sangat penting dan harus dipikirkan betul oleh setiap negara termasuk Indonesia.
Dengan melihat perkembangan konstelasi politik internasional, kata dia, kemampuan untuk menyediakan pangan tanpa harus beli itu menjadi penting untuk ketahanan pangan nasional.
"Di negara kita pun, kita melihat bahwa pemerintah sudah memahami tentang ancaman kerawanan ketahanan pangan nasional kita, sehingga pemerintah sekarang ini sedang menggalakkan program cetak sawah baru, juga food estate," katanya.
Menurut dia, program-program tersebut menjadi sangat penting dan pemerintah pun sudah menyadari bahwa ketahanan pangan di Indonesia itu rawan karena adanya berbagai aspek.
Oleh karena itu, kata dia, pemerintah mempunyai program food estate walaupun belum sukses dan program cetak sawah baru yang mulai digalakkan lagi.
"Karena kita itu memang harus berswasembada pangan. Kita tidak bisa mengikuti polanya Singapura yang punya uang karena negara yang berbasis jasa, punya uang bisa beli," katanya.
Terkait dengan hal itu, dia mengharapkan melalui momentum Hari Pangan Sedunia Tahun 2024, bangsa Indonesia bisa kembali ke tatanan untuk mewujudkan swasembada pangan karena produksi pangan sendiri.
"Momentum Hari Pangan Sedunia ini menjadi sangat penting bagi kita, karena kita tidak bisa lagi mengandalkan impor andaikan punya uang banyak dengan perkembangan konstelasi politik internasional sekarang ini," katanya menegaskan.
Andaikan punya uang pun, kata dia, Indonesia belum tentu bisa impor karena tantangan politik dalam negeri juga cukup besar.
Selain itu, lanjut dia, impor pun tidak mudah karena meskipun punya devisa, negara lain belum tentu mau menjual komoditas pangan tersebut karena lebih memikirkan ketahanan pangan di negaranya.
"Oleh karena itu, kita memang harus swasembada pangan melalui kemampuan produksi. Namun kita pun harus bisa mengidentifikasi tantangan-tantangan apa saja yang harus kita atasi agar ketahanan pangan kita kuat," katanya.
Ia mengatakan tantangan-tantangan itu di antaranya alih fungsi lahan pertanian yang terjadi saat sini cukup besar, sehingga hal tersebut harus dipahami dan digantikan dengan pencetakan sawah baru.
Menurut dia, pencetakan sawah baru itu tidak hanya untuk menggantikan sawah yang terkonversi, juga untuk menambah kapasitas produksi.
Di samping itu, kata dia, diversifikasi pangan juga menjadi sesuatu yang sangat penting mengingat makanan pokok bangsa Indonesia masih berupa beras.
Akan tetapi hingga saat ini, lanjut dia, tumpuan produksi padi itu masih di Jawa karena kontribusi dari pulau-pulau lain masih relatif kecil.
"Jadi, setelah Jawa itu Sulawesi Selatan dan sebagian Sumatera, walaupun di tempat lain ada sawah. Oleh karena itu, program cetak sawah baru seperti di Merauke menjadi penting," katanya.
Ia mengatakan hal lain yang perlu ditingkatkan berkaitan dengan kualitas pangan agar manusia Indonesia sehat dan tidak hanya cukup kenyang.
"Sekarang ini dengan meningkatnya kesejahteraan, orang tidak lagi yang penting kenyang, tapi makan makanan sehat. Harapannya ini juga bisa mengatasi permasalahan stunting," kata Suprayogi.
Baca juga: Kepengurusan baru Akindo siap dukung ketahanan pangan nasional
Pewarta : Sumarwoto
Editor : Edhy Susilo
Copyright © ANTARA 2024