Logo Header Antaranews Jateng

“Payung” (Itu) Bernama BPJS Kesehatan

Sabtu, 17 September 2016 21:45 WIB
Image Print
Seorang perawat tengah mendorong pasien menuju ruang perawatan di sebuah rumah sakit di Kota Semarang. (Foto: Nur Istibsaroh/ANTARAJATENG.COM)
Semarang, Antara Jateng - Wati (27) saat ini tengah berjuang melawan sakit Leukimea yang dideritanya sejak pertengahan 2016 dan sudah lebih dari 50 kantong darah ditranfusi ke tubuhnya.

Ibu satu anak yang juga warga Kabupaten Blora ini, hingga pertengahan September 2016 masih berbaring di salah satu rumah sakit di Kota Semarang, setelah lebih dari lima kali ke luar masuk rumah sakit.

Di saat masuk ke rumah sakit, Wati menghendaki kamar kelas dua sesuai kartu BPJS Kesehatannya, tetapi kamar selalu tidak tersedia karena penuh, sehingga dirinya menempati ruang VIP dan ada selisih biaya yang harus dibayarkan.

Saat pertama rawat inap di rumah sakit, Wati sangat bersyukur karena dari total biaya Rp8 juta, sebanyak Rp7 juta ditanggung oleh BPJS Kesehatan, sehingga dirinya hanya membayar Rp1 juta.

Pada saat rawat inap kedua kalinya selama sembilan hari, Wati yang sudah menjalani terapi suntikan Sitostatik lima hari, biaya rumah sakit mencapai Rp18,5 juta dan yang harus bayar sebesar Rp 9.350.000.

Alhamdulillah, ada BPJS Kesehatan. Saat ini adik dirawat lagi di rumah sakit sejak sehari sebelum Hari Raya Idul Adha dan ini sudah ada tagihan Rp12 juta lebih dan sudah diminta bayar DP Rp4 juta. Semoga saja adik cepat sembuh, sehingga biayanya tidak tinggi, kata Arin (39), kakak Wati.

Wati menjadi peserta BPJS Kesehatan begitu dirinya bekerja. Upahnya dipotong untuk membayar iuran. Selain dirinya, suaminya juga tercatat sebagai peserta BPJS Kesehatan.

Membantu
Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) merupakan program pemerintah dan jumlah rumah sakit yang bersedia melayaninya akan semakin banyak.

Kepala Seksi Upaya Kesehatan Rujukan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Arry Wahyu menyebutkan dari total 276 rumah sakit semua kelas, per 14 Maret 2016 sudah ada 215 rumah sakit yang melayani BPJS Kesehatan dan jumlah tersebut akan terus bertambah.

Apalagi sudah ada regulasi yang menyebutkan seluruh rumah sakit pemerintah, 30 persen dari jumlah kamarnya harus untuk peserta kelas 3, sementara rumah sakit swasta 20 persen.

Mengenai iuran, per 1 April 2016 iuran peserta kelas 3 (peserta mandiri atau peserta bukan penerima upah/PBPU) sebesar Rp30.000 dan angka tersebut masih di bawah "bottom line" yang direkomendasikan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) sebesar Rp36.000.

Untuk peserta kelas 2 sebesar Rp51.000 dan peserta kelas 1 sebesar Rp80.000. Untuk iuran peserta PBI serta penduduk yang didaftarkan oleh pemerintah daerah Rp23.000 per jiwa per bulan.

Sementara, iuran peserta pekerja penerima upah (PPU) yang terdiri atas pegawai negeri sipil (PNS), anggota TNI dan Polri, pejabat negara, pimpinan dan anggota DPRD, serta pegawai pemerintah nonpegawai negeri sebesar lima persen dari gaji atau upah per bulan. Besaran iuran lima persen tersebut dibayar dengan ketentuan tiga persen (dibayar pemberi kerja) dan dua persen (dibayar oleh peserta).

Apresiasi
Ketua Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen (LP2K) Semarang Ngargono mengatakan dengan banyaknya masyarakat yang tertolong, pemerintah patut diapresiasi karena telah memikirkan program JKN-KIS dengan operator BPJS Kesehatan.

Tidak hanya masyarakat miskin, masyarakat kelas menengah ke atas tentu akan menjual apapun asetnya untuk biaya berobat, apalagi jika tidak memiliki "payung", seperti tabungan atau aset yang dapat dijual.

Bagi keluarga yang sedang ditimpa musibah sakit, pada kondisi riil bisa saja menjual aset yang dimiliki, seperti sepeda motor atau lainnya, bisa juga mencari utangan dan bisa benar-benar habis.

Akan tetapi jika "payung-nya" BPJS Kesehatan, maka bisa "free" dan tidak lagi menjadi beban.

Sementara untuk perbaikan, masih terbuka ruang untuk melakukan perbaikan dari berbagai sisi untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat. Ada banyak tantangan untuk meningkatkan pelayanan yang mengarah perbaikan berdasar masukan yang kurang baik dan mengedepankan improvisasi yang lebih baik lagi, demikian Ngargono.



Pewarta :
Editor: Hari Atmoko
COPYRIGHT © ANTARA 2025