Ekonom: Paradigma Kemiskinan harus Diubah
Senin, 26 September 2016 16:28 WIB
"Semua harus diawali dengan perubahan paradigma, jadi bukan masalah subsidi atau harga barang yang mengalami kenaikan," katanya di Semarang, Senin.
Menurut dia, salah satu yang menjadi masalah adanya kemiskinan adalah kelembagaan. Sebagai contoh, elpiji ukuran tabung 3 kg seharusnya digunakan oleh masyarakat miskin, tetapi realita di lapangan masih banyak masyarakat dengan ekonomi baik ikut menggunakan elpiji subsidi tersebut.
"Padahal seharusnya orang disebut miskin dan layak mendapat bantuan adalah orang yang terlempar dari pasar, tidak memiliki kekuatan daya beli. Dalam hal ini kelembagaan adalah sikap," katanya.
Sikap di mana masih banyak masyarakat ikut menggunakan fasilitas yang seharusnya untuk masyarakat miskin.
"Kondisi inilah yang akhirnya sering berujung pada kegagalan," katanya.
Dikatakan, untuk menyikapi kemiskinan di Jawa Tengah, memerlukan tindakan yang sesuai dengan dimensi kemiskinan yang ada di masyarakat.
"Jadi bukan lagi masalah cukup untuk memenuhi kebutuhan tetapi ini adalah masalah keadilan," katanya.
Sementara itu, Ekonom dari Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta Pande Made Kutanegara mengatakan untuk meminimalisasi angka kemiskinan tersebut perlu keterlibatan pengusaha.
"Libatkan pengusaha dalam aktivitas kemasyarakatan, ini bisa menjadi solusi," katanya.
Di sisi lain, untuk menanggulangi kemiskinan ini data kemiskinan harus ada. Dikatakan, penanggulangan kemiskinan ini harus diperhatikan mulai dari perencanaan, implementasi dan monitoring, serta evaluasi.
"Selain itu, perlu juga dilakukan revolusi secara menyeluruh mulai dari pemegang kebijakan, staholder, hingga masyarakat agar terjadi sinergi yang baik dalam penanggulangan kemiskinan di Jateng," katanya.
Pewarta : Aris Wasita
Editor:
Zaenal A.
COPYRIGHT © ANTARA 2025