Magelang, Antara Jateng - Pemerintah Kota Magelang membuktikan sikap kukuhnya memindahkan aktivitas pedagang pasar tiban dari alun-alun setempat ke Lapangan Rindam IV/Diponegoro, bertepatan dengan tradisi masyarakat mengikuti pengajian di Masjid Agung Kauman setiap Minggu Paing sejak 1958.

Minggu (31/7) sebagai Paing pertama setelah Lebaran. Masyarakat dari berbagai tempat, baik di Kota maupun Kabupaten Magelang, berduyun-duyun datang ke masjid terbesar di daerah itu untuk mengikuti pengajian.

Hari itu juga sebagaimana telah tercantum dalam Surat Edaran Dinas Pengelolaan Pasar Pemkot Magelang Nomor 511/283/260 tertanggal 11 April 2016, bahwa para pedagang tidak boleh lagi berjualan di kawasan alun-alun di depan masjid tersebut. Hal demikian, supaya tidak merusak tatanan wajah kota yang bersih, rapi, dan indah.

Pemkot juga telah memasang empat "banner" di seputaran alun-alun tentang larangan pedagang berjualan saat Masjid Agung Kauman menggelar tradisi pengajian Minggu Paing.

Aparat gabungan pun disiagakan di sekitar alun-alun sejak pagi hingga siang hari, saat berlangsung pengajian dengan menghadirkan K.H. Ali Qoisor atau Gus Ali (Pondok Pesantren Watucongol, Muntilan, Kabupaten Magelang) dan K.H. Mansyur Khadiq (Ponpes Usnuludin Bawang, Tempuran, Kabupaten Magelang).

Aparat mengantisipasi aktivitas pedagang yang hendak berjualan di sepanjang trotoar sekitar alun-alun itu. Masyarakat yang menunggu dimulai pengajian, terlihat duduk-duduk di sekitar alun-alun. Seorang petugas terlihat menyuruh pergi dari tempat itu kepada seorang perempuan pedagang jamu gendong. Sejumlah warga pun urung membeli jamu tradisional tersebut.

Sebelum keluar surat edaran itu, tercatat sekitar 90 pedagang berjualan di pasar tiban yang kemudian dikenal sebagai Pasar Paingan, saat Masjid Agung Kauman menggelar tradisi pengajian Minggu Paing. Pengajian itu dirintis oleh para ulama berpengaruh di Magelang pada zamannya, seperti K.H. Chudlori (Ponpes Tegalrejo), K.H. Ahmad Haq atau Mbah Mad (Ponpes Watucongol), dan K.H. Alwi (Ponpes Salam Kanci, Bandongan).

Kepala Dinas Pengelolaan Pasar Pemkot Magelang Joko Budiyono di sela memastikan pedagang mematuhi surat edarannya, menyebut 25 pedagang telah dipindah ke sekitar Lapangan Rindam IV/Diponegoro yang setiap Minggu untuk "car free day" dengan sekitar 5.000-7.000 pengunjung.

Sosialisasi rencana pemindahan pedagang Pasar Paingan telah dilakukan tiga kali oleh pemkot, termasuk menyampaikan surat edaran. Mereka bergabung dengan sekitar 100 pedagang yang telah lama berjualan saat "car free day" di Lapangan Rindam, dengan jangka waktu sejak pagi hingga sore hari. Aktivitas Pasar Tiban Paingan selama ini hanya dari pagi hingga siang hari.

"Pendapatannya akan lebih baik," ujarnya.

Namun, Joko mengakui hanya bertanggung jawab untuk mendukung upaya pemkot menata kawasan trotoar dan alun-alun setempat dari aktivitas pedagang Pasar Paingan.

Ia mengaku tidak berwenang untuk mengambil tindakan terkait dengan aktivitas pedagang yang menggelar berbagai barang dagangannya di gang-gang Kampung Kauman di dekat masjid besar tersebut.

Sekitar 40 pedagang menggelar berbagai barang dagangan bertepatan dengan pengajian Minggu Paing (31/7) di gang selatan masjid itu. Mereka antara lain menjual berbagai ragam makanan tradisional dan minuman, buah-buahan, produk kerajian rakyat, sepatu, serta pakaian.

"'Mesakke' (Kasihan, red.). Orang mau ikut mengaji sambil jualan. Kita masukkan ke kampung. Asal tidak pakai tenda. Mereka itu mau 'ngalap' (mengharap, red.) berkah," kata Ketua Takmir Masjid Agung Kauman Miftachussurur di sela menyiapkan pengajian Minggu (31/7) Paing.

Sejumlah pegiat Forum Masyarakat Peduli Paingan dengan koordinator Danu Wiratmoko mengarahkan beberapa pedagang yang hendak menggelar dagangan di alun-alun setempat untuk pindah dan membuka dagangan di gang selatan Masjid Kauman.

Forum yang antara lain beranggota para pegiat sosial, pemerhati tradisi budaya, seniman, dan pecinta cagar budaya itu, memandang pengajian Minggu Paing Masjid Agung Kauman dengan Pasar Paingan sebagai satu kesatuan dan warisan budaya tak bendawi yang harus dilestarikan. Pengajian Minggu Paing dan Pasar Paingan bahkan dipandang sebagai kekhasan wajah Kota Magelang.

Selama beberapa bulan terakhir, mereka bergerak menggalang dukungan dan menyatakan sikap menolak rencana relokasi pedagang Pasar Paingan karena bertentangan dengan upaya pelestarian warisan budaya dari leluhur.

Pada Minggu (31/7), puluhan pegiat forum itu dipimpin tokoh pemuda Kampung Kauman, Luky Henri Yuni Susanto, juga melakukan doa secara khusus di makam di belakang Masjid Agung Kauman.

Sejumlah properti sebagai simbol perjuangan mereka selama ini dalam mempertahankan Pasar Paingan berupa pikulan pedagang bertuliskan "Selamatkan Tradisi" dan "Savepahingan" dibawa mereka ke makam.

Danu menyatakan bahwa pihaknya setuju jika aktivitas pedagang Pasar Paingan ditata agar situasi kota setempat tetap rapi dan kondusif. Apalagi aktivitas Pasar Paingan hanya berlangsung 35 hari sekali.

"Pasar Paingan ini kearifan lokal. Wajah 'kendesoan' (desa) Kota Magelang yang menarik. Sejarah sudah mencatatnya. Kami tidak hendak melawan secara langsung pemkot, tetapi beri kesempatan pedagang tetap menempati 'rumah' mereka di sekitar masjid ini," katanya.

Seorang pedagang sandal di Pasar Paingan sejak 1987, Mukhsin, mengaku telah memindahkan barang jualannya dari sekitar alun-alun ke gang selatan Masjid Kauman.

"Kalau setiap hari saya jualan di Pasar Rejowinangun, kalau Paing yang di sini di Pasar Paingan sambil 'ngalap' berkah," katanya.

Asal-usul pedagang yang berjualan bertepatan dengan pengajian Minggu Paing disebutnya tidak hanya dari Kota Magelang tetapi juga Kabupaten Magelang, antara lain dari Secang, Candimulyo, Muntilan, Grabag, Tegalrejo, Kaliangkrik, Mertoyudan, dan Bandongan.

Anggota Komisi VIII DPR RI dari Daerah Pemilihan Jateng VI Choirul Muna (Gus Muna) menyatakan akan berbicara dengan Wali Kota Magelang Sigit Widyonindito untuk tidak memindahkan pedagang Pasar Paingan karena aktivitas mereka tidak terpisah dari tradisi pengajian Minggu Paing Masjid Agung Kauman.

Selain itu, di bagian utara alun-alun setempat juga telah dikembangkan pemkot dengan baik sebagai tempat berjualan pedagang, menjadi salah satu pusat kuliner di Kota Magelang.

"Kalau mau relokasi yang relevan. Untuk Ahad Paing di Paingan, tidak di Rindam. Kalau mau pemindahan itu yang logis, wajar, dan adil. Pengajian ini sudah lama, pedagang sudah lama 'ngalap' berkah di sini. Sasaran utamanya adalah mengatur menjadi lebih bagus dan adil, tidak dipindahkan," katanya usai berbicara dengan Kepala Dinas Pengelolaan Pasar Joko Budiyono di alun-alun setempat.

Gus Muna dengan didampingi para pegiat Forum Masyarakat Peduli Paingan selama beberapa saat melihat langsung aktivitas pedagang yang menggelar dagangan di gang-gang selatan Masjid Agung Kauman dan menyapa mereka.

Seorang pedagang pakaian berbicara kepada Gus Muna untuk menyampaikan pengakuan bahwa dirinya sempat dipindah oleh aparat dari alun-alun ke Lapangan Rindam.

Akan tetapi, dirinya kemudian memutuskan kembali ke Kauman dan menggelar dagangannya di gang kampung tersebut bersama pedagang lainnya.

Usai memberikan pengajian Minggu Paing, Gus Ali mengaku bisa memahami kehendak wali kota untuk menata wajah kota setempat agar tetap rapi, bersih, dan indah.

Akan tetapi, katanya, larangan pedagang berjualan di sekitar alun-alun bukan hanya berlaku untuk pedagang Pasar Paingan, melainkan semua pedagang yang setiap hari berjualan di kawasan itu.

"Tidak hanya saat Ahad Paing. Karena orang pasti cari rejeki itu, momentum yang pas di Ahad Paing ini. Kalau kita telusuri, orang yang jual, yang beli, yang mengaji, itu sudah ada waktu-waktu tersendiri," ujarnya.

Trotoar Alun-Alun Kota Magelang dengan penjagaan ketat aparat gabungan memang membuktikan pemkot tidak lagi memberi ruang pedagang beraktivitas di tempat yang kemudian menjadi sebutan Pasar Tiban Paingan itu.

Sebagian pedagang yang menempati gang-gang di Kampung Kauman memang terkesan tak mau jauh-jauh dari Masjid Agung Kauman untuk berjualan selagi tradisi pengajian Minggu Paing digelar.

Sebutan Pasar Tiban Paingan dalam konteks aktivitas pedagang di kawasan alun-alun mungkin memang sungguh-sungguh telah ditutup oleh Pemkot Magelang mulai Minggu (31/7) Paing.

Akan tetapi, puluhan pedagang yang menggelar dagangan di samping Masjid Agung Kauman itu, barangkali memulai membuka pasar tiban yang baru untuk tetap memperoleh berkah dari pengajian Minggu Paing.